Show simple item record

Duck meat and carcass quality improvement through cihateup duck and alabio duck hybridization

dc.contributor.advisorNoor, Ronny Rachman
dc.contributor.advisorHardjosworo, Peni S.
dc.contributor.advisorWijaya, C. Hanny
dc.contributor.authorMatitaputty, Procula Rudlof
dc.date.accessioned2012-06-25T08:11:00Z
dc.date.available2012-06-25T08:11:00Z
dc.date.issued2012
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/55157
dc.description.abstractA study on hybridization Alabio duck of south borneo native’s with Cihateup west java native’s duck were done to generate hybrid duck (F1). This hybrid duck were expected to have high yield on growth and also carcass and meat production. The aims of this study were to evaluate heterocyst phenomenon, determined hybrid combination, determined the effect of hybridization on performance of reproduction, carcass production, fatty acids compositions and also the alteration of duck meat sensor. This study were done in three stages. The first was done to determine the reproduction aspects generated from duck hybridization such as fertility, hatchability, death of embryo and sex proportion. Group completely randomized designed were implemented with 4 hybridization groups of duck; CC duck [Cihateup ♂ x Cihateup ♀], AA duck [Alabio ♂ x Alabio ♀], AC hybrid duck [Alabio ♂ x Cihateup ♀] and CA hybrid duck [Cihateup ♂ x Alabio ♀]. Each group has 4 replication based on periods of hatching time. Data were analysed statistically with analysis of variance (Anova), and Duncan test. The result shows that hatchability percentage of CA duck were higher (P<0.05) with 58.55% of heterocyst than other groups. CA duck’s death of embryo also lowest with -36.62% heterocyst than other groups while AC ducks has low hatchability and high death of embryo, this resulted on lower heterocyst value. Second stage were held to learn biological response of first generation of young drakes from those 4 ducks groups. Completely randomized designed with 4 ducks group as treatment (AA, CC, AC and CA ducks) and 6 replications, each replication consists of 5 ducks. Data were analysed statistically with analysis of variance (Anova), and Duncan test. The result show that CA hybrid duck has high heterocyst in some traits such as final liveweight, daily gain, feed conversion, carcass weight, percentage of chest meat which higher statistically (P<0.05) than AC or its purebreed. AC hybrid were dominant on thigh commercial carcass cut percentage and thigh meat percentage, which high statistically (P<0.05) compare to the others. Third stage were done to learn the alteration of fatty acids composition and the sensors alteration on duck meat off-flavor. Hedonic sensor analysis were designed using Minitab ver 14 and carry on with Kruska Wallis test, while off- odor intensity were analysed using QDA descriptively. The result shows that fat composition in AC hybrid duck and CA were lower than their purebreed. AC hybrid duck has lowest composition of saturated fatty acids (23.83%) and unsaturated fatty acids (49.20%) than the others group. Sensor test show that meat smells of AC hybrid duck were highly preferable (P<0.05) compare to the others. Nevertheless, all groups has in significant result on flavor. Result on QDA test shows that off-odor intensity (fishy, rancid, fatty, beany, moldy, earthy) of AC group were lowest compare to others group.en
dc.description.abstractPemanfaatan itik jantan lokal berpotensi untuk dikembangkan sebagai itik potong karena dapat menghasilkan daging yang merupakan sumber protein hewani alternatif bagi masyarakat selain dari ternak ruminansia dan unggas lainnya. Permintaan produk itik berupa daging semakin meningkat tiap tahunnya, namun tidak diikuti dengan penyediaan itik potong yang berkualitas dan kontinyu sehingga seringkali mengalami kekurangan stok. Dengan melakukan program seleksi yang ketat untuk tujuan mendapatkan itik potong melalui pembentukan galur baru, dapat dilakukan persilangan antar jenis itik untuk menghasilkan itik hibrida. Diharapkan dari itik hibrida ini adalah kecepatan pertumbuhan dan produksi karkas serta daging lebih tinggi dari kedua tetua murninya. Persilangan antar dua galur atau bangsa ternak yang berbeda sering digunakan dalam suatu sistem produksi untuk memanfaatkan keunggulan hibrida (heterosis) dari hasil persilangan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan persilangan antara itik Alabio asal Kalimantan Selatan dengan itik Cihateup asal Jawa Barat, yang memiliki hubungan kekerabatan yang jauh dan memiliki keunggulan masing-masing dalam produksi karkas dan flavor daging. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi fenomena heterosis dan mengetahui kombinasi persilangan yang terbaik untuk beberapa sifat yang diamati berupa perkembangan reproduksi itik, pertumbuhan performa itik, produksi karkas dan daging, kandungan lemak dan komposisi asam-asam lemak serta mengetahui perubahan sensori daging yang terjadi akibat persilangan. Dalam menjawab tujuan penelitian ini maka dilakukan penelitian dalam beberapa tahapan. Penelitian tahap pertama untuk mengetahui sifat-sifat reproduksi berupa fertilitas, daya tetas, kematian embrio dan nisbah kelamin yang terjadi akibat persilangan dua jenis itik. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas 4 kelompok itik yakni itik CC [Cihateup ♂ x Cihateup ♀], itik AA [Alabio ♂ x Alabio ♀], itik AC [persilangan Alabio ♂ x Cihateup ♀] dan itik CA [persilangan Cihateup ♂ x Alabio ♀] dan 4 ulangan berdasarkan periode masuknya telur ke mesin tetas. Telur tetas yang digunakan masing-masing jenis itik sebanyak 352 butir untuk itik CC; 241 butir itik AA; 258 butir itik persilangan AC dan 437 butir itik persilangan CA. Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan analysis of variance (Anova), dilanjutkan dengan uji Duncan. Penelitian tahap kedua untuk mengetahui respons biologis keempat kelompok jenis itik jantan muda (AA, CC, AC dan CA) umur 0 sampai 8 minggu pemeliharaan, hasil turunan F1. Rancangan yang digunakan untuk penelitian tahap kedua yakni Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri atas 4 perlakuan yakni empat jenis itik (AA, CC, AC dan itik CA) dengan 6 ulangan, masing-masing ulangan terdiri atas 5 ekor itik jantan. Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan Analysis of variance (Anova), jika perlakuan berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan. Penelitian tahap ketiga untuk mengetahui perubahan komposisi asam-asam lemak dan perubahan sensori berupa off-flavor daging itik, yang terjadi akibat persilangan. Dalam menganalisis kandungan lemak dan komposisi asam-asam lemak digunakan daging itik bagian paha yang masih segar, sementara untuk uji sensori terhadap tingkat kesukaan panelis dan intensitas off-odor menggunakan daging bagian paha yang sudah direbus. Rancangan yang digunakan untuk analisis sensori tingkat kesukaan menggunakan Minitab versi 14 dan dilanjutkan dengan uji Kruska Wallis, sedangkan intensitas off-odor dengan QDA secara deskriptif. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut : 1. Persilangan dua galur itik, Alabio dengan Cihateup menghasilkan itik persilangan CA dengan persentase daya tetas yang tinggi (61.00%) dan kematian embrio yang rendah (39.00%), terbukti dengan tingkat heterositas yang dimiliki cukup tinggi untuk masing-masing sifat (58.55%) untuk daya tetas dan (-36.62%) untuk kematian embrio, sementara itik persilangan AC memiliki daya tetas yang rendah dan kematian embrio yang tinggi sehingga meghasilkan tingkat heterositas yang rendah pula. Hal ini menunjukkan bahwa persilangan antar dua galur dapat menghasilkan jenis itik hibrida yang berbeda dalam penampilan untuk sifat-safat reproduksi yang dimiliki. 2. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa itik persilangan AC dan itik CA lebih unggul untuk beberapa sifat yang menonjol dari segi pertumbuhan dan performa dibandingkan dengan tetua murni. Itik persilangan CA menunjukkan tingkat heterosis yang cukup tinggi pada beberapa sifat antara lain bobot hidup akhir (BHt) (7.06%), pertambahan bobot hidup (PBH) (7.32%), konversi ransum (-9.61%), bobot karkas (9.24%) serta persentase daging dada (3.02%) dan secara statistik lebih besar (P<0.05) dari itik persilangan AC, maupun tetua murni yakni itik AA dan CC. Sementara pada itik persilangan AC hanya unggul pada dua sifat antara lain persentase potongan karkas komersial bagian paha (10.14%) dan persentase daging paha (3.12%), nyata lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan itik yang lain. Itik persilangan AC dan CA menampilkan keunggulan diatas rata-rata tetua murni pada beberapa sifat dan bernilai ekonomis, ini membuktikan bahwa ada efek heterosis yang terjadi akibat persilangan. Prediksi untuk menghasilkan bentuk persilangan yang lain, juga telah diteliti, maka kombinasi persilangan yang terbaik dalam menghasilkan pertumbuhan yang baik, produksi karkas dan daging yang tinggi adalah kombinasi persilangan antara betina dari hasil persilangan CA dengan Cihateup jantan melalui persilangan backcross. 3. Daging itik umumnya memiliki bau, terutama yang memberi sensasi penyimpangan (off-odor) yakni bau amis/anyir. Oksidasi lemak merupakan penyebab kerusakan daging yang dimanifestasikan dalam bentuk perubahan flavor. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kandungan lemak itik persilangan AC (6.98%) dan itik CA (6.46%) lebih rendah dari tetua murni. Sementara pada komposisi asam-asam lemak terlihat bahwa itik persilangan AC memiliki jumlah persentase komposisi asam-asam lemak yang paling rendah antara lain asam lemak jenuh (23.83%) dan asam lemak tidak jenuh (49.20%) dibandingkan dengan ketiga jenis itik yang lain. Untuk analisis sensori menunjukkan bahwa nilai penerimaan pada aroma daging itik AC lebih tinggi dan disukai (P<0.05) dibandingkan dengan aroma pada itik yang lain, tetapi pada penerimaan rasa daging, keempat kelompok itik ini tidak berbeda. Hasil pengujian QDA terhadap intensitas off-odor (bau amis, tengik, lemak, langu, tanah dan jamur) memperlihatkan bahwa keempat jenis itik memiliki tingkat intensitas off-odor berbeda. Secara deskripsi itik persilangan AC memiliki tingkat intensitas off-odor untuk semua atribut yang diteliti paling rendah dibandingkan ketiga jenis itik yang ada. Hal ini sejalan dengan hasil kandungan lemak dan komposisi asam-asam lemak oleat, linoleat dan linolenat, itik AC yang lebih rendah dan hasil uji hedonik untuk tingkat penerimaan aroma.
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)en
dc.subjectAlabio ducken
dc.subjectCihateupen
dc.subjecthybriden
dc.subjectreproductionen
dc.subjectperformanceen
dc.subjectsensoren
dc.titlePeningkatan produksi karkas dan kualitas daging itik melalui persilangan antara itik cihateup dengan itik alabioid
dc.titleDuck meat and carcass quality improvement through cihateup duck and alabio duck hybridizationen


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record