Show simple item record

The existence of bajapuik, a minangkabau marriage tradition practiced in Pariaman , West Sumatra

dc.contributor.advisorSumarti, Titik
dc.contributor.advisorWahyuni, Ekawati Sri
dc.contributor.advisorTjondronegoro, Sediono MP.
dc.contributor.authorMaihasni
dc.date.accessioned2012-06-25T02:22:47Z
dc.date.available2012-06-25T02:22:47Z
dc.date.issued2010
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/55096
dc.description.abstractSalah satu model perkawinan yang sering mendapat perhatian adalah tradisi bajapuik. Perhatian itu tertuju pada ” uang japuik” sebagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak keluarga perempuan untuk terlaksananya suatu perkawinan. Padahal dalam pelaksanaan perkawinan yang berlaku umum di Minangkabau tidak demikian, bahkan pengantin laki-laki yang menyerahkan sesuatu kepada pengantin perempuan sebagai sesuatu yang diwajibkan oleh agama Islam. Kondisi inilah yang membedakan dengan pelaksanaan perkawinan yang ada di Pariaman. Sebelum kewajiban itu dilaksanakan oleh calon mempelai laki-laki, pihak keluarga perempuan yang harus memenuhi kewajibannya dahulu terhadap pihak keluarga laki-laki yaitu dengan memberikan uang japuik. Uang japuik yang menjadi kewajiban pihak keluarga perempuan itu, kian hari terus menunjukkan peningkatan seiring semakin tingginya status sosial ekonomi (achievement status) dari seorang laki-laki yang akan dijadikan menantu atau suami bagi anak perempuan. Namun dalam kenyataannya kewajiban untuk memberi uang japuik dalam setiap pelaksanaan perkawinan terus dilakukan oleh pihak keluarga perempuan. Padahal di satu sisi, sepintas terlihat uang japuik cukup memberat pihak keluarga perempuan. Untuk itu, penelitian ini mengkaji apa nilai-nilai, dasar dan bentuk pertukaran perkawinan dalam tradisi bajapuik dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahannya? Siapa saja aktor yang terlibat dan bagaimana perilaku aktor dalam pertukaran perkawinan dalam tradisi bajapuik? Mengapa tradisi bajapuik dapat bertahan dalam perubahan masyarakat? Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menerapkan paradigma postpositivis, yang berimplikasi metodologis pada penggunaan metode kuantitatif dan kualitatif. Oleh karena itu, untuk pengumpulan data digunakan kuesioner, wawancara mendalam, observasi partisipasi, studi dokomentasi dan studi pustaka, yang mampu memberikan pemahaman yang mendalam tentang subjek kajian. Sebagai upaya untuk memperoleh validitas data yang kebenarannya dapat diyakini keabsahannya maka data diuji melalui teknik triangulasi sumber dan metode. Responden penelitian adalah para pelaku yang terlibat dalam tradisi bajapuik, sedangkan informan penelitian adalah KAN dan mantan KAN (Kerapatan Adat Nagari); LKAAM (Lembaga Kerapatan Alam Adat Minangkabau) dan tiga tungku sajarangan yang terdiri dari: Alim Ulama, ninik mamak dan cerdik pandai.en
dc.description.abstractOne model of marriage tradition that often gets the spotlight is bajapuik, an action of giving a sum of money or uang japuik to the prospective bridegroom by the prospective brides’ family. The tradition, which is only practiced by Minangkabau people from Pariaman, contradicts to the rules of marriage in Islam of which the bridegroom has to give something as a present or mahar to the bride. Today, the amount of uang japuik has continuously increase as the socioeconomic status of prospective bridegroom improves. This has resulted in financial burden to the prospective brides’ family. Therefore, this study is aimed to find out what values, basic forms of exchange in bajapuik tradition marriage and factors affecting the changes. It is also aimed to identify who are involved and what are their roles in the bajapuik tradition. Finally it is intended to analyse what are the reasons why bajapuik tradition is still exist in a changing society. Post-positivism paradigm was used to answer these problems and both quantitative and qualitative methods were employed. Data was collected through a survey, in-depth, participant observation, documentation and literature study. Respondents and informants of the research were the people living in surrounding areas of Pariaman. They are chosen on the basis of purposive and snowballing sampling method, The respondent were young, middle and old generation, while the informants were people of KAN (Kerapatan Adat Nagari); and ex-KAN; LKAAM (Lembaga Kerapatan Alam Adat Minangkabau) and tiga tungku sajarangan. This study shows that bajapuik tradition with the uang japuik still exists in the society because it is continuously experiencing adjustments, until present time. This is manifested is the exchange of the basic changes from the title of nobility (ascribed status) to the socio-economic status (achievement status), although the bases of the exchange value is still the same, that is cultural values. Exchange in bajapuik tradition involves actors from the families, which consists of parents, mamak and ninik mamak. The amount tradition of bajapuik money depent on the socioeconomic status of prospective bridegroom. The existence of bajapuik tradition in the social context until the present time is supported by families both parties who share the same values and internal solidarity among the family members.
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.subjectEksistensi tradisi bajapuiken
dc.subjectpertukaranen
dc.subjectkeikutsertaan keluargaen
dc.subjectprestiseen
dc.subjectnilai ekonomi dan nilai budayaen
dc.titleEksistensi tradisi bajapuik dalam perkawinan masyarakat Pariaman Minangkabau Sumatera Baraten
dc.titleThe existence of bajapuik, a minangkabau marriage tradition practiced in Pariaman , West Sumatra


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record