Insentif ekonomi dalam penggunaan lahan (Land Use) kawasan lindung di Jawa Barat (studi kasus kawasan Bandung Utara)
Date
2010Author
Hernawan, Endang
Kartodihardjo, Hariadi
Darusman, Dudung
Soedomo, Sudarsono
Metadata
Show full item recordAbstract
West Java Province Government has decided to provide 45% of their territory as protected and conservation areas. One is the area north of Bandung which is a protected area that already has the structure of the city. The purpose of this study is to formulate the concept of PDR, and PES in an effort to restrain the occurrence of changes in land use and encourage conservation behavior in the country. This study was conducted in April 2007 to December 2008. Total PDR (purcharse of development right) is the difference between the selling price of agricultural land of the expectation value of agricultural land. While the services value of tree growers is the difference between the expected value of the forest land lease with the expectation value of the forest land on which the optimum cycle. Feasiblity of Implementation PDR is a hydrological benefit that has been discounted (NARTHAd), and therefore allowed to buy the rights to build if NARTHAd> DR. While rental tree (SP) is allowed if NARTHAd> SP. The results showed that the PDR at KBU is only feasible in rural areas and rural fringe. Feasibility of PDR in KBU is farmland in the Kabupaten Bandung Barat and the Kabupaten Bandung. Because the value hydrological benefits from both districts are also used by the downstream area of Bandung City and Cimahi City, need to share the cost of buying the rights to development a farm. While PES is set at the proper planting of trees in the 26-year lease gives the highest value of hydrological benefits. Compensation for farmers trees can be used in protected areas not forests and forest. Feasibility of implementation of the PDR and PES in four districts of the aspects of the policy has a promising future. While aspects of Local Government financing, still did not show support, so it needs to continue to promote the four districts in the unit so that the direction of financial policies in support of environmental protection and agricultural land (the budget pro-environmental policies). While public support reflected the public perception of the loss of hydrological function and production of foodstuffs, especially vegetables and fruits in the unit is still far from expectations. Berdasarkan kedudukan KBU berada pada ketinggian 750 m dpl ke atas dan merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dan merupakan daerah resapan air untuk daerah bawahannya khususnya Kota Bandung, maka sejak tahun 1982 melalui SK Gubernur Jawa Barat No. 181/1982 tentang Peruntukan Lahan di Wilayah Inti Bandung Raya Bagian Utara, dari seluas 38.800 ha telah ditetapkan sebesar 68,69% sebagai kawasan lindung dan sisanya 31,31% sebagai kawasan budidaya. Kemudian berdasarkan RUTR Kawasan Bandung Utara Tahun 1998 telah ditetapkan kawasan lindung sebesar 72,44% dan sisanya sebesar 17,56% sebagai kawasan budidaya. Sedangkan berdasarkan kajian oleh Dinas Tata Ruang dan Permukiman Propinsi Jawa Barat (2004) dalam menyesuaikan dengan Perda No.2 Tahun 2003, menunjukkan bahwa kawasan konservasi potensial sangat tinggi dan tinggi mencapai 87% dari luas KBU. Karena kondisi dewasa ini di KBU telah berkembang pusat-pusat pertumbuhan, maka dalam mencegah terjadinya perubahan guna lahan di KBU, selain penegakan peraturan (law enforcement), juga memerlukan mekanisme ekonomi melalui pemberian kompensasi atas perbedaan harga jual tanah dengan nilai harapan tanahnya atau mengganti atas hilangnya keuntungan akibat mempertahankan lahannya ditanami pohon. Model insentif yang menjadi alternatif pilihan adalah model PDR melalui pembelian hak membangun senilai selisih harga jual tanah pertanian setempat dengan NHT lahan pertanian, dan model PES melalui pemberian sewa penanaman pohon dalam jangka waktu tertentu sebesar perbedaan NHT lahan hutan dengan NHT optimumnya. Sebagai ukuran efektivitas penerapan PDR dan PES adalah surplus manfaat hidrologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas penerapan PDR di KBU hanya jika diterapkan di zona rural area dan rural fringe. Dari seluas 7.452 ha lahan pertanian di zona rural fringe memerlukan PDR sebesar Rp2T dengan perolehan manfaat hidrologis sebesar Rp2,3T, sehingga secara efektif vi mendapatkan kelebihan surplus manfaat hidrologis atas PDR yang dikeluarkan sebesar Rp320M. Kemudian dari 6.565 ha lahan pertanian di zona rural area memerlukan PDR sebesar Rp457M, dengan perolehan manfaat hidrologis sebesar Rp2,7T, secara efektif mendapatkan kelebihan surplus manfaat hidrologis sebesar Rp2,2T. Sementara penerapan PDR dan PES di zona urban area, urban fringe dan urral fringe, menunjukkan sudah tidak efektif.
Collections
- DT - Forestry [347]