Concept of community empowerment as land conflict resolution at The National Park of Mount of Halimun-Salak
Strategi pemberdayaan masyarakat dalam penyelesaian konflik lahan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak
dc.contributor.advisor | Kusmana, Cecep | |
dc.contributor.advisor | Basuni, Sambas | |
dc.contributor.advisor | Munandar, Aris | |
dc.contributor.advisor | Ramdan, Hikmat | |
dc.contributor.author | Kurniawan, Windra | |
dc.date.accessioned | 2012-04-20T03:47:40Z | |
dc.date.available | 2012-04-20T03:47:40Z | |
dc.date.issued | 2012 | |
dc.identifier.uri | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/54273 | |
dc.description.abstract | Gunung Halimun Salak National Park (TNGHS) is a conservation area in West Java and Banten Provinces, has an important role in supporting community life and protecting surrounding ecosystems. One of crucial issues in the management of sustainable TNGHS are land use conflicts associated with spatial policies of the surrounding regencies and community land uses within the national park. The purpose of this research are : (a) to analyze problems of spatial planning of surrounding regencies with the national park zones; (b) to analyse institutions of management and use of TNGHS’s resources; and (c) to formulate the concept of community empowerment in resolving land use conflicts in the region of TNGHS. The discrepancy between the spatial plan of Lebak, Bogor, and Sukabumi as regencies surrounding the national park and the TNGHS zones has potential conflicts in landuses. Due to unsyncronized landuse between the TNGHS and the spatial plan of surrounding regencies has impacts to communities who live in the TNGHS. The local regencies legally are not be budgeted to supports their communities although the area which people lived is still pointed as economic regions according to the regency spatial planning. Recommendation to resolve land conflicts in the TNGHS are : (a) to harmonize TNGHS zone with the regencie spatial plan around the park; and (b) to perform community empowerment that will encourage the development potential of national parks in accordance with its function as a conservation area.The concept of community empowerment is the empowerment of communities that can be developed collaboratively conducted in zones that allow limited economic activity. The pattern of collaboration will be effective if conflict spatial policy between the Ministry of Forestry and the three regencies could be solved. | en |
dc.description.abstract | Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam. Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang berada di Provinsi Jawa Barat merupakan taman nasional yang memberikan nilai manfaat bagi kehidupan masyarakat dan perlindungan ekosistem di sekitarnya. Salah satu permasalahan dalam pengelolaan TNGHS adalah masih adanya potensi konflik pemanfaatan lahan oleh masyarakat dan kebijakan tata ruang kabupaten di sekitar TNGHS dengan zonasi kawasan TNGHS. Penelitian ini bertujuan untuk : (a) menganalisis permasalahan tataruang wilayah kabupaten dengan kawasan TNGHS; (b) menganalisis kelembagaan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya TNGHS; serta (c) merumuskan konsep pemberdayaan masyarakat dalam menyelesaikan konflik pemanfaatan lahan di kawasan TNGHS. Analisis spasial konflik ruang dan pemanfaatan lahan dalam kawasan TNGHS yang dilakukan difokuskan untuk menganalisis seberapa luas ketidaksesuaian antara tata ruang Kabupaten Lebak, Bogor, dan Sukabumi dengan batas dan zonasi TNGHS. Kebijakan tata ruang Kabupaten Lebak, Bogor, dan Sukabumi yang ditetapkan menurut RTRWK masing-masing kabupaten dengan kebijakan ruang dalam wilayah kelola TNGHS berpotensi menjadi konflik lahan dalam TNGHS. Tentu saja kondisi ini akan berdampak terhadap kehidupan masyarakat yang ada di dalam TNGHS yang telah lama mendiami kawasan tersebut sebelum kawasan konservasi tersebut ditetapkan dan diperluas. Upaya mengatasi konflik lahan tersebut tentunya tidak dapat dilakukan secara represif karena dapat memicu konflik sosial yang lebih besar, di sisi lain upaya pengelola TNGHS untuk mengelola kawasan tersebut sebagai kawasan konservasi yang berkelanjutan harus tetap dijalankan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan karakteristik sosial dan ekonominya dengan tetap memperhatikan fungsi TNGHS sebagai kawasan konservasi. | id |
dc.publisher | IPB (Bogor Agricultural University) | |
dc.subject | National park | en |
dc.subject | landuse conflict | en |
dc.subject | collaborative empowerment | en |
dc.title | Concept of community empowerment as land conflict resolution at The National Park of Mount of Halimun-Salak | en |
dc.title | Strategi pemberdayaan masyarakat dalam penyelesaian konflik lahan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak | id |
dc.date.updated | 2013-01-10 aat atnah National park landuse conflict collaborative empowerment conservation area bogor jawa barat Taman Nasional Gunung Halimun Salak Community Empowerment Land Conflict Resolution | |
dc.subject.keyword | National park | |
dc.subject.keyword | landuse conflict | |
dc.subject.keyword | collaborative empowerment | |
dc.subject.keyword | conservation area | |
dc.subject.keyword | Bogor | |
dc.subject.keyword | jawa barat | |
dc.subject.keyword | Taman Nasional Gunung Halimun Salak | |
dc.subject.keyword | Community Empowerment | |
dc.subject.keyword | Land Conflict Resolution |