dc.description.abstract | Industri perkayuan sudah sejak lama mengalami kekurangan baban baku kayu. Situasi semakin parah ketika pasokan kayu legal dari hutan alam semakin berkurang dari tahun ke tahun sementara kapasitas terpasang industri perkayuan yang ada sudah sangat besar. Di lain pihak, pembangunan hutan tanaman industri ternyata tidak berhasil dan kurang terintegrasi dengan industri perkayuan yang ada. Hanya sepertiga dari lahan yang dialokasikan untuk pembangunan hutan tanaman dapat direalisasikan. Apabila kesenjangan yang besar antara kebutuhan bahan baku kayu untuk industri dan pasokan kayu yang lestari disertai dengan rendahnya efisiensi industri terus berlangsung, pembalakan liar akan semakin marak, kerusakan lingkungan seperti deforestasi dan degradasi hutan semakin parah, serta pendapatan pemerintah pun semakin berkurang. Konsekuensi ini sangat menguatirkan. Untuk itu, perlu suatu usaha terpadu untuk merubah kondisi tersebut dimasa depan. Salah satu dari usaha itu adalah percepatan pembangunan hutan tanaman, baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun oleh rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai tegakan (stumpage value) Eucalyptus spp yang ditanam rakyat sebagai bahan baku pulp. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2006-Juni 2006 di hutan tanaman rakyat pola kemitraan yang dikembangkan oleh PT Toba Pulp Lestari, Porsea, Sumatera Utara. Pengukuran dan perhitungan waktu kerja dan biaya dilakukan terhadap setiap tahap kegiatan pembangunan hutan rakyat. Besarnya biaya pembangunan hutan rakyat disertai informasi mengenai besarnya biaya produksi pulp kemudian digunakan untuk menentukan besarnya nilai tegakan dengan menggunakan teknik residual approach (Klemperer 1996). Nilai tegakan yang diperoleh akhirnya digunakan untuk menentukan besarnya Nilai Lahan (soil expectation value) dengan menggunakan Faustman 's formula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan harga konstan tahun 2003: biaya total pembangunan hutan tanaman rakyat adalah Rp 9.06 juta per ha; biaya produksi pulp adalah Rp 842.000 per ton pulp; nilai tegakan adalah Rp 448.800/M3; dan nilai lahan sebesar Rp 66.459.700 juta per ha. Nilai tegakan hasil penelitian ini jauh di atas nilai yang diterima oleh masyarakat pemilik lahan yang hanya mendapat 40% dari hasil kayunya dengan harga jual yang ditetapkan oleh Gubernur Sumatra Utara. Nilai lahan hutan tanaman rakyat ini jelas lebih besar daripada nilai lahan rakyat yang saat ini dibiarkan begitu saja (tidak produktif). Walaupun demikian, usaha pembangunan hutan tanaman rakyat yang dikembangkan oleh PT Toba Pulp Lestari akan lebih berhasil apabila perusahaan dapat meningkatkan nilai kayu yang diterima oleh masyarakat pemilik lahan. | en |