Distribusi Sel Insulin Pankreas pada Tikus Hiperglikemia yang Diberi Diet Tempe
Abstract
Menurut data World Health Organization (WHO), Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes melitus di dunia. Pada tahun 2000 terdapat sekitar 5.6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30% yang datang berobat teratur. Komplikasi diabetes melitus terjadi pada semua organ dalam tubuh yang dialiri pembuluh darah kecil dan besar dengan penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat gagal ginjal. Selain kematian, diabetes melitus juga menyebabkan kecacatan. Sebanyak 30% penderita diabetes melitus mengalami kebutaan akibat komplikasi retinopati dan 10% harus menjalani amputasi tungkai kaki. Pola hidup yang sehat dengan makanan yang terkontrol dapat menekan munculnya penyakit diabetes melitus. Selain sayuran dan buah, tempe juga merupakan makanan sumber protein nabati yang memiliki komposisi asam amino yang tinggi. Badan kesehatan dunia (WHO) bahkan mengakui bahwa tempe sebagai makanan berkhasiat yang dapat mencegah dan mengatasi berbagai penyakit. Hal inilah yang menjadi dasar peneliti untuk mengetahui tentang pengaruh diet tempe terhadap distribusi sel insulin pankreas pada tikus yang menderita diabetes melitus setelah diinduksi dengan steptozotocin (STZ). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian diet tempe terhadap distribusi sel insulin pankreas pada keadaan hiperglikemia dari tikus model diabetes dengan induksi streptozotocin (STZ). Sebanyak 12 ekor tikus jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague-Dawley berumur 8 minggu digunakan pada penelitian ini. Tikus dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu K1 (kontrol), K2 (diinduksi STZ), T1 (diinduksi STZ dan diberi diet tempe mengandung arginin 1.4%) dan T2 (diinduksi STZ dan diberi diet tempe mengandung arginin 1.6%). Pada hari ke-7 pasca induksi STZ dilakukan pemberian diet tempe setiap hari sampai hari ke-21. Pada hari ke 21 pasca pemberian STZ dilakukan nekropsi, dilanjutkan dengan pembuatan preparat histopatatologi. Evaluasi histopatologi dilakukan terhadap perubahan dan populasi sel endokrin pankreas di dalam pulau Langerhans menggunakan pewarnaan hematoksilin dan eosin (HE) serta pewarnaan imunohistokimia dengan antibodi anti insulin. Hasil pengamatan histopatologis pada K1 terlihat adanya keteraturan susunan sel endokrin yang menyebar memenuhi pulau Langerhans dengan ukuran sel yang seragam dan bentuk sitoplasma terlihat proporsional terhadap besar inti serta tidak mengalami perubahan (normal). Sedangkan pada K2 menunjukkan adanya lesio pada pulau Langerhans berupa degenerasi sel-sel endokrin, dan beberapa sel menunjukkan nekrosa. Gambaran histopatologis menunjukkan perubahan morfologi pankreas pada T1 yang tidak berbeda nyata dengan K1. Perbedaan yang nyata terjadi pada T1 terhadap K2 dan T2 terhadap K1, tetapi T2 tidak berbeda nyata dengan K2. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian diet tempe mampu memperbaiki lesio sel endokrin khususnya sel beta akibat induksi STZ, sehingga sekresi insulin dapat ditingkatkan. Pengamatan dengan imunohistokimia dilakukan secara deskriptif dengan melihat populasi dan tampilan kadar reaksi Ag dan Ab sel beta yang mengalami perubahan. Reaksi positif keberadaan insulin pada sel-sel beta ditunjukkan dengan perubahan yang berwarna coklat pada sel-sel tersebut. Distribusi sel beta pada K2 lebih sedikit jika dibandingkan dengan K1, sesuai dengan hasil pewarnaan HE bahwa sebagian besar sel-sel beta mengalami degenerasi-nekrosa setelah pemberian STZ. Perusakan STZ terhadap sel beta mengakibatkan sel mengalami apoptosis bahkan sampai nekrosis, sehingga proses biosintesis dan sekresi insulin terhambat. Pemberian diet tempe T1 mampu meningkatkan persentase distribusi sel beta yang aktif menghasilkan insulin. Jumlah sel beta yang menunjukkan reaksi positif merupakan indikasi aktifitas sekresi insulin yang dihasilkan. Sekresi insulin pada T1 meningkat mendekati K1, sedangkan pada T2 meningkat mendekati K2. Penurunan jumlah sekresi insulin oleh sel beta bisa disebabkan oleh degenerasi sel beta sehingga mengakibatkan penurunan fungsi dari sel beta yang akan mempengaruhi produksi sekresi insulin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian diet tempe dapat memperbaiki degenerasi dan nekrosa sel endokrin pankreas yang terjadi pada tikus model diabetes. Evaluasi dengan metode imunohistokimia menunjukkan bahwa pemberian diet tempe dapat meningkatkan populasi sel insulin pankreas. Kata kunci : pankreas, insulin, hiperglikemia, tempe.