Show simple item record

dc.contributor.authorNoor, Sahzinan Mohd.
dc.date.accessioned2010-05-19T01:54:21Z
dc.date.available2010-05-19T01:54:21Z
dc.date.issued2001
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/22974
dc.description.abstractPenelitian ten tang kaji banding penggunaan prostaglandin F2u (PGF2u) antara aplikasi intraovari (i.o.) dan intramuskuler (i.m.) pada ternak sapi telah dilakukan di peternakan rakyat, perusahaan peternakan sapi dan Bagian Reproduksi dan Kebidanan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB). Peternakan yang dipakai diantaranya, peternakan sapi potong di satuan kawasan pemukiman transmigrasi Pasir Pengairan, Riau pada bulan Oktober 1999 dan di Elora Jawa Tengah yaitu pada bulan Mei 2000. Peternakan rakyat yang memelihara sapi perah yaitu di daerah kerja Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Bandung Jawa Barat pada bulan Desember 2000 dan Januari 2001. Selain itu juga dilakukan di PT Taurus Dairy Farm, Cicurug-Sukabumi, Jawa Barat pada bulan November dan Desember 2000. Tujuan penelitian ini adalah untuk I) menentukan efektivitas aplikasi prostaglandin F2u melalui administrasi i.o., 2) menentukan aplikasi yang paling efektif antara aplikasi prostaglandin F2u Lm., atau i.o., 3) menentukan efektivitas aplikasi prostaglandin F2u i.o., pada sapi perah dan sapi potong dan 4) menentukan metode penyingkiran corpus luteum (CL) yang sederhana dan ekonomis dengan penggunaan penyuntikan prostaglandin F2 u. Kecepatan timbulnya estrus (onset estrus) adalah jarak waktu pemberian prostaglandin F2u dengan awal penampakan estrus. Onset estrus dianalisis dengan menggunakan anal isis rancangan acak lengkap (RAL) pol a faktorial 2 x 2 yang terdiri atas dua faktor yaitu faktor rute aplikasi penyuntikan prostaglandin F2u (i.o., atau i.m.) dan faktor tipe bangsa sapi (tipe perah atau tipe potong). Sedang presentase estrus dianalisis menggunakan uji Khi Kuadrat dan onset etrus atau kecepatan timbulnya estrus disidik dengan analisis ragam (Anova) dan perbedaan perlakuan dengan uji T. Sebanyak 52 ekor sapi yang dipakai dalam penelitian ini yang terdiri atas dua tipe bangsa yaitu sapi potong dan sapi perah. Diantaranya empat ekor sapi Bali dan 15 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) sedangkan sapi perah sebanyak 33 ekor Friesien holstein (FH). Sapi dibagi dalam kelompok perlakuan pemberian i.o., dan i.m. Kelompok tersebut dibagi lagi berdasarkan kelompok tipe bangsa sapi yaitu kelompok tipe perah dan tipe potong. Seluruh sapi dibagi dalam empat kelompok dan diberi perlakuan sesuai kelompoknya. Perlakuan penyuntikan prostaglandin F2u melalui rute i.o., dengan dosis 1.5 mg luprostioll0,2 ml sebanyak 11 ekor tipe potong dan 12 ekor tipe perah, sedangkan penyuntikan melalui rute i.m., dengan dosis 15 mg luprostioll2 ml sebanyak lapan ekor tipe potong dan 21 ekor tipe perah. Pengamatan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore selama satu jam, sampai enam hari. Diagnosa fase estrus ditentukan berdasarkan gejala klinis dan diperkuat dengan palpasi per rektal. Pemberian prostaglandin F2a melalui i.o., memberikan respon terjadinya onset estrus pada sapi tipe perah yakni tiga ekor (25%) pada jam ke-24 sampai jam ke-48, enam ekor (50%) pada jam ke-48 sampai jam ke-n, dua ekor (16,7%) pada jam ken sampai jam ke-96 dan satu ekor (8,3%) tidak mengalami estrus. Sementara itu pada sapi tipe potong menunjukkan onset estms yakni empat ekor (36,4%) pada jam ke-24 sampai jam ke-48, lima ekor (45,5%) padajam ke-48 samapi jam ke-n, satu ekor (9,1%) padajam ke-n sampaijam ke-96 dan satu ekor (9,1%) tidak estrus. Sedangkan pada pemberian prostaglandin F2a dengan cara i.m., pada sapi perah menunjukan onset estms pada jam ke-24 sampai jam ke-48 sebanyak tujuh ekor (33,3%), padajam ke-48 sampaijam ke-n sebanyak 10 ekor (47,6%), padajam ke-n sampai jam ke-96 sebanyak dua ekor (9,5%) dan yang tidak estrus sebanyak dua ekor (9,5%). Dan pada sapi potong menunjukan onset estl1ls pada jam ke-24 sampai jam ke-48 sebanyak dua ekor (25,0%), pada jam ke-48 sampai jam ke-n sebanyak empat ekor (50,0%), padajam ke-n sampai jam ke-96 sebanyak satu ekor (12,5%) dan yang tidak mengalami estrus sebanyak satu ekor (12,5%). Secara umum dapat disimpulkan bahwa ternak sapi potong dan sapi perah memberi respon yang sama baiknya, baik dengan perlakuan penyuntikan prostaglandin F2a melalui i.o., maupun i.m., dengan dosis masing-masing 1,5 mg dan 15 mg. Hasil analisa statistika terhadap presentase estrus menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0.05) antara perlakuan i.o., dan i.m. Dapat dinyatakan bahwa pemberian hormon prostaglandin F2a dengan rute yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap onset estrus.id
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)
dc.titleKaji Banding Penggunaan Prostaglandin F2α (Pgf2α) Antara Aplikasi Intraovari Dan Intramuskuler Pada Ternak Sapiid
dc.typeThesisid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record