Pengembangan Pasta Pati Sagu Jamur Tiram dan Pengaruhnya terhadap Biomarker Lipid Darah Wanita Dewasa Overweight dan Obesitas
Abstract
Wanita dewasa dengan kondisi overweight dan obesitas menghadapi masalah kesehatan yang kompleks yang berkaitan erat dengan gangguan metabolisme, termasuk dislipidemia, peningkatan profil lipid, kadar leptin, dan gangguan aktivitas enzim lipoprotein lipase (LPL). Kondisi ini meningkatkan risiko diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan penyakit degeneratif lain. Salah satu pendekatan preventif yang potensial adalah pengembangan pangan fungsional berbasis bahan lokal. Pati sagu (Metroxylon sp.) mengandung pati resisten yang berpotensi menurunkan glukosa darah dan lipid, sedangkan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) kaya akan serat pangan, ß-glukan dan senyawa fenolik yang berperan dalam perbaikan metabolisme lipid dan peningkatan rasa kenyang. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap utama. Tahap pertama merupakan pengembangan produk pasta berbasis pati sagu yang disubstitusi dengan jamur tiram segar, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat taraf formula dan dua ulangan. Empat formula dikembangkan berdasarkan proporsi pati sagu dan jamur tiram, yaitu 100:0, 70:30, 60:40, dan 50:50. Setiap formula diuji untuk karakteristik fisik, kimia, organoleptik, dan evaluasi sensori menggunakan metode quantitative descriptive analysis (QDA), serta dianalisis kandungan gizinya, khususnya pati resisten, serat pangan, ß-glukan, dan senyawa fenolik. Produk yang terpilih berdasarkan uji peringkat pada tahap organoleptik kemudian diuji secara mikrobiologis, diikuti dengan prediksi masa simpan pada suhu ruang. Tahap kedua adalah uji intervensi klinis dengan desain Randomized Controlled Trial (RCT), metode simple random, dan single-blind dengan kontrol positif. Uji ini melibatkan 24 wanita dewasa overweight dan obesitas (23 subjek menyelesaikan studi), yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok intervensi yang mengonsumsi pasta pati sagu substitusi jamur tiram (11 orang), dan kelompok kontrol (12 orang) yang mengonsumsi pasta pati sagu tanpa substitusi selama 22 hari sebanyak 63 g yang dikonsumsi 2 kali/hari. Tujuan dari intervensi ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh konsumsi produk terhadap biomarker lipid darah, meliputi lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang terhadap tinggi badan (RLPTB), berat badan, indeks massa tubuh (IMT), komposisi tubuh (persen lemak tubuh dan lemak viseral), profil lipid (kolesterol total, LDL, trigliserida), kadar leptin, dan aktivitas enzim lipoprotein lipase (LPL). Tahap ketiga merupakan pengujian tingkat kenyang (satiety index) dengan rancangan pre-post one group design pada 12 subjek (5 laki-laki dan 7 perempuan) dengan status gizi normal. Pengujian ini bertujuan mengevaluasi respons kenyang setelah konsumsi tiga jenis produk, yaitu pasta pati sagu dengan substitusi jamur tiram (perlakuan), pasta pati sagu tanpa substitusi (kontrol), dan roti sebagai standar pembanding dengan nilai energi setara 240 kkal. Setiap produk dikonsumsi satu kali oleh masing-masing subjek dengan jeda wash out selama tiga hari antar perlakuan untuk menghindari efek sisa. Tingkat kenyang diukur menggunakan Visual Analogue Scale (VAS) pada menit ke-0, 30, 60, 90, 120, dan 180 setelah konsumsi produk. Pengujian ini dilakukan untuk memperoleh hasil yang independen sekaligus membandingkan persentase tingkat kenyang yang dihasilkan oleh masing-masing produk. Formula terbaik diperoleh pada perbandingan pati sagu dan jamur tiram 70:30. Produk terpilih memiliki karakteristik fisik yang baik (elongasi 260,75%, cooking time 10 menit, cooking loss 20,74%, daya serap air 78,54%) serta warna L 49,33; a* 8,25; b* 7,06. Kandungan energi mencapai 388,49 kkal/100 g dengan komposisi karbohidrat 87,61%, protein 8,44%, lemak 0,48%, kadar air 10,98%, dan abu 3,47%. Produk ini juga mengandung serat pangan total 17,08 g, pati resisten 15,68 g, ß-glukan 2,94 g, dan senyawa fenolik 125,9 mg per 100 g. Selama intervensi, kelompok perlakuan mengonsumsi 126 g pasta per hari selama 22 hari. Asupan ini menyumbang rata-rata 489 kkal energi, 110 g karbohidrat, 10,6 g protein, 0,6 g lemak, 21,5 g serat, 19,7 g pati resisten, 3,7 g ß-glukan, dan 158,6 mg senyawa fenolik. Produk dinyatakan aman secara mikrobiologis, dapat diterima secara organoleptik (skor keseluruhan 5,40), unggul dalam profil sensori berdasarkan QDA, serta stabil hingga 11 bulan pada suhu ruang. Intervensi klinis pada kelompok perlakuan menghasilkan penurunan yang signifikan pada berat badan, IMT, persentase lemak tubuh, lemak viseral, dan kolesterol total dibandingkan kelompok kontrol (p < 0,05). Parameter lain, termasuk lingkar pinggang, RLPTB, LDL, dan leptin, menunjukkan arah perbaikan yang konsisten pada kelompok perlakuan dibandingkan kontrol, meskipun tidak mencapai signifikansi statistik, sedangkan trigliserida dan LPL tidak berbeda nyata. Uji satiety index, yang dilakukan pada subjek dengan status gizi normal berbeda dari kelompok intervensi utama, menunjukkan bahwa pasta pati sagu substitusi jamur tiram memberikan rasa kenyang lebih lama dibanding pasta kontrol dan roti standar (p < 0,05), memperkuat bukti bahwa produk ini berpengaruh terhadap regulasi nafsu makan. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pasta berbahan dasar pati sagu dan jamur tiram berpotensi memperbaiki biomarker lipid darah serta status gizi pada individu dengan overweight dan obesitas. Sementara itu, pada individu dengan status gizi normal, konsumsi pasta tersebut meningkatkan rasa kenyang secara signifikan. Kombinasi efek ini menunjukkan potensi produk sebagai pangan fungsional lokal yang mendukung pengendalian berat badan dan pencegahan penyakit degeneratif di masa mendatang. Adult women with overweight and obesity face complex health challenges closely associated with metabolic disturbances, including dyslipidemia, elevated lipid profiles, increased leptin levels, and impaired lipoprotein lipase (LPL) activity. These conditions increase the risk of type 2 diabetes, cardiovascular diseases, and other degenerative disorders. One potential preventive approach is the development of functional foods based on local ingredients. Sago starch (Metroxylon sp.) contains resistant starch that may help lower blood glucose and lipid levels, while oyster mushrooms (Pleurotus ostreatus) are rich in dietary fiber, ß-glucans, and phenolic compounds, which contribute to improved lipid metabolism and enhanced satiety. This study was conducted in three main stages. The first stage involved the development of sago starch-based pasta substituted with fresh oyster mushrooms, using a completely randomized design (CRD) with four formula levels and two replications. The four formulas were developed based on the proportions of sago starch to oyster mushrooms, namely 100:0, 70:30, 60:40, and 50:50. Each formula was evaluated for physical, chemical, and organoleptic characteristics, as well as sensory assessment using the quantitative descriptive analysis (QDA) method, and analyzed for nutritional content, particularly resistant starch, dietary fiber, ß-glucans, and phenolic compounds. The selected product, based on ranking from the organoleptic evaluation, was subsequently subjected to microbiological testing, followed by a prediction of its shelf life at room temperature. The second stage was a randomized controlled trial (RCT) with simple randomization and a single-blind method. Twenty-four overweight and obese adult women participated (23 completed), divided into an intervention group (11 subjects) consuming sago starch–oyster mushroom pasta, and a control group (12 subjects) consuming sago starch pasta. Both groups consumed 63 g twice daily (126 g/day) for 22 consecutive days. Biomarkers measured included waist circumference, waist-to-height ratio (WHtR), body weight, body mass index (BMI), body composition, lipid profile, leptin, and LPL activity. The third stage assessed satiety (satiety index) using a pre-post one group design with 12 subjects (5 men and 7 women) of normal nutritional status. Each subject consumed three products: intervention pasta, control pasta, and bread (240 kcal, reference food), with a three-day washout between tests. Satiety was measured using the Visual Analogue Scale (VAS) at 0, 30, 60, 90, 120, and 180 minutes after consumption. The best formulation (70:30) showed favorable physical characteristics, including elongation 260.75%, cooking time 10 minutes, cooking loss 20.74%, water absorption 78.54%, and color values L* 49.33, a* 8.25, b* 7.06. Its nutritional composition per 100 g was 388.49 kcal, 87.61% carbohydrate, 8.44% protein, 0.48% fat, 10.98% moisture, and 3.47% ash. Functional components included 17.08 g dietary fiber, 15.68 g resistant starch, 2.94 g ß-glucan, and 125.9 mg phenolic compounds. During the intervention, the treatment group consumed 126 g of pasta per day for 22 days. This intake contributed on average 489 kcal energy, 110 g carbohydrate, 10.6 g protein, 0.6 g fat, 21.5 g dietary fiber, 19.7 g resistant starch, 3.7 g ß-glucan, and 158.6 mg phenolic compounds. The product was microbiologically safe, organoleptically acceptable (overall score 5.40), superior in sensory profile based on QDA, and stable for up to 11 months at room temperature. The clinical intervention in the treatment group resulted in significant reductions in body weight, BMI, body fat percentage, visceral fat, and total cholesterol compared to the control group (p < 0.05). Other parameters, including waist circumference, RLPTB, LDL, and leptin, showed a consistent trend of improvement in the treatment group compared to the control, although they did not reach statistical significance, whereas triglycerides and LPL showed no significant differences. The satiety index test, conducted in a separate group of normal-weight subjects from the main intervention, demonstrated that the sago starch pasta substituted with oyster mushroom produced a longer-lasting feeling of fullness compared to the control pasta and standard bread (p < 0.05), reinforcing evidence that the product influences appetite regulation. The findings of this study indicate that pasta made from sago starch and oyster mushrooms has the potential to improve blood lipid biomarkers and nutritional status in individuals with overweight and obesity. Meanwhile, in individuals with normal nutritional status, consumption of the pasta significantly increased satiety scores. This combination of effects highlights the potential of the product as a local functional food that supports weight management and the prevention of degenerative diseases in the future.
Collections
- DT - Human Ecology [616]
