Desain dan Konstruksi Jaring Insang untuk Mewujudkan Perikanan Tangkap Berkelanjutan di Danau Sidenreng
Date
2025Author
Hasrianti
Puspito, Gondo
Iskandar, Budhi Hascaryo
Imron, Mohammad
Mawardi, Wazir
Metadata
Show full item recordAbstract
Danau Sidenreng yang terletak di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, merupakan salah satu perairan darat yang penting bagi aktivitas perikanan tangkap masyarakat setempat. Permasalahannya adalah keberlanjutan sumber daya ikannya dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan, terutama jika ditinjau dari aspek ekologi dan teknologi. Salah satu penyebab utamanya adalah penggunaan alat tangkap yang kurang selektif, khususnya jaring insang yang digunakan secara intensif oleh nelayan. Jaring yang digunakan memiliki ukuran mata yang relatif kecil yaitu 3 cm, 4 cm, dan 5 cm dengan rasio penggantungan primer E1 = 26% atau tergolong rendah, sehingga seluruh ukuran dan jenis ikan
dapat tertangkap tanpa terkecuali, termasuk ikan-ikan yang belum layak tangkap. Aktivitas penangkapannya juga dilakukan sepenuh hari dan hampir tanpa jeda sepanjang tahun yang menyebabkan tekanan tinggi terhadap populasi ikan. Ledakan populasi ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys sp.) yang bersifat invasif turut memperparah kondisi ekosistem dan mengancam keberlanjutan hasil tangkapan. Oleh karenanya, upaya modifikasi alat tangkap, baik jaring insang dasar maupun jaring insang permukaan, dan pengaturan waktu penangkapan sebagai strategi untuk mewujudkan perikanan yang berkelanjutan di Danau Sidenreng sangat diperlukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modifikasi jaring insang dasar yang ditujukan untuk menangkap ikan sapu-sapu terbukti sangat efektif. Hasil tangkapan didominasi oleh ikan sapu-sapu yang tertangkap pada ketinggian jaring kurang dari 50 cm dari dasar perairan. Ukuran mata jaring 2,5 dan 3,5” teruji paling efektif dalam menangkap ikan sapu-sapu. Adapun modifikasi jaring insang permukaan menunjukkan hasil tangkapan yang lebih efektif dalam menangkap ikan nila (Oreochromis niloticus) dibandingkan jaring insang kontrol, dan lebih selektif terhadap ikan tawes (Barbonymus gonionotus), terutama pada ukuran mata jaring yang lebih kecil. Semakin besar ukuran mata jaring yang digunakan, maka jumlah ikan yang tertangkap cenderung semakin menurun. Ukuran rata-rata ikan yang tertangkap oleh jaring insang dengan ukuran mata kecil 2” dan 2,5” masih berada di bawah ukuran pertama kali matang gonad, atau mengindikasikan bahwa sebagian besar ikan tertangkap sebelum mencapai usia reproduktif. Dengan demikian ukuran mata jaring insang yang direkomendasikan untuk menangkap ikan nila dan ikan tawes layak tangkap masing-masing adalah >3,5” dan 2,5”. Hasil analisis uji perbedaan waktu penangkapan antara siang dan malam hari, baik terhadap jumlah hasil tangkapan ikan nila maupun ikan tawes, tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Perbedaannya hanya terdapat pada jenis hasil tangkapannya, yaitu ikan nila lebih dominan tertangkap pada siang hari, sedangkan ikan tawes lebih banyak tertangkap pada malam hari. Strategi pengelolaan perikanan di Danau Sidenreng disusun berdasarkan integrasi pendekatan teknis, ekologi, dan temporal. Pendekatan teknis dilakukan melalui penerapan ukuran mata jaring yang selektif sesuai ukuran matang gonad ikan target serta standarisasi konstruksi jaring insang yang efisien dan ramah lingkungan. Pendekatan ekologi diarahkan pada pengendalian populasi ikan sapu-sapu sebagai spesies invasif melalui penangkapan intensif menggunakan jaring dasar berukuran mata 2,5–3,5”, yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan atau produk olahan konsumsi. Pendekatan temporal diterapkan melalui pengaturan waktu operasi penangkapan berdasarkan perilaku harian ikan, di mana ikan nila ditangkap pada siang hari dan ikan tawes pada malam hari untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi tekanan terhadap stok ikan. Strategi pengelolaan juga menekankan pentingnya penguatan kelembagaan nelayan, sosialisasi praktik perikanan ramah lingkungan, dan kolaborasi antara pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan masyarakat nelayan. Penerapan strategi terpadu diharapkan dapat menciptakan keseimbangan antara produktivitas perikanan dan kelestarian ekosistem serta menjadi model pengelolaan
perairan darat yang berkelanjutan di Indonesia. Lake Sidenreng, located in Sidenreng Rappang Regency, South Sulawesi, is one of the important inland waters supporting local community fisheries. However, the sustainability of its fish resources has declined in recent years, especially when viewed from ecological and technological aspects. One of the main causes is the use of non-selective fishing gear, particularly gill nets, which are intensively used by local fishers. These nets have relatively small mesh sizes—3 cm, 4 cm, and 5 cm—with a primary hanging ratio (E1) of 26%, which is considered low. As a result, all sizes and species of fish can be caught indiscriminately, including those that are not yet of harvestable size. Fishing activities are conducted continuously throughout the day and almost year-round without pause, leading to intense pressure on fish populations. The explosion of the invasive suckermouth catfish (Pterygoplichthys sp.) population has further worsened the ecosystem condition and threatens the sustainability of fish catches. Therefore, efforts to modify fishing gear—both bottom-set and surface-set gill nets—and to regulate fishing time are essential strategies to achieve sustainable fisheries in Lake Sidenreng. Research results show that modifications to bottom-set gill nets aimed at catching suckermouth catfish are highly effective. A total of 288 individuals, or 93.5% of the total catch, consisted of suckermouth catfish, most of which were caught at net heights less than 50 cm from the lakebed. Mesh sizes of 2.5” and 3.5” were found to be the most effective for capturing this species. Meanwhile, modifications to surface-set gill nets yielded more effective catches of tilapia compared to control nets, and showed greater selectivity for silver barb (Barbonymus gonionotus), especially when using smaller mesh sizes. The larger the mesh size used, the fewer the number of fish caught. The average size of fish caught with smaller mesh sizes (2” and 2.5”) was still below the size at first sexual maturity, indicating that most of the fish were caught before reaching reproductive age. Therefore, the recommended gill net mesh sizes for capturing harvestable-sized Nile tilapia and Silver barb are >3,5” and 2,5”, respectively. The analysis of fishing time differences between day and night, in terms of the number of Nile tilapia and silver barb caught, showed no significant effect. The difference lay only in the species composition of the catch: Nile tilapia were more dominant during daytime fishing, while silver barb were more frequently caught at night. The fisheries management strategy in Lake Sidenreng is formulated based on the integration of technical, ecological, and temporal approaches. The technical approach is implemented through the application of selective mesh sizes that correspond to the first maturity size of the target fish species, along with the standardization of gillnet construction to ensure efficiency and environmental sustainability. The ecological approach focuses on controlling the population of the invasive species Pterygoplichthys sp. through intensive fishing using bottom-set gillnets with mesh sizes of 2.5–3.5 inches, the catch of which can be utilized as raw material for animal feed or processed food products. The temporal approach involves regulating fishing operations according to the daily activity patterns of fish, where Nile tilapia (Oreochromis niloticus) are caught during the day and silver barb (Barbonymus gonionotus) at night, to improve efficiency and reduce pressure on fish stocks. The management strategy also emphasizes the importance of strengthening fishermen’s organizations, promoting environmentally friendly fishing practices, and fostering collaboration among local governments, universities, and fishing communities. The implementation of this integrated strategy is expected to create a balance between fishery productivity and ecosystem sustainability, serving as a model for sustainable inland fisheries management in Indonesia.
Collections
- DT - Fisheries [767]
