| dc.contributor.advisor | Fauzi, Akhmad | |
| dc.contributor.advisor | Adrianto, Luky | |
| dc.contributor.advisor | Wahyudin, Yudi | |
| dc.contributor.author | Suharyanto | |
| dc.date.accessioned | 2025-12-21T23:47:54Z | |
| dc.date.available | 2025-12-21T23:47:54Z | |
| dc.date.issued | 2025 | |
| dc.identifier.uri | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/171774 | |
| dc.description.abstract | Destinasi wisata Labuan Bajo merupakan salah satu destinasi yang didorong untuk tumbuh dan berkembang menjadi penggerak ekonomi nasional sektor kelautan di wilayah Indonesia bagian tengah. Seperti halnya Bali, sektor pariwisata telah menjadi sektor ekonomi unggulan hingga pada tahun 2024 mampu menyumbang devisa 44% dan menopang PDRB provinsi Bali hingga di angka 42,44%. Sektor pariwisata merupakan sektor ekonomi kelautan yang prospektif ke depan. Estimasi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) bahwa pada tahun 2030 sektor pariwisata akan menjadi sektor yang paling unggul di antara sektor-sektor ekonomi kelautan lainnya, kotribusi ekonomi kelautan global mencapai 26%, sementara sektor minyak dan gas berada di 21%.
Destinasi wisata Labuan Bajo memiliki daya tarik obyek kunjungan wisata jasa lingkungan pesisir pada 128 pulau-pulau kecil; dan biota endemik Komodo yang tidak ada di destinasi wisata lain di Indonesia bahkan di tempat lain di dunia. Pada tahun 1991, UNESCO menobatkan kawasan ini sebagai world heritages, dan pada 2012 dinobatkan menjadi salah satu dari The New 7 Wonders of Nature. Oleh karena obyek wisata tersebut, kunjungan wisata terus meningkat mulai dari 60 ribu pada tahun 2021 hingga 330 ribu wisatawan pada tahun 2024.
Sejak tahun 2019, destinasi ini menyandang status sebagai destinasi wisata super prioritas, dan sejak saat itu dimulai lah pembangunan amenitas secara besar-besaran, seperti: hotel bintang lima, pelabuhan laut, bandara internasional, pelebaran jalan, dan tempat-tempat perbelanjaan. Namun demikian, pembangunan tersebut kurang memperhatikan daya dukung lingkungan juga penerimaan masyarakat lokal. Sebagai akibatnya, saat ini telah menuai berbagai masalah yang mengancam keberlanjutan obyek-obyek alami yang menjadi daya tarik ekowisata.
Hasil-hasil riset terdahulu mengenai destinasi wisata Labuan Bajo telah menunjukkan adanya permasalahan keberlanjutan, misalnya: kelangkaan air bersih dan konflik sosial penggunanya, degradasi ekosistem pesisir dan hilangnya ruang penghidupan nelayan kecil, berkembang permukiman nelayan kumuh, marjinalisasi masyarakat, dan terbatasnya peranserta masyarakat dalam kepariwisataan. Secara jelas terbukti bahwa kebijakan pembangunan saat ini harus ditinjau ulang terkait dengan penerapan prinsip-prinsip ekonomi biru yang digariskan oleh pemerintah.
Atas dasar itu lah, maka penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan model skenario kebijakan ekonomi kelautan berkelanjutan dan prospektif dengan pendekatan partisipatif stakeholder pentaheliks. Hasil penelitian ini sangat penting dan sangat dibutuhkan untuk memberi solusi atas berbagai masalah di destinasi ini yang harus segera direspon, dan untuk acuan destinasi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang bersifat strategis nasional sekaligus untuk kelestarian aset ekowisata.
Pengembangan model diawali dengan melakukan identifikasi variabel-variabel keberlanjutan yang mempengaruhi perubahan sistem destinasi wisata berkelanjutan. Menganalisis hubungan kausal antarvariabel sangat penting dilakukan agar dipahami hubungan kausal saling ketergantungan antarvariabel didalam sistem. Langkah kedua, melakukan pengkajian terhadap probabilitas skenario kebijakan ekonomi kelautan berkelanjutan. Mengetahui peluang skenario kebijakan sangat penting untuk menghadapi kondisi ketidakpastian di masa yang akan datang. Ketidak-pastian bisa disebabkan oleh faktor modal alam dan modal sosial yang sifatnya sangat rentan terhadap pengaruh perubahan lingkungan, atau oleh faktor bencana alam, krisi ekonomi, pandemi, dan sebagainya. Selanjutnya, menganalisis konsistensi skenario kebijakan dilakukan untuk alternatif skenario tidak ada konflik pada kondisi masa depan yang akan dituju. Proses penelitian ini diakhiri dengan perumusan model skenario kebijakan ekonomi biru yang sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang dihadapi saat ini dan adanya peluang yang akan terjadi di masa mendatang. MICMAC digunakan analisis variabel; SMIC-Prob-Expert untuk analisis probabilitas skenario kebijakan, CIB untuk analisis konsistensi skenario kebijakan, dan MULTIPOL digunakan untuk analisis dalam merumuskan jalur kebijakan pada model skenario kebijakan ekonomi biru.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem keberlanjutan pada destinasi ini sangat dipengaruhi oleh variabel tata kelola destinasi, dan output kinerja sistem masih didominasi oleh variabel ekonomi. Sementara itu, variabel sosial dan variabel lingkungan berada dalam posisi kritis. Untuk mengatasi masalah tersebut, hasil analisis probabilitas skenario kebijakan menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan kapasitas tenaga kerja lokal dan perluasan kesempatan kerja, serta kebijakan pengembangan ekonomi kreatif lokal dan peningkatan akses permodalan, dapat menjadi prime mover untuk skenario perbaikan kondisi masa depan yang ingin dituju. Hasil analisis konsistensi skenario menunjukkan apabila kedua kebijakan prime mover tersebut mengintervensi untuk masuk kedalam setiap alternatif skenario, maka dihasilkan 256 skenario dari 5.184 pilihan skenario yang konsisten.
Hasil akhir penelitian ini menyarankan bahwa penerapan skenario ekonomi biru pada destinasi wisata Labuan Bajo dapat dilakukan secara bertahap mulai dari yang paling mudah. Pertama, mengefektifkan kinerja dari kebijakan eksisting yang saat ini telah dijalankan. Kedua, menambahkan pada kebijakan eksisting dengan 1 kebijakan lagi, yaitu kebijakan pengembangan kapasitas tenaga kerja lokal dan perluasan kesempatan kerja (P4). Ketiga, untuk penerapan kebijakan ekonomi biru kuat dilakukan setelah kebijakan eksisting berjalan secara optimal dan kinerjanya dicapai secara efekti, dan disempurnakan dengan mengimplementasikan 3 kebijakan penyempurna skenario ekonomi biru, yaitu: (1) kebijakan pengembangan ekonomi kreatif lokal dan peningkatan akses permodalan (P2); (2) Pengembangan infrastruktur dan pengembangan teknologi informasi komunikasi mendorong pariwisata dan ekonomi maritim (P1); dan (3) Pengembangan sistem informasi perizinan dan kemudahan investasi usaha (P6).
Saran dari penelitian ini untuk mengimplementasikan model adalah diperlukannya beberapa proses persiapan implementasi mulai dari penyelarasan regulasi antarlembaga yang bersifat sebagai payung acuan strategis hingga regulasi teknis yang menjadi dasar siapa berbuat apa dan kapan dijalankan dengan sumber anggaran dari mana. Mekanisme koordinasi-kolaborasi pentaheliks stakeholder difasilitasi Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores. | |
| dc.description.abstract | Labuan Bajo is one of the destinations being encouraged to grow and develop as a driver of the national marine economy in central Indonesia. Like Bali, tourism has become a leading economic sector, contributing 44% of foreign exchange and supporting Bali's GRDP (Gross Regional Domestic Product) to 42.44% by 2024. Tourism is a promising marine economic sector. The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) estimates that by 2030, tourism will be the leading sector among other marine economic sectors, contributing 26% to the global marine economy, while the oil and gas sector will contribute 21%.
Labuan Bajo offers attractive coastal environmental services on 128 small islands; and the endemic Komodo dragon, a species found nowhere else in Indonesia or even anywhere else in the world. In 1991, UNESCO designated this area as a World Heritage Site, and in 2012, it was named one of the New 7 Wonders of Nature. Thanks to these attractions, tourist visits have steadily increased, from 60,000 in 2021 to 330,000 in 2024.
Since 2019, this destination has held super-priority tourism status, and since then, large-scale development of amenities has begun, such as five-star hotels, a seaport, an international airport, road widening, and shopping malls. However, this development has neglected environmental sustainability and the acceptance of the local community. As a result, various problems have emerged that threaten the sustainability of the natural attractions that serve as ecotourism attractions.
Previous research on the Labuan Bajo tourist destination has demonstrated sustainability issues, such as clean water scarcity and social conflicts among its users, coastal ecosystem degradation and loss of livelihoods for small-scale fishermen, the growth of slum fishing settlements, community marginalization, and limited community participation in tourism. This clearly demonstrates the need to review current development policies in light of the implementation of the blue economy principles outlined by the government.
Based on this, this research was conducted to develop a model for a sustainable and prospective marine economic policy scenario using a pentahelix stakeholder participatory approach. The results of this research are crucial and urgently needed to provide solutions to the various problems in this destination that require immediate responses, and to serve as a reference for the destination as a center for national strategic economic growth and for the preservation of ecotourism assets.
Model development begins with identifying sustainability variables that influence changes in the sustainable tourism destination system. Analyzing the causal relationships between variables is crucial to understand the causal interdependencies within the system. The second step is to assess the probability of sustainable marine economic policy scenarios. Understanding policy scenario opportunities is crucial for addressing future uncertainty. Uncertainty can be caused by natural and social capital factors, which are highly vulnerable to environmental changes, or by natural disasters, economic crises, pandemics, and so on. Furthermore, a policy scenario consistency analysis is conducted to identify alternative scenarios that offer no conflict in the desired future. This research concludes with the formulation of a blue economy policy scenario model that aligns with current conditions and challenges, as well as future opportunities. MICMAC is used for variable analysis; SMIC-Prob-Expert for probability analysis of policy scenarios, CIB for consistency analysis of policy scenarios, and MULTIPOL for analysis in formulating policy pathways within the blue economy policy scenario model.
The research results indicate that the sustainability system at this destination is heavily influenced by destination governance variables, and system performance output is still dominated by economic variables. Meanwhile, social and environmental variables are critical. To address this issue, policies to increase local workforce capacity and expand employment opportunities, as well as policies to develop the local creative economy and increase access to capital, could act as prime movers for the desired future improvement scenario. The scenario consistency analysis showed that if these two prime mover policies were included in each alternative scenario, 256 scenarios out of 5,184 consistent options would be generated.
The final results of this study suggest that the implementation of the blue economy scenario at the Labuan Bajo tourist destination can be implemented in stages, starting with the simplest. First, by streamlining the existing policies. Second, by adding one more policy to the existing policies: local workforce capacity development and job opportunity expansion (P4). Third, the implementation of a strong blue economy policy is carried out after existing policies are running optimally and their performance has been achieved effectively, and is refined by implementing three policies to enhance the blue economy scenario: (1) local creative economy development and increased access to capital (P2); (2) infrastructure development and information and communication technology development to promote tourism and the maritime economy (P1); and (3) development of a licensing information system and ease of business investment (P6).
The research's recommendation for implementing the model is the need for several preparatory processes, starting with the alignment of regulations between institutions that serve as a strategic reference umbrella and technical regulations that form the basis for who will do what and when, and with which funding sources. The Labuan Bajo Flores Tourism Area Management Authority facilitates the pentahelix stakeholder coordination and collaboration mechanism. | |
| dc.description.sponsorship | Peneliti | |
| dc.language.iso | id | |
| dc.publisher | IPB University | id |
| dc.title | Pengembangan Model Skenario Kebijakan Ekonomi Kelautan Berkelanjutan: Studi Kasus Destinasi Wisata Labuan Bajo. | id |
| dc.title.alternative | Development of a Marine Economic Policy Scenario Model: A Case Study of the Labuan Bajo Tourist Destination | |
| dc.type | Disertasi | |
| dc.subject.keyword | policy model | id |