| dc.description.abstract | DAS Citarum Hulu tergolong dalam kategori DAS kritis yang memerlukan upaya pemulihan, terutama akibat peningkatan alih fungsi lahan. Keterbatasan lahan yang tersedia mendorong konversi kawasan hutan dan lahan pertanian untuk mendukung pembangunan wilayah. Luas areal terbangun meningkat secara signifikan dari 4% pada tahun 2000 menjadi 24% pada tahun 2023. Dampak alih fungsi lahan tersebut menyebabkan petani merambah budidaya usahataninya ke wilayah dataran tinggi dan lereng curam. Aktivitas budidaya pada wilayah tersebut berdampak negatif terhadap kualitas lahan, yang ditandai dengan penurunan infiltrasi tanah, meningkatnya limpasan permukaan serta tingginya sensitivitas tanah terhadap erosi. Kondisi ini mencerminkan karakteristik lahan yang telah tergolong sebagai lahan kritis.
Lahan kritis pada sektor pertanian di DAS Citarum Hulu mencapai 26.000 ha, terdiri dari 86% lahan dengan kategori sangat kritis dan 14% termasuk dalam kategori kritis. Keberadaan lahan kritis berdampak langsung pada penurunan fungsi hidrologis DAS. Lahan yang telah tergolong sebagai lahan kritis tidak mampu menyerap air secara optimal, sehingga meningkatkan limpasan permukaan. Akibatnya, banjir terjadi saat musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Kondisi tersebut menimbulkan potensi ketidakseimbangan dalam ketersediaan air. Oleh karena itu, pelestarian sumber daya air perlu difokuskan pada upaya menjaga ketersediaan air dengan tujuan utama mendukung pertanian berkelanjutan, salah satunya melalui strategi konservasi vegetasi.
Tujuan penelitian ini adalah (1) menetapkan lokasi prioritas konservasi vegetasi berdasarkan tingkat kekritisan lahan dan zona agroklimat di wilayah DAS Citarum Hulu; (2) mengkaji keterkaitan lahan kritis dengan ketersediaan air berdasarkan pendekatan neraca air; (3) mengevaluasi dampak konservasi vegetasi pada lahan kritis terhadap perubahan ketersediaan air. Penetapan lokasi prioritas konservasi vegetasi dilakukan berdasarkan tingkat kekritisan lahan yang bersumber dari Pokja Penanganan Lahan Kritis DAS Citarum dan hasil analisis zona agroklimat. Peta lahan kritis ditumpang susun dengan peta zona agroklimat dan dibuat tiga tipe prioritas konservasi vegetasi. Ketersediaan air pada lahan kritis dianalisis menggunakan pendekatan neraca. Pendekatan yang digunakan adalah keseimbangan air dengan asumsi bahwa air yang tersimpan merupakan air yang diterima dikurangi air yang hilang. Air yang diterima berasal dari curah hujan sedangkan air yang hilang adalah aliran permukaan yang dianalisis dengan metode SCS-CN dan evapotranspirasi dengan model CROPWAT 8.0. Skenario konservasi vegetasi disimulasikan agar dapat melihat dampak konservasi vegetasi terhadap perubahan ketersediaan air pada lahan kritis yang dibagi menjadi tiga skenario yaitu konservasi vegetasi secara menyeluruh atau 100%, konservasi vegetasi 80% dan konservasi vegetasi 50%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi prioritas pertama berada pada Sub DAS Citarik, Cikapundung, Cihaur dan Cikeruh. Keberadaan lahan kritis pada wilayah yang memiliki curah hujan rendah dan jumlah bulan kering yang tinggi menjadi perhatian utama karena pengaruhnya terhadap ketersediaan air. Ketersediaan air berkaitan dengan tingkat kekritisan lahan, semakin kritis kondisi suatu lahan maka semakin besar aliran permukaan yang terjadi sehingga semakin kecil jumlah air yang meresap ke dalam lahan tersebut. Ketersediaan air pada kelas kritis di Sub DAS Cikapundung tergolong surplus yaitu sebesar 9,21 mm (Stasiun Mateo) dan 149,47 mm (Stasiun Margahayu), sedangkan pada kelas sangat kritis tergolong surplus dan defisit yaitu sebesar 130,32 mm (Stasiun Dago), -0,04 mm (Stasiun Mateo) dan 145,17 mm (Stasiun Margahayu). Penerapan skenario konservasi vegetasi menunjukkan pola yang konsisten, bahwa semakin luas lahan yang di konservasi vegetasi, maka semakin rendah aliran permukaan yang dihasilkan dan semakin besar tingkat resapan air yang dapat menjadi masukan ketersediaan air. Dengan demikian, penerapan konservasi vegetasi, terutama pada lahan kritis menjadi langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan curah hujan yang rendah.
Kata kunci : ketersediaan air, konservasi vegetasi, lahan kritis, zona agroklimat | |