Show simple item record

dc.contributor.advisorNurmalina, Rita
dc.contributor.advisorHariyadi
dc.contributor.advisorAgustian, Adang
dc.contributor.authorPuspitasari
dc.date.accessioned2025-08-28T02:49:15Z
dc.date.available2025-08-28T02:49:15Z
dc.date.issued2025
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/170728
dc.description.abstractBawang putih merupakan komoditas strategis di Indonesia karena permintaannya yang tinggi dan pengaruhnya terhadap inflasi. Pada 2022, konsumsi rumah tangga mencapai 554,02 ribu ton, sementara produksi domestik hanya 30,52 ribu ton, menyebabkan ketergantungan yang sangat besar pada impor, yang tercatat sebesar 574,64 ribu ton. Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai importir bawang putih terbesar di dunia. Ketergantungan terhadap impor meningkatkan kerentanan Indonesia terhadap gangguan ketahanan pangan. Sejak 2016, pemerintah melaksanakan program pengembangan bawang putih nasional untuk meningkatkan produksi. Meski demikian, capaian produksi cenderung menurun, dari 88,82 ribu ton pada 2019 menjadi 30,52 ribu ton pada 2022. Tantangan utama meliputi keterbatasan lahan sesuai agroekosistem, rendahnya profitabilitas usahatani, fluktuasi harga, ketidakpastian pasar, rendahnya minat petani, dan rendahnya preferensi konsumen. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis status keberlanjutan produksi bawang putih dengan mempertimbangkan lima dimensi keberlanjutan, yaitu ekologi, ekonomi, teknologi, sosial, dan kelembagaan, (2) mengidentifikasi atribut sensitif pengungkit keberlanjutan produksi bawang putih, (3) menyusun dan menganalisis model pengembangan produksi bawang putih berkelanjutan, dan (4) merumuskan strategi dan alternatif kebijakan dalam pengembangan produksi bawang putih berkelanjutan. Kebaruan penelitian ini terletak pada: (1) penilaian tingkat keberlanjutan produksi bawang putih di lima lokasi; (2) identifikasi atribut sensitif dan penyusunan skenario intervensi melalui kombinasi pendekatan MDS dan systems thinking; serta (3) model sistem dinamik yang mencakup dimensi ekologi, ekonomi-teknologi, sosial, dan kelembagaan. Penelitian dilaksanakan di Temanggung, Magelang, Karanganyar, Malang, Lombok Timur, DKI Jakarta, dan Bogor. Indeks dan status keberlanjutan dianalisis dengan Multidimensional Scaling (MDS) menggunakan aplikasi Rapgarlic. Sebanyak 74 responden kunci (penyuluh, produsen benih, pedagang, koordinator kelompok tani, Ditjen Hortikultura, dan peneliti BRIN) dipilih secara purposive untuk memberikan skor keberlanjutan pada MDS, serta mengidentifikasi masalah, penyebab, dan solusi agribisnis bawang putih. Data tersebut digunakan untuk membangun causal loop diagram (CLD) dan mengidentifikasi system archetypes, guna menentukan titik intervensi. Selanjutnya, CLD dikonversi menjadi stock and flow diagram (SFD), dengan tahun simulasi 2024 hingga 2045, sesuai Roadmap Pengembangan Bawang Putih Nasional. Penilaian indeks keberlanjutan produksi bawang putih menghasilkan nilai 63,05, yang menunjukan status cukup berkelanjutan. Dimensi sosial mencatat indeks tertinggi (66,31%), sedangkan dimensi ekonomi yang terendah (55,58%). Validitas hasil MDS dikonfirmasi dengan nilai Stress 0,20 dan R2 97%, nilai menunjukkan bahwa dimensi dan indikator secara akurat mencerminkan kondisi di lapangan. Dimensi ekonomi menunjukkan indeks keberlanjutan terendah, mengindikasikan bahwa produksi bawang putih menghadapi tantangan signifikan dari aspek ini. Hasil analisis Leverage of attributes menunjukan atribut sensitif mencakup ketersediaan air, harga, preferensi pasar, ketersediaan benih berkualitas dan peran lembaga pemasaran. Hasil simulasi sistem dinamik menunjukkan bahwa, seluruh intervensi satu faktor (skenario 1-8) berpotensi meningkatkan luas tanam dan produksi bawang putih, serta menurunkan volume impor. Revitalisasi lembaga pemasaran (skenario 6) memberikan dampak tertinggi pada peningkatan luas tanam dan produksi, serta penurunan impor. Sementara skenario 3, yaitu program perbenihan meningkatkan produktivitas tertinggi. Hasil simulasi kombinasi intervensi (skenario 9-13) menunjukan peningkatan kinerja yang lebih signifikan. Skenario 9 yang berfokus pada intervensi sisi hulu, mencakup pembangunan jaringan irigasi, adopsi Good Agricultural Practices (GAP), penguatan program perbenihan dan penelitian dan pengembangan, menunjukkan kinerja positif dalam meningkatkan luas tanam (232,87%), produksi (277,81%), serta mampu menurunkan impor sebesar 13,13% dibandingkan kondisi dasar. Skenario 10, yang mengintegrasikan Skenario 9 dengan revitalisasi lembaga pemasaran serta peningkatan preferensi pasar, menunjukkan kinerja yang lebih signifikan dengan peningkatan luas tanam sebesar 806,99% dan produksi sebesar 884,04%, disertai penurunan impor hingga 53,63%. Temuan ini menegaskan pentingnya sinergi intervensi hulu dan hilir, dengan penekanan pada penguatan sisi hulu sebagai prioritas utama dalam membangun kapasitas produksi sebelum memperkuat pasar. Selain itu, Skenario 10 juga dinilai relatif lebih mudah untuk diimplementasikan secara efektif. Skenario 11 yang mengintegrasikan skenario 10 dengan intervensi kebijakan wajib tanam importir, menunjukkan peningkatan luas tanam hingga 1004,06%, dan produksi meningkat 1078,16%, serta penurunan impor mencapai 64,35%. Intervensi ini menunjukkan efektivitas pelibatan importir sebagai mitra petani. Skenario 12 yang menggabungkan skenario 9 dengan wajib tanam Importir dan pengembangan kawasan, menunjukkan kinerja yang cukup signifikan terhadap peningkatan luas tanam (457,62%) dan produksi (579,92%), serta menurunkan volume impor (23,41%). Skenario 13, yang merupakan integrasi seluruh intervensi, memberikan hasil paling optimal, yaitu peningkatan luas tanam mencapai 75.051 ha (1.233,037%), dan menghasilkan total produksi 729.117 ton (1.495,33%), dan impor turun hingga 85,89%, yaitu 102.144 ton, dibandingkan kondisi dasar yang mencapai 723.872 ton. Hasil rekomendasi menunjukkan bahwa upaya peningkatan produksi bawang putih lokal memerlukan sinergi lintas sektor melalui serangkaian intervensi yang mencakup: (1) pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi untuk meningkatkan indeks pertanaman; (2) penguatan sistem perbenihan guna menjamin ketersediaan benih unggul; (3) peningkatan adopsi GAP untuk mendorong efisiensi, kualitas, dan keamanan produk; (4) dukungan riset dalam pengembangan bawang putih yang sesuai dengan preferensi dan kebutuhan pasar; (5) promosi keunggulan bawang putih lokal untuk memperkuat preferensi pasar domestik; (6) reformulasi program wajib tanam bagi importir; serta (7) pengembangan kawasan berbasis potensi wilayah yang disertai penguatan kapasitas petani, penyediaan benih unggul, dan dukungan sistem pemasaran.
dc.description.sponsorshipTidak ada
dc.language.isoid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleModel Pengembangan Produksi Bawang Putih Berkelanjutan untuk Memenuhi Kebutuhan Nasional dan Substitusi Imporid
dc.title.alternativeA Sustainable Development Model for Garlic Production to Meet National Demand and Import Substitution
dc.typeDisertasi
dc.subject.keywordpenilaian keberlanjutanid
dc.subject.keywordMultidimensional Scalingid
dc.subject.keywordsystem dynamicid
dc.subject.keywordProduksi bawang putihid
dc.subject.keywordSubstitusi imporid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record