| dc.contributor.advisor | Maharijaya, Awang | |
| dc.contributor.advisor | Sobir | |
| dc.contributor.author | Jannah, Aulia Fitriana Ardhyatul | |
| dc.date.accessioned | 2025-08-26T07:50:24Z | |
| dc.date.available | 2025-08-26T07:50:24Z | |
| dc.date.issued | 2025 | |
| dc.identifier.uri | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/170440 | |
| dc.description.abstract | Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura strategis yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Bawang merah memiliki peran sebagai sumber bahan masakan dan memiliki kandungan khasiat yang baik sebagai obat-obatan tradisional. Manfaat besar pada bawang merah mengakibatkan permintaan terhadap produksi bawang merah terus meningkat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produksi bawang merah, akan tetapi terdapat kendala yaitu serangan patogen disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum. Cendawan Fusarium oxysporum menyebabkan penyakit busuk pangkal batang pada bawang merah dan menurunkan tingkat produksi sebesar 50%. Salah satu upaya strategis jangka panjang untuk mengatasi kendala penyakit busuk pangkal batang adalah melalui program pemuliaan tanaman dengan merakit varietas bawang merah yang tahan terhadap penyakit busuk pangkal batang. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi keragaman genetik bawang merah varietas Bima berdasarkan karakter morfologi dan molekuler, serta menguji genotipe mutan vegetatif generasi satu (M1V1) terhadap ketahanan penyakit busuk pangkal batang pada bawang merah varietas Bima.
Bahan genetik berupa beberapa varietas Bima yang beredar di kalangan petani yaitu Bima Brebes, Bima Crok Kuning, Bima Curut, Bima Jaya, Bima Jokowi, dan Bima Supra. Tahapan awal penelitian adalah melakukan karakterisasi keragaman terhadap enam varietas Bima berdasarkan karakter morfologi dan molekuler. Tahapan kedua adalah melakukan analisis viabilitas polen dan uji daya kecambah biji botani/true shallot seed (TSS) hasil produksi dari penelitian sebelumnya. Tahapan ketiga adalah melakukan induksi mutasi sinar gamma pada beberapa varietas Bima dan menghasilkan genotipe M1V1. Tahapan keempat adalah menguji ketahanan M1V1 terhadap penyakit busuk pangkal batang.
Hasil karakterisasi pada enam varietas Bima pada karakter morfologi membentuk dua klaster kelompok A dan B. Kelompok A terdiri atas Bima Brebes, Bima Curut, dan Bima Jokowi, sementara kelompok B terdiri atas Bima Jaya, Bima Crok Kuning, dan Bima Supra. Analisis koefisien ketidakmiripan berdasarkan karakter morfologi pada enam varietas Bima antara 0,33-0,64. Analisis klaster pada enam varietas Bima berdasarkan karakter molekuler membentuk dua klaster, yaitu kelompok A dan B. Kelompok A terdiri atas Bima Crok Kuning dan Bima Jaya, sementara kelompok B terdiri atas Bima Supra, Bima Jaya, Bima Curut, dan Bima Brebes. Analisis koefisien ketidakmiripan berdasarkan karakter molekuler pada enam varietas Bima, yaitu 0,18-0,62. Analisis multi variate selection index (MVSI) pada enam varietas Bima dilakukan untuk mengetahui prefensi terbaik masyarakat. Hasil analisis MVSI menunjukkan Bima Brebes merupakan varietas yang paling dekat dengan ideotipe ideal yang disukai oleh masyarakat.
Percobaan kedua adalah analisis viabilitas polen dan daya kecambah pada enam varietas Bima. Analisis viabilitas polen untuk mengetahui kemampuan polen melakukan penyerbukan, sementara uji daya kecambah untuk mengetahui mutu dari TSS. Hasil analisis ragam pada analisis viabilitas polen dan daya kecambah menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Nilai viabilitas polen pada bawang merah varietas Bima berkisar antara 38,95-69,36 %. Daya kecambah pada TSS tiga varietas Bima memiliki nilai rendah antara 1,67-15%, sementara pada tiga varietas lain, yaitu Bima Supra, Bima Jaya, dan Bima Crok Kuning tidak berhasil berkecambah. Rendahnya kemampuan daya kecambah pada enam varietas Bima terjadi akibat faktor lingkungan. Cuaca lingkungan pada musim hujan meningkatkan kelembaban tanah dan udara sehingga terjadi peningkatan serangan hama dan penyakit.
Percobaan ketiga adalah melakukan induksi mutasi pada tiga varietas Bima yaitu Bima Brebes, Bima Curut, dan Bima Jokowi. Daya kecambah Bima Jokowi antara 9,94-20,28%, daya kecambah Bima Brebes antara 5,79-10,53%, dan daya kecambah Bima Curut antara 1,14-1,71%. Persentase panen umbi tertinggi pada Bima Jokowi, Bima Brebes, dan Bima Curut diperoleh pada dosis 35 gray berturut-turut memiliki nilai 13,79%, 7,37%, dan 0,86%. Iradiasi sinar gamma memberikan pengaruh bervariasi terhadap enam karakter kuantitatif pada masing-masing varietas. Bima Brebes lebih sensitif terhadap iradiasi ditunjukkan semakin menurun nilai setiap karakter seiring dengan meningkatnya dosis, sementara Bima Jokowi menunjukkan respon pertumbuhan lebih stabil terhadap radiasi. Perlakuan iradiasi sinar gamma menunjukkan pengaruh terhadap keragaman umbi yang fluktuatif. Nilai koefisien keragaman (KK) berkisar antara 5,31-142,99% dengan nilai KK tertinggi yaitu pada karakter bobot umbi.
Percobaan keempat adalah analisis ketahanan mutan varietas Bima terhadap penyakit busuk pangkal batang. Gejala serangan fusarium terjadi pada mutan sejak 3 hari setelah inokulasi (HSI) dan lebih banyak menyerang tanaman-tanaman pembanding dibandingkan mutan. Karakter periode inkubasi penyakit merupakan karakter dengan respon yang berbeda nyata antara genotipe dan pembanding sehingga menjadi salah satu indikator seleksi ketahanan terhadap penyakit busuk pangkal batang. Nilai PCV berkisar antara 6,3% (hari panen) hingga 54,59% (jumlah siung), sedangkan nilai GCV berkisar antara 3,84% (hari panen) hingga 49,97% (jumlah daun). Nilai heritabilitas berkisar antara 31,72 (bobot umbi) hingga 96,78% (jumlah daun) dan nilai kemajuan genetik berkisar antara 4,96 (hari panen) hingga 101,41% (jumlah daun). Karakter ketahanan, yaitu periode inkubasi penyakit berkorelasi positif dengan diameter umbi, panjang daun, dan tinggi tanaman. Kelompok genotipe yang memiliki nilai periode inkubasi penyakit lebih lama dibanding Batu Ijo, diantaranya BJ-35, BJ-55, dan BB-55. Individu genotipe dengan periode inkubasi penyakit lebih lama dari Batu Ijo sebanyak 39 genotipe M1V1. Genotipe tersebut berpotensi untuk dikembangkan sebagai kultivar tahan terhadap penyakit busuk pangkal batang. | |
| dc.description.abstract | Shallot (Allium cepa L.) was one of the strategic horticulture commodities which is widely used by community. Shallot had important roles for source of ingredients and as a traditional medicine. The numerous benefits of shallot have led to continued increase in demand for the production. Various efforts have been made for increase shallot production, but challenges include attacks by Fusarium oxysporum. The fungus caused rot stem disease on shallot and can reduce production to 50%. One of the long-term strategic undartaken to overcome the disease through a plant breeding program by developing shallot varieties that resistant to disease. The aim of the research were characterization of genetic diversity of shallot Bima varieties based on morphological and molecular analyse, and conducted analyse of M1V1 genotype to basal stem rot disease on shallot Bima varieties.
The material genetic were Bima varieties that circulated in farmers, such as Bima Brebes, Bima Crok Kuning, Bima Curut, Bima Jaya, Bima Jokowi, and Bima Supra. The initial stage of research was to characterize the diversity of six Bima varieties based on morphological and molecular characteristics. The second research was to analyze pollen viability and seed germination of TSS produced from previous research. The third stage was to induce gamma-ray mutations in several Bima varieties resulting in M1V1 genotype. The fourth stage was to test M1V1 resistance to basal stem rot.
The first of experimental characterization of six Bima varieties based on morphological characters formed two clusters, group A and B. Group A consists of Bima Brebes, Bima Curut, and Bima Jokowi, while group B consists of Bima Jaya, Bima Crok Kuning, and Bima Supra. The dissimilarity value of morphological characters between 0,33-0,64. Cluster analysis of six Bima varieties based on molecular markers was divided into two clusters, group A and B. Group A consists of Bima Crok Kuning and Bima Jaya, while group B consists of Bima Supra, Bima Jaya, Bima Curut, and Bima Brebes. Dissimilarity value based on molecular markers between 0,18-0,62. MVSI analysis of six Bima varieties was conducted to determine the best community preference for Bima varieties. The results of MVSI analysis showed that Bima Brebes was the closest variety to ideotype preferred by community.
The second experiment was an analysis of pollen viability and seed germination of several Bima varieties. Pollen viability analysis was important to determine the ability of pollen to pollinate, while the germination test was to determine the quality of TSS. The results of the analysis of variance on pollen viability and germination test showed no significant differences. The results pollen viability obtained ranged from 38,95-69,36%. Seed germination test in this study had a low value between 1,67-15%, while three other varieties (Bima Supra, Bima Jaya, and Bima Crok Kuning) did not success to germinated. Low germination test occurred due to environmental factors during the flowering phase and seed maturation. Environmental weather during the rainy season increases soil and air humidity, thereby increasing pest and disease.
The third experiment was to induce mutations on three Bima varieties (Bima Brebes, Bima Curut, and Bima Jokowi). The highest germination rate at each dose was Bima Jokowi. Bima Jokowi had a seed germination between 9,94-20,28%, Bima Brebes had germination between 5,79-10,53%, and Bima Curut had germination between 1,14-1,71%. The highest tuber harvest percentage were at a dose of 35 gray with values of 13,79%, 7,37%, and 0,86%. Gamma rays irradiation had varying effects on six quantitative characters in each variety. Bima Brebes was more sensitive to irradiation, as indicated by the decreasing value of each character as the dose increased, while Bima Jokowi showed more stable effect to irradiation. Gamma rays irradiation treatment showed variance diversity to characters. The coefficient of variance ranged from 5,31 to 142,99%, with the highest value was tuber weight.
The fourth experiment was an anaylsis of the resistance of Bima variety mutants to basal stem rot disease. The Bima varieties tested for disease resistance to basal stem rot showed varying responses. Fusarium symptoms occurred in mutants as early as 3 days after inoculation. The disease incubation character is one of the characters with a significant influence between the controls and can be used as a selection indicator. The PCV value ranged from 6,3% (days to harvest) to 54,59% (number of tuber), while the GCV value between 3,84% (days to harvest) to 49,97% (number of leaves). Heritability values between 31,72% (bulb weight) to 96,78% (number of leaves) and genetic advance between 4,96% (days to harvest) to 101,41% (number of leaves). The resistance character was disease incubation period was positively correlated to bulb diameter, leaf length, and plant height. The genotype groups with better values of incubation period than Batu Ijo were BJ-35, BJ-55, and BB-55. The 39 M1V1 genotypes with better disease incubation period than Batu Ijo, showed a potential to developed as resistant genotype to basal stem rot disease. | |
| dc.description.sponsorship | LPDP melalui Pelaksanaan Program Riset dan Inovasi untuk Indonesia Maju | |
| dc.language.iso | id | |
| dc.publisher | IPB University | id |
| dc.title | KERAGAMAN GENETIK DAN INDUKSI MUTASI UNTUK PENINGKATAN KETAHANAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG PADA BAWANG MERAH (Allium cepa L.) VARIETAS BIMA | id |
| dc.title.alternative | GENETIC DIVERSITY AND MUTATION INDUCE TO IMPROVE RESISTANCE TO BASAL STEM ROT DISEASE ON SHALLOT (Allium cepa L.) BIMA VARIETY | |
| dc.type | Tesis | |
| dc.subject.keyword | bawang merah | id |
| dc.subject.keyword | biji botani | id |
| dc.subject.keyword | ketahanan | id |
| dc.subject.keyword | keragaman | id |
| dc.subject.keyword | mutasi | id |