Pengaruh Fenomena Long Range Transport terhadap Konsentrasi PM 2,5 (Studi kasus: DKI Jakarta)
Date
2025Author
Liany, Desvita
Rohmawati, Fithriya Yulisiasih
Rohmawati, Fithriya Yulisiasih
Metadata
Show full item recordAbstract
DKI Jakarta, sebagai area metropolitan, mengalami aktivitas antropogenik tinggi dari transportasi, industri, dan pembakaran biomassa yang berkontribusi signifikan terhadap peningkatan konsentrasi PM 2,5. PM 2,5 merupakan partikel halus
dengan diameter = 2,5 mikrometer yang menimbulkan risiko kesehatan serius. Penelitian ini menganalisis pola fluktuasi PM 2,5 dan mengidentifikasi sumber
potensial polutan dengan mempertimbangkan faktor meteorologi. Data mencakup
konsentrasi PM 2,5, kelembaban, curah hujan, parameter angin, dan data meteorologi global NOAA. Analisis mtrajektori pemodelan HYSPLIT dengan metode PSCF dan CWT untuk identifikasi sumber. Hasil menunjukkan konsentrasi PM 2,5 tertinggi pada Agustus sebesar 91 µg/m³, melebihi ambang batas BMUA 55 µg/m³, sementara terendah terjadi pada Desember sebesar 5 µg/m³. Fluktuasi diurnal
menunjukkan puncak pada pukul 08.00–09.00 dan 20.00–22.00. Curah hujan dan kelembaban menunjukkan hubungan terbalik dengan konsentrasi PM 2,5. Pemodelan trajektori mengindikasikan aliran massa udara musim kemarau (JJA) berasal dari timur dan tenggara, dengan klaster C2 mencapai 22,1 µg/m³ di stasiun Kebon Jeruk.
Musim hujan (DJF) didominasi oleh klaster C1 dengan konsentrasi lebih rendah 8,9-15,3 µg/m³. Hasil PSCF menunjukkan probabilitas maksimum 0,9, dengan nilai
CWT melebihi 40 µg/m³ di DKI Jakarta bagian selatan dan timur, mengindikasikan kontribusi dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten. Long range transport
berperan penting dalam konsentrasi PM 2,5 di DKI Jakarta. DKI Jakarta, as a metropolitan, experiences high anthropogenic activities from transportation, industry, and biomass burning that significantly contribute to
elevated PM 2,5 concentrations. PM 2,5 refers to fine particles with diameters = 2,5 micrometers that pose serious health risks. This study analyzes PM 2,5 fluctuation
patterns and identifies potential pollutant sources considering meteorological factors. Data includes PM 2,5 concentrations, humidity, rainfall, wind parameters, and NOAA global meteorological data. Analysis HYSPLIT trajectory modeling
with PSCF and CWT methods for source identification. Results show highest PM 2,5 concentration in August at 91 µg/m³, exceeding the 55 µg/m³ BMUA threshold,
while lowest occurred in December at 5 µg/m³. Diurnal fluctuations revealed peaks
at 08.00–09.00 and 20.00–22.00. Rainfall and humidity showed inverse relationships with PM 2,5 concentrations. Trajectory modeling indicated dry season
(JJA) air mass flow from east and southeast, with cluster C2 reaching 22,1 µg/m³ at Kebon Jeruk station. Wet season (DJF) was dominated by Cluster C1 with lower concentrations of 8,9-15,3 µg/m³. PSCF results showed maximum probability of 0,9, with CWT values exceeding 40 µg/m³ in southern and eastern DKI Jakarta,
indicating contributions from West Java, Central Java, and Banten. Long-range transport plays an important role in DKI Jakarta's PM 2,5 concentrations.
