| dc.description.abstract | Indonesia memiliki kekayaan alam dan geologi yang beragam, yang berpotensi menjadi daya tarik wisata domestik maupun internasional, salah satunya adalah Geopark. Geopark di Indonesia berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan pelestarian warisan bumi dan pemberdayaan masyarakat local secara berkelanjutan, salah satunya melalui geowisata (geotourism). Indonesia memiliki enam Geopark yang berstatus UNESCO Global Geopark (UGGp), termasuk Geopark Gunung Sewu yang diremikan sejak Tahun 2015 dan mencakup tiga kabupaten lintas provinsi. Hingga kini Geopark terbukti memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi local dan peningkatan PAD sebesar 40-84% pada tahun 2012-2019, namun seiring dengan meningkatnya PAD, angka kemiskinan di wilayah tersebut masih cukup tinggi. Lebih lanjut berdasarkan status kemandirian desa, wilayah Kabupaten di UGGp Gunung Sewu cenderung tidak merata, berkisar antara berkembang, hingga mandiri. Berdasarkan kondisi tersebut penting untuk menganalisis lebih lanjut terkait: (1) sejauh mana kontribusi Geopark terhadap Indeks Desa Membangun di wilayah UGGp Gunung Sewu, (2) bagaimana pengaruh dan peran aktor untuk mengembangkan UGGp Gunung Sewu, dan (3) bagaimana strategi kebijakan yang tepat untuk pengembangan kawasan UGGp Gunung Sewu yang berkelanjutan agar dapat meningkatkan status kemandirian desa.
Penelitian ini menawarkan pendekatan baru dalam merumuskan strategi pengembangan kawasan UGGp Gunung Sewu dengan mengintegrasikan berbagai aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan secara komprehensif melalui metode multi-kriteria. Penelitian ini menggunakan kombinasi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dan focused group discussion (FGD) dengan masyarakat dan stakeholder di wilayah UGGp Gunung Sewu. Sementara itu, data sekunder bersumber dari dokumen kebijakan, laporan resmi, jurnal ilmiah, dan publikasi institusional yang relevan dengan pengelolaan kawasan Geopark. Untuk menganalisis data, digunakan tiga metode utama, yaitu Machine Learning – Deep Learning, MACTOR, serta MULTIPOL.
Hasil dari analisis Machine Learning dan Deep Learning menunjukkan bahwa kawasan UGGp Gunung Sewu memberikan kontribusi signifikan terhadap pembangunan ekonomi lokal di 92 desa yang termasuk dalam wilayah Geopark. Pemodelan non-linier menggunakan algoritma Artificial Neural Network (ANN) menunjukkan bahwa dari 17 variabel yang dianalisis, terdapat tiga variabel yang secara signifikan berkontribusi terhadap peningkatan Indeks Desa Membangun (IDM) yaitu jaringan jalan, wisata pantai, dan alokasi pajak retribusi. Salah satu temuan menarik adalah bahwa pariwisata pesisir memiliki dampak yang lebih besar terhadap peningkatan IDM dibandingkan dengan objek geologi utama seperti gua. Hal ini menandakan perlunya penguatan infrastruktur dan strategi promosi yang lebih efektif terhadap potensi geowisata utama Geopark. Model non-linear ANN terbukti sebagai model dengan performa terbaik dalam analisis ini, dengan nilai R² sebesar 0,76 dan Root Mean Square Error (RMSE) 0,040. Hasil ini mencerminkan akurasi prediksi yang tinggi dalam memodelkan hubungan antara variabel-variabel sosial-ekonomi-lingkungan terhadap tingkat pembangunan desa. Meskipun demikian, pendekatan ini masih memiliki sejumlah keterbatasan seperti kebutuhan akan penyempurnaan parameter model, validasi silang, dan potensi pengembangan model hibrida.
Analisis MACTOR mengungkapkan bahwa Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) memiliki tingkat konvergensi kepentingan tertinggi dibandingkan aktor lain di seluruh wilayah administratif UGGp. Peran ini menjadikan BAPPEDA sebagai simpul koordinasi strategis yang tidak hanya merancang kebijakan makro, tetapi juga menjembatani integrasi lintas sektor antara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Konvergensi peran antara BAPPEDA, Dinas Pariwisata, dan Dinas Lingkungan Hidup menciptakan sinergi fungsional antara perencanaan, promosi wisata, dan konservasi lingkungan, namun, aktor seperti agen perjalanan menunjukkan divergensi tinggi karena perbedaan orientasi antara aspek ekonomi dan konservasi, yang menjadi tantangan dalam menjaga keseimbangan antara tujuan pembangunan dan pelestarian. Pemetaan afinitas menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan Geopark sangat bergantung pada kolaborasi antaraktor, baik di tingkat teknokratik maupun komunitas lokal. Peran penting dari perangkat desa, komunitas masyarakat, dan akademisi menegaskan pentingnya tata kelola yang berbasis bukti dan bersifat adaptif. Temuan ini menegaskan bahwa strategi pembangunan Geopark yang efektif harus dibangun melalui pendekatan kolaboratif dan partisipatif, yang mampu mengintegrasikan tiga pilar utama Geopark: konservasi, edukasi, dan pembangunan ekonomi masyarakat.
Analisis MULTIPOL menunjukkan adanya konvergensi dan divergensi dalam prioritas kebijakan dan rencana aksi di tiga kabupaten dalam kawasan UGGp Gunung Sewu, yang mencerminkan karakteristik regional dan tantangan pembangunan yang berbeda. Kabupaten Gunung Kidul dan Pacitan menekankan kebijakan pemasaran dan peningkatan aktivitas wisata sebagai prioritas utama untuk menghidupkan kembali perekonomian lokal melalui sektor pariwisata. Sementara itu, Kabupaten Wonogiri memprioritaskan Increasing Tourist Activity dan kebijakan One Village One CEO untuk mengintegrasikan warisan budaya serta memperkuat usaha berbasis komunitas. Skenario Capacity and Behavioral Change di kalangan masyarakat pedesaan menjadi prioritas bersama bagi Gunung Kidul dan Wonogiri, yang menunjukkan fokus kolektif pada peningkatan kemandirian masyarakat. Sebaliknya, Pacitan memberikan penekanan lebih besar pada skenario Institutional Regulation dalam rangka menghadapi kompleksitas tata kelola lintas wilayah. Berdasarkan tingkat rencana aksi, Gunung Kidul memprioritaskan kemitraan, sosialisasi, dan penguatan kapasitas kelembagaan; Wonogiri fokus pada investasi hijau, sosialisasi, dan kolaborasi dengan universitas; sementara Pacitan mengedepankan sosialisasi, eduwisata, dan kemitraan. Hasil analisis ini menegaskan urgensi perumusan kebijakan yang terintegrasi dan peka terhadap kondisi lokal guna mendorong pengembangan Geopark yang berkelanjutan serta peningkatan kemandirian desa. | |