Analisis Dampak Fenomena EI Nino melalui Sebaran Hotspot, curah Hujan dan burned area di Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Abstract

Kebakaran hutan dan lahan merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia, khususnya saat musim kemarau akibat fenomena El Nino. Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan wilayah yang rawan mengalami kebakaran, terutama pada tahun-tahun El Nino seperti 2015, 2019, dan 2023. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sebaran hotspot, burned area, serta hubungan antara curah hujan dan hotspot selama periode tersebut. Data hotspot diperoleh dari sensor MODIS Terra/Aqua, data curah hujan dari CHIRPS, dan burned area diidentifikasi menggunakan indeks dNBR dari citra Landsat 8 dan Sentinel-2 melalui platform Google Earth Engine. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah hotspot cenderung meningkat pada bulan dengan curah hujan rendah, khususnya selama puncak musim kemarau. Korelasi negatif antara curah hujan dan hotspot sangat kuat pada tahun 2015 (r = -0,810) dan kuat pada tahun 2023 (r = -0,651), sedangkan tahun 2019 menunjukkan korelasi sedang. Meskipun tahun 2015 mencatat jumlah hotspot terbanyak, burned area terluas justru terjadi pada tahun 2023 dengan luasan mencapai 220.431,31 hektar. Area bekas terbakar banyak ditemukan pada Kecamatan Tulung Selapan, Cengal, dan Air Sugihan.

Forest and land fires are disasters that often occur in Indonesia, especially during the dry season due to the El Nino phenomenon. Ogan Komering Ilir Regency is an area prone to fires, especially in El Nino years such as 2015, 2019, and 2023. This study aims to analyze the distribution of hotspots, burned areas, and the relationship between rainfall and hotspots during this period. Hotspot data were obtained from the MODIS Terra/Aqua sensor, rainfall data from CHIRPS, and burned areas were identified using the dNBR index from Landsat 8 and Sentinel-2 images through the Google Earth Engine platform. The results of the analysis show that the number of hotspots tends to increase in months with low rainfall, especially during the peak of the dry season. The negative correlation between rainfall and hotspots was very strong in 2015 (r = -0.810) and strong in 2023 (r = -0.651), while 2019 showed a moderate correlation. Although 2015 recorded the largest number of hotspots, the largest burned area occurred in 2023 with an area reaching 220,431.31 hectares. The burned areas were mostly found in Tulung Selapan, Cengal, and Air Sugihan Districts.