Studi Remineralisasi Bahan Organik dan Pengaruhnya terhadap Dinamika Keasaman Air Laut di Teluk Jakarta
Date
2025Author
Tito, Camellia Kusuma
Bengen, Dietriech Geoffrey
Prartono, Tri
Damar, Ario
Wahyudi, Aan Johan
Metadata
Show full item recordAbstract
Proses remineralisasi bahan organik menghasilkan bahan anorganik dan karbon dioksida (CO2), yang selanjutnya dapat meningkatkan konsentrasi ion hidrogen (H+) dan menurunkan tingkat keasaman (pH), yang dikenal sebagai pengasaman laut. Hal ini secara langsung dapat memengaruhi organisme yang membutuhkan kalsium karbonat dalam pertumbuhannya dan secara tidak langsung akan direspon berbeda oleh tiap spesies, yang berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem pesisir. Dampak proses remineralisasi bahan organik terhadap dinamika keasaman perairan Teluk Jakarta, masih belum diketahui. Teluk Jakarta menghadapi berbagai permasalahan lingkungan akibat pencemaran nutrien dan bahan organik. Kondisi ini menyebabkan peningkatan kerentanan ekosistem pesisir dan selanjutnya memiliki konsekuensi terhadap jasa ekosistem pesisir. Penelitian ini bertujuan: 1) mengkaji variabilitas spasial dan temporal bahan organik; 2) menganalisis laju remineralisasi dan potensi dampak proses remineralisasi terhadap dinamika keasaman perairan; dan 3) mengkaji variabilitas spasial dan temporal sistem karbonat di Teluk Jakarta.
Analisis bahan organik dilakukan dengan menggunakan data karbon organik partikulat/particulate organic carbon (POC) dari moderate-resolution imaging spectroradiometer (MODIS) Aqua satellite selama rentang waktu Mei 2011 hingga Agustus 2023. Analisis laju remineralisasi dilakukan di laboratorium dengan eksperimen inkubasi tertutup selama 30 hari. Analisis sistem karbonat dengan menggunakan data pH yang diperoleh dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Pengambilan contoh air laut dan pengukuran in situ dilakukan di perairan Teluk Jakarta pada bulan Januari dan Agustus 2023. Parameter yang diukur meliputi parameter sistem karbonat laut yaitu pH, alkalinitas total/total alkalinity (TA), karbon anorganik terlarut/dissolved inorganic carbon (DIC), dan tekanan parsial CO2 (pCO2); parameter fisika, kimia, dan biologi yaitu suhu, salinitas, oksigen terlarut/dissolved oxygen (DO), fosfat (PO4-P), nitrat (NO3-N), silikat (SiO2), produktivitas primer (PP), klorofil-a (Chl-a), karbon organik total (TOC), rasio karbon/nitrogen (C/N), kebutuhan oksigen sedimen/sediment oxygen demand (SOD), dan laju remineralisasi. Pengukuran in situ untuk parameter pH, suhu, dan salinitas dengan Horiba Multi-parameter Water Quality Meters U-52G, parameter DO dan PP dengan metode Winkler. Pengukuran pH di laboratorium secara spektrofotometri menggunakan indikator pewarna m-cresol purple (mCP). Parameter DIC diukur dengan Apollo SciTech Model AS-C5 DIC Analyzer dan TA diukur dengan Apollo SciTech Model AS-ALK2 Total Alkalinity Titrator. Parameter pCO2 dihitung dengan menggunakan program CO2SYS. Parameter PO4-P, NO3-N, SiO2 dan Chl-a dianalisis secara sepektofotometri, parameter TOC diukur dengan Elementar Vario TOC Select, dan rasio C/N dengan LECO CHN 628.
Analisis distribusi spasial menunjukkan bahwa konsentrasi POC tertinggi terukur di perairan yang lebih dekat ke daratan dan semakin menurun ke arah teluk bagian luar. Tingginya konsentrasi POC dipengaruhi oleh input air tawar dari daratan yang membawa bahan organik dan nutrien melalui aliran sungai. Input dari daratan ini dipengaruhi oleh monsun yang menyebabkan terjadinya musim hujan dan musim kemarau di wilayah perairan Indonesia. Analisis distribusi temporal menunjukkan bahwa konsentrasi POC tertinggi terukur pada monsun barat laut, meskipun konsentrasi POC yang tinggi juga teramati pada monsun tenggara, dan terendah pada monsun peralihan II. Pada monsun barat laut (musim hujan), tingginya input nutrien dan bahan organik terestrial memicu peningkatan aktivitas biologis, yang mengarah pada peningkatan produktivitas perairan dan produksi karbon organik melalui proses fotosintesis. Sementara pada monsun tenggara (musim kemarau), rendahnya curah hujan yang memengaruhi berkurangnya input nutrien dan bahan organik terestrial, disertai dengan peningkatan paparan sinar matahari dan suhu perairan yang dapat mendorong produktivitas perairan dan memengaruhi intensifikasi konsentrasi POC. Secara umum, variabilitas POC di Teluk Jakarta dipengaruhi oleh produktivitas perairan dan proses fisik yang digerakkan oleh angin monsun, yang menyebabkan variabilitas intensitas curah hujan pada monsun barat laut dan monsun tenggara.
Hasil pengukuran SOD dan laju remineralisasi di Teluk Jakarta menunjukkan bahwa variabilitas spasial SOD di Teluk Jakarta kemungkinan dipengaruhi oleh reaktivitas karbon organik yang sebagian besar terdiri atas karbon organik labil yang teremineralisasi pada antarmuka sedimen-air. Laju remineralisasi tertinggi terukur pada contoh dari muara sungai, menunjukkan tingginya karbon organik yang teremineralisasi. Pada pengukuran contoh dari teluk bagian dalam, rendahnya laju remineralisasi seiring dengan tingginya konsentrasi TOC yang terukur, diasumsikan bahwa intensitas proses fotosintesis lebih tinggi daripada proses remineralisasi karbon organik. Rendahnya laju remineralisasi dan TOC yang terukur pada contoh dari teluk bagian luar menunjukkan rendahnya proses biogeokimia terjadi di area ini. Hasil analisis selanjutnya menunjukkan bahwa estimasi kontribusi penurunan DO terhadap pH air dan pH sedimen yang tertinggi terukur pada contoh dari stasiun muara sungai dan semakin menurun pada contoh dari stasiun teluk bagian dalam dan luar.
Dari hasil analisis data pH selama 13 tahun menunjukkan adanya peningkatan nilai pH di Teluk Jakarta. Distribusi spasial menunjukkan adanya peningkatan nilai pH dari muara sungai ke teluk bagian luar, sedangkan pCO2, TA, dan DIC semakin menurun dengan bertambahnya jarak dari daratan. Analisis variabilitas temporal menunjukkan bahwa pH dan TA terendah serta pCO2 dan DIC tertinggi terukur pada monsun tenggara. Peningkatan pH selama 13 tahun dan variabilitas spasial dan temporal parameter karbonat dipengaruhi oleh input daratan yang membawa bahan organik dan nutrien melalui aliran sungai. Hasil proses metabolisme bahan organik dan nutrien oleh organisme perairan dapat memengaruhi kesetimbangan sistem karbonat perairan. Input nutrien dan bahan organik dipengaruhi oleh proses fisik yang digerakkan oleh angin monsun, yang menyebabkan variabilitas intensitas curah hujan pada monsun barat laut dan monsun tenggara. Secara umum, produktivitas perairan dan proses fisik memengaruhi variabilitas parameter sistem karbonat di Teluk Jakarta. The remineralization of organic matter produces inorganic matter and carbon dioxide (CO2), which subsequently increase hydrogen ion (H+) concentrations and lower potential of hydrogen (pH), a phenomenon known as ocean acidification. This process can directly impact marine organisms that require calcium carbonate for their growth, while indirectly eliciting varied responses from different species, potentially disrupting the balance of coastal ecosystems. However, the impact of organic matter remineralization on the acidification dynamics of Jakarta Bay remains largely unknown. Jakarta Bay experiences significant environmental challenges due to nutrient and organic matter pollution, increasing the vulnerability of coastal ecosystems and influencing ecosystem services. This study aims to: (1) examine the spatial and temporal variability of organic matter; (2) analyze remineralization rates and their potential impact on aquatic acidification dynamics; and (3) assess the spatial and temporal variability of the carbonate system in Jakarta Bay.
The analysis of organic matter was performed utilizing particulate organic carbon (POC) data derived from the moderate resolution imaging spectroradiometer (MODIS) Aqua satellite, covering the period from May 2011 to August 2023. The remineralization rate assessed through a 30-day closed incubation experiment conducted under controlled laboratory conditions. The carbonate system was examined using pH data provided by the DKI Jakarta Environmental Agency. Furthermore, seawater sampling and in situ measurements were conducted in Jakarta Bay during January and August 2023. The measured parameters include carbonate system variables—pH, total alkalinity (TA), dissolved inorganic carbon (DIC), and partial pressure of CO2 (pCO2)—alongside physicochemical and biological indicators, such as temperature, salinity, dissolved oxygen (DO), phosphate (PO4-P), nitrate (NO3-N), silicate (SiO2), primary productivity (PP), chlorophyll-a (Chl-a), total organic carbon (TOC), carbon/nitrogen (C/N) ratio, sediment oxygen demand (SOD), and remineralization rates. In situ measurements of pH, temperature, and salinity were performed using a Horiba Multi-parameter Water Quality Meter U-52G, while DO and PP were analyzed using the Winkler method. Laboratory pH measurements were conducted spectrophotometrically using m-cresol purple (mCP) as an indicator. DIC concentrations were determined using an Apollo SciTech Model AS-C5 DIC Analyzer, while TA was measured using an Apollo SciTech Model AS-ALK2 Total Alkalinity Titrator. pCO2 was estimated using the CO2SYS program. Spectrophotometric methods were used to determine PO4-P, NO3-N, SiO2, and Chl- a concentrations, whereas TOC was quantified using an Elementar Vario TOC Select, and C/N ratios were determined via a LECO CHN 628 analyzer.
Spatial distribution analyses revealed that POC concentrations were highest in nearshore waters, gradually decreasing toward the outer bay. Elevated POC concentrations are primarily driven by freshwater input transporting organic matter
and nutrients via riverine discharge, which is strongly influenced by monsoonal patterns that dictate rainy and dry seasons across Indonesia. Temporal distribution analyses indicated that POC concentrations were highest during the northwest (NW) monsoon, although elevated levels were also observed during the southeast (SE) monsoon, with the lowest concentrations occurring during the intermonsoon II period. During the NW monsoon (rainy season), enhanced terrestrial nutrient and organic matter inputs stimulate biological activity, increasing water productivity and organic carbon production via photosynthesis. In contrast, during the SE monsoon (dry season), reduced rainfall and limits terrestrial nutrient supply, while increased solar exposure and elevated water temperatures enhance aquatic productivity, thereby intensifying POC concentrations. Overall, POC variability in Jakarta Bay is regulated by biological productivity and physical processes driven by monsoonal winds, which modulate rainfall intensity during the NW and SE monsoons.
SOD and remineralization rate measurements in Jakarta Bay suggest that spatial variability in SOD is likely influenced by the reactivity of organic carbon, which consists predominantly of labile organic carbon remineralized at the sediment-water interface. The highest remineralization rates were observed in samples from river mouths, indicating substantial remineralization of organic carbon. In contrast, samples from the inner bay exhibited lower remineralization rates alongside elevated TOC concentrations, suggesting that photosynthetic carbon fixation exceeds organic matter remineralization. The outer bay exhibited both low remineralization rates and TOC concentrations, implying minimal biogeochemical activity in this region. Further analyses estimated that the largest DO-driven pH decline occurred at river mouth stations, progressively decreasing toward the inner and outer bay.
Thirteen years of pH data analysis revealed an increasing pH trend in Jakarta Bay. Spatial distribution analyses demonstrated rising pH values from river mouths toward the outer bay, whereas pCO2, TA, and DIC concentrations declined with increasing distance from land. Temporal variability analyses indicated that the lowest pH and TA values, as well as the highest pCO2 and DIC concentrations, were observed during the SE monsoon. The long-term pH increase and spatial- temporal variability of carbonate system parameters are influenced by terrestrial inputs, which transport organic matter and nutrients via riverine discharge. Metabolic processing of organic matter and nutrients by aquatic organisms can alter carbonate system equilibrium. Nutrient and organic matter inputs are modulated by monsoon-driven physical processes, which regulate rainfall intensity during the NW and SE monsoons. Overall, water productivity and physical processes govern carbonate system variability in Jakarta Bay.
Collections
- DT - Fisheries [766]
