PENGARUH ALGORITMA FILTER BUBBLE TIKTOK TERHADAP PERSEPSI MAHASISWI TENTANG FENOMENA MAFIA SKINCARE

Abstract

Media sosial telah berkembang menjadi saluran utama dalam distribusi informasi di era digital, terutama di kalangan generasi muda. TikTok, sebagai salah satu aplikasi berbasis video pendek yang populer, memiliki sistem algoritma personalisasi tinggi yang membentuk pola konsumsi informasi penggunanya. Melalui algoritma ini, pengguna disajikan konten yang sesuai dengan preferensi dan riwayat interaksi mereka, menciptakan ruang informasi yang dikenal sebagai filter bubble. Kondisi ini membuat individu hanya terpapar informasi sejenis, membatasi keberagaman sudut pandang, serta memperkuat bias yang telah ada. Salah satu isu yang ramai diperbincangkan di TikTok adalah fenomena mafia skincare, yakni praktik pemasaran produk kecantikan yang tidak transparan dan berpotensi membahayakan konsumen. Mahasiswi sebagai kelompok aktif di TikTok menjadi rentan terhadap pengaruh algoritma dan narasi yang terbentuk di dalam filter bubble. Penelitian ini bertujuan menjawab dua rumusan masalah: (1) bagaimana peran algoritma filter bubble TikTok dalam penyebaran fenomena mafia skincare, dan (2) sejauh mana algoritma tersebut memengaruhi persepsi mahasiswi terhadap fenomena tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei terhadap 115 responden mahasiswi. Data dianalisis menggunakan regresi linier sederhana guna melihat pengaruh algoritma TikTok terhadap persepsi terhadap mafia skincare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa algoritma TikTok cenderung mempersempit jangkauan informasi dan membentuk narasi yang homogen, sehingga mengurangi kemungkinan pengguna menerima informasi alternatif. Kesimpulannya, algoritma TikTok berpengaruh signifikan terhadap pembentukan persepsi mahasiswi mengenai fenomena mafia skincare. Filter bubble yang terbentuk mendorong pengguna untuk terus berada dalam ruang gema informasi yang memperkuat opini tertentu. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan literasi digital serta sikap kritis terhadap konten di media sosial agar generasi muda dapat menyaring informasi secara lebih objektif.

Social media has become a primary channel for information distribution in the digital age, especially among the younger generation. TikTok, a popular short-form video app, has a highly personalized algorithm that shapes its users' information consumption patterns. This algorithm presents users with content tailored to their preferences and interaction history, creating an information space known as a filter bubble. This situation exposes individuals to only similar information, limits diversity of viewpoints, and reinforces existing biases. One issue widely discussed on TikTok is the skincare mafia phenomenon, a non-transparent beauty product marketing practice that has the potential to harm consumers. Female students, as an active group on TikTok, are vulnerable to the influence of the algorithm and the narratives formed within the filter bubble. This study aims to answer two research questions: (1) how the TikTok filter bubble algorithm plays a role in the spread of the skincare mafia phenomenon, and (2) to what extent the algorithm influences female students' perceptions of the phenomenon. This study used a quantitative approach with a survey of 115 female students. Data were analyzed using simple linear regression to examine the influence of the TikTok algorithm on perceptions of the skincare mafia. The research results show that TikTok's algorithm tends to narrow the reach of information and create a homogenous narrative, thus reducing the likelihood of users receiving alternative information. In conclusion, TikTok's algorithm significantly influences the formation of female students' perceptions regarding the skincare mafia phenomenon. The resulting filter bubble encourages users to remain within an echo chamber of information that reinforces certain opinions. Therefore, it is crucial to improve digital literacy and critical thinking regarding content on social media so that the younger generation can filter information more objectively.