Optimasi Kelembagaan Pengelolaan Ekosistem Mangrove Pada Wilayah Inter-Juridiksi Pantai Utara Jawa di Teluk Jakarta
Date
2025Author
Subambang, R Budiono
Damar, Ario
Taryono
Kurnia, Rahmat
Bengen, Dietriech Geoffrey
Metadata
Show full item recordAbstract
Ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta memiliki peran yang sangat
penting dalam menjaga keseimbangan ekologis, menyediakan habitat bagi berbagai
biota, serta berfungsi sebagai benteng alami terhadap abrasi dan banjir rob. Selain
itu, kawasan ini juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai sumber mata
pencaharian masyarakat pesisir. Namun, tekanan lingkungan akibat konversi lahan
untuk pemukiman dan industri, pencemaran logam berat, serta eksploitasi sumber
daya yang berlebihan telah menyebabkan degradasi ekosistem mangrove. Proses
akresi yang mendominasi wilayah pesisir Teluk Jakarta juga semakin meningkatkan
kebutuhan lahan, yang mengancam keberlanjutan ekosistem ini. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam kelembagaan
pengelolaan ekosistem mangrove serta mengembangkan model kelembagaan yang
optimal guna memastikan keberlanjutan ekosistem tersebut.
Penelitian ini dilakukan di pesisir Teluk Jakarta dari Oktober 2023 hingga
Mei 2024 dengan pendekatan multidisiplin yang mengintegrasikan aspek ekologi,
sosial, dan kelembagaan. Data diperoleh melalui survei lapangan, wawancara
dengan pemangku kepentingan, serta analisis data sekunder dari berbagai instansi
terkait. Metode yang digunakan dalam analisis mencakup Interpretation Structural
Modelling (ISM) untuk mengidentifikasi hubungan antar faktor kelembagaan,
Multidimensional Scaling Analysis (MDS) untuk mengevaluasi keberlanjutan
ekosistem, Drivers-Pressures-States-Impacts-Responses (DPSIR) menganalisis
faktor tekanan lingkungan, serta MICMAC dan MACTOR untuk mengidentifikasi
variabel kunci dalam pengelolaan ekosistem serta hubungan antar-stakeholder.
Berdasarkan hasil penelitian, ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta
mengalami perubahan signifikan dalam 10 tahun terakhir. Luas kawasan mangrove
meningkat dari ±1.575,70 Ha pada tahun 2013 menjadi ±1.667,75 Ha pada tahun
2023. Peningkatan luas ini terjadi terutama di daerah dekat muara sungai sebagai
hasil dari program rehabilitasi, sedangkan pengurangan luas terjadi di wilayah yang
berdekatan dengan pemukiman dan tambak. Perubahan garis pantai dalam periode
2013 hingga 2023 didominasi oleh proses akresi dengan kisaran terendah 7,42
meter hingga tertinggi 1.452,78 meter, yang sebagian besar disebabkan oleh
rusaknya ekosistem mangrove di sekitarnya. Jasa eksosistem yang ditemukan yaitu
Jasa penyedia terdiri dari tegakan pohon, penyedia bibit mangrove, penyedia
kepiting bakau, penyedia kerrang, penyedia ikan, penyedia udang, dan penyedia
buah mangrove. Jasa pengaturan terdiri dari pemecah gelombang, dan penyimpanan
karbon. Sedangkan, jasa budaya terdiri dari wisata dan pendidikan. Selain itu,
penelitian ini juga menemukan bahwa tekanan terhadap ekosistem mangrove
disebabkan oleh faktor sosial-ekonomi, seperti meningkatnya jumlah penduduk,
perubahan pola pemanfaatan ruang, serta kurangnya kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya konservasi mangrove.
Analisis kelembagaan menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan signifikan
antara kondisi eksisting dan model kelembagaan ideal dalam pengelolaan ekosistem
mangrove di Teluk Jakarta. Beberapa faktor utama yang menyebabkan
kelembagaan pengelolaan belum optimal meliputi kurangnya koordinasi antar
lembaga pemerintah pusat dan daerah, keterbatasan kebijakan terpadu yang
mengatur konservasi dan pemanfaatan ekonomi mangrove, rendahnya keterlibatan
masyarakat dalam rehabilitasi mangrove, serta minimnya pendanaan dan insentif
ekonomi untuk mendukung program konservasi. Untuk mengatasi tantangan ini,
penelitian mengusulkan model kelembagaan berbasis empat kerangka optimal,
yaitu Determinant-Driver Factors untuk menentukan faktor utama yang
berpengaruh dalam pengelolaan, Autonomous-Divergence untuk mengidentifikasi
perbedaan kepentingan antar-stakeholder, Influential-Convergence untuk
mengarahkan peran stakeholder utama dalam mencapai tujuan bersama, serta
Influential-Intermediate Convergence untuk menyesuaikan kebijakan antara pusat
dan daerah serta melibatkan sektor swasta dan masyarakat.
Kesimpulan dari penelitian ini menekankan bahwa keberlanjutan ekosistem
mangrove di Teluk Jakarta sangat bergantung pada koordinasi lintas sektor,
peningkatan keterlibatan masyarakat, serta penerapan kebijakan berbasis
keseimbangan ekologi dan sosial-ekonomi. Evaluasi mendalam terhadap divergensi
aktor juga diperlukan guna merancang model kelembagaan yang dapat mengurangi
konflik kepentingan dan meningkatkan efektivitas pengelolaan dengan pendekatan
win-win solution. Dengan strategi yang lebih terstruktur dan terintegrasi,
kelembagaan pengelolaan ekosistem mangrove di Teluk Jakarta dapat dioptimalkan
guna memastikan keseimbangan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat pesisir
dalam jangka panjang. The mangrove ecosystem in the coastal area of Jakarta Bay plays an essential
function in sustaining ecological balance, offering habitat for many biota, as well
as serving as a natural barrier against coastal abrasion and tidal flooding.
Additionally, this area has significant economic value as a source of livelihood for
coastal communities. However, environmental pressures due to land conversion for
settlements and industries, heavy metal pollution, and excessive resource
exploitation have led to the degradation of the mangrove ecosystem. The accretion
process dominating Jakarta Bay's coastal area further intensifies land demand,
threatening the sustainability of this ecosystem. Therefore, this research aims to
determine institutional gaps in the rule of the mangrove ecosystem and develop an
optimal institutional model to ensure its sustainability.
This study focuses on the coastal region of Jakarta Bay from October 2023
to May 2024 using a multidisciplinary approach integrating ecological, social, and
institutional aspects. Data obtained from field surveys and stakeholder interviews,
and also secondary data analysis from various relevant institutions. The analytical
methods employed include Interpretation Structural Modelling (ISM) to identify
relationships between institutional factors, Multidimensional Scaling Analysis
(MDS) to assess ecosystem sustainability, DPSIR (Drivers-Pressures-States Impacts-Responses) to analyze environmental pressure factors, as well as
MICMAC and MACTOR to identify key variables in ecosystem management and
stakeholder relationships.
The research results demonstrate that the mangrove ecology in Jakarta Bay
has experienced substantial alterations during the last ten years. The mangrove area
expanded from ±1,575.70 hectares in 2013 to ±1,667.75 hectares in 2023. This
increase mainly occurred in areas near river estuaries due to rehabilitation programs,
while reduction occurred in regions adjacent to settlements and aquaculture.
Changes in the coastline between 2013 and 2023 were predominantly driven by
accretion, that range from a minimum of 7.42 meters to a height of 1,452.78 meters,
primarily caused by the degradation of surrounding mangrove ecosystems. The
study identified several ecosystem services, including provisioning services (timber,
mangrove seedlings, mangrove crabs, shellfish, fish, shrimp, and mangrove fruits),
regulating services (wave attenuation and carbon sequestration), and cultural
services (tourism and education). Additionally, the study found that the pressures
on the mangrove ecosystem stem from socio-economic factors, such as population
growth, changes in spatial utilization, and a lack of public awareness regarding the
importance of mangrove conservation.
Institutional analysis revealed a significant gap between the existing
institutional framework and the ideal model for mangrove ecosystem management
in Jakarta Bay. Several key factors contributing to suboptimal institutional
management include lack of coordination between central and regional government
agencies, insufficient integrated policies governing mangrove conservation and
economic utilization, low community involvement in mangrove rehabilitation
efforts, and limited funding and economic incentives to support conservation
programs. To address these challenges, this study proposes an institutional model
based on four optimization frameworks: Determinant-Driver Factors, which
identify key influencing factors in management; Autonomous-Divergence, which
examines stakeholder conflicts of interest; Influential-Convergence, which aligns
key stakeholders toward common goals; and Influential-Intermediate Convergence,
which fosters coherence between central and regional policies while engaging the
private sector and local communities.
The conclusion of this study suggest that the sustainability of the mangrove
ecosystem in Jakarta Bay is significantly reliant on intersectoral collaboration,
increased community participation, and policy implementation that balances
ecological and socio-economic considerations. A thorough evaluation of
stakeholder divergence is also required to develop an institutional model that
reduces conflicts of interest and enhances management effectiveness using a win win solution approach. With a more structured and integrated strategy, the
institutional management of the mangrove ecosystem in Jakarta Bay can be
optimized to ensure environmental stability and the long-term well-being of coastal
communities.
Collections
- DT - Fisheries [766]
