| dc.contributor.advisor | Bengen, Dietriech Geoffrey | |
| dc.contributor.advisor | Zamani, Neviaty Putri | |
| dc.contributor.advisor | Suharsono | |
| dc.contributor.author | Abrar, Muhammad | |
| dc.date.accessioned | 2025-07-14T14:01:42Z | |
| dc.date.available | 2025-07-14T14:01:42Z | |
| dc.date.issued | 2025 | |
| dc.identifier.uri | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/164955 | |
| dc.description.abstract | Ekosistem terumbu karang perairan Indonesia bagian dari ekoregion laut dunia, dikenal sebagai pusat segitiga karang dengan keanekaragaman hayati laut paling tinggi. Terumbu karang, terutama di perairan laut Banda dan utara-barat Papua sekitarnya tercatat sebagai wilayah dengan keanekaragaman jenis karang paling tinggi dengan total 569 spesies, yang mana dilaporkan jumlah spesies Acropora paling tinggi, beberapa spesies karang endemik dan jenis-jenis dengan sebaran terbatas. Pada terumbu karang sehat, komunitas karang berperan penting sebagai spesies kunci dan komponen utama pembentuk struktur terumbu habitat bagi biota laut lainnya. Pemeliharaan dan keberlanjutan populasi dan komunitas karang sangat bergantung pada proses rekrutmen, yang mencakup tahapan sebelum dan setelah penempelan larva karang. Keberhasilan pada tahapan setelah penempelan larva (tahapan yuwana dan transisi menjadi dewasa) dipengaruhi oleh ketersediaan substrat yang stabil dan interaksi dengan faktor biotik dan abiotik terumbu karang. Oleh karena itu, pemahaman tentang dinamika populasi karang pada tahapan hidup awal, khususnya pada fase yuwana, sangat penting dalam memahami dan menjaga keberlanjutan ekosistem terumbu karang terutama setelah mengalami kerusakan.
Penelitian mengenai dinamika spasio-temporal yuwana karang bertujuan untuk inventarisasi komposisi jenis (tingkat marga) dan analisis variasi kekayaan jenis, kehadiran dan kelimpahannya di perairan pesisir serta pulau-pulau kecil Indonesia. Penelitian ini juga bertujuan untuk menjelaskan pola distribusi spasio-temporal yuwana karang antara lokasi terumbu, ekoregion laut, dan antara wilayah barat dan timur Indonesia. Menguraikan dan memahami hubungan antara bentik terumbu dan biota asosiasi serta prediksi dinamika populasinya. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dalam melengkapi dan memperkaya data dasar pemantauan kesehatan terumbu karang nasional, khususnya pada tahapan hidup awal (yuwana dan sub/dewasa), serta berkontribusi pada pengetahuan baru dalam demografi populasi karang. Ketersediaan data dasar yang lengkap pada tahapan yuwana karang mendukung dalam penilaian suksesi komunitas karang, resiliensi, dan pemulihan terumbu karang bagi upaya konservasi dan restorasi terumbu karang.
Hasil inventarisasi kekayaan jenis ditemukan total 63 marga dari 17 famili pada tahapan yuwana dan 50 marga dari 15 famili pada tahapan sub/dewasa, umumnya dari marga Porites, Acropora, dan Montipora yang menunjukkan pergeseran dari tahap yuwana ke sub/dewasa dan perubahan komposisi jenis yang mencerminkan proses suksesi ekologi. Sekitar 74,39% kekayaan marga Ordo Scleractinia ditemukan pada tahap yuwana ini, namun jumlahnya berkurang pada tahap sub/dewasa sebagai bentuk strategi berbeda pada setiap tahapan hidup masing-masing marga seperti tipe reproduksi, perbedaan laju pertumbuhan, kemampuan adaptasi dan tingkat kematian. Marga karang dari famili seperti Acroporidae, Poritidae dan Pocilloporidae memiliki strategi reproduksi yang efisien dalam skala luas, sedangkan Poritidae dan Faviidae lebih adaptif terhadap tekanan lokal, namun rentan pada tingkatan hidup tertentu, sementara famili dengan kehadiran rendah seperti Trachyphyllidae, Milleporidae dan Helioporidae lebih sensitif terhadap gangguan dan memiliki rentang habitat terbatas. Penurunan kekayaan marga dan kelimpahan individu pada tahap sub/dewasa disebabkan oleh kompetisi ruang dan pertumbuhan cepat spesies dominan dan biota bentik lainnya, sehingga pemantauan ekosistem terumbu karang dan konservasi habitat dan sangat penting untuk mendukung kelompok karang yang lebih rentan dan minoritas. Studi ini memberikan pemahaman baru tentang komposisi jenis komunitas karang dan kontribusinya pada pengetahuan keanekaragaman karang di perairan Indonesia.
Temuan penelitian ini mengungkapkan adanya variasi signifikan dalam sebaran kekayaan marga dan kelimpahan individu yuwana karang di perairan Indonesia. Lokasi seperti Buton dan Kendari, menunjukkan kekayaan yang lebih tinggi, sedangkan kelimpahan lebih tinggi ditemukan di TWP Pieh, Buton, Nias, Makasar dan Kendari, lokasi seperti Mentawai dan Kepulauan Seribu menunjukan kekayaan marga dan kelimpahan rendah. Ekoregion Laut Banda dan Selat Makasar memiliki kekayaan marga dan kelimpahan yuwana tinggi, sedangkan Lesser Sunda dan Papua terendah, meskipun ditemukan perbedaan keanekaragaman jenis antara wilayah timur dan barat namun variasinya tidak signifikan. Faktor lingkungan, seperti interaksi spesies dan karakteristik habitat berkontribusi pada pola sebaran ini, namun faktor lain seperti kenaikan suhu penyebab pemutihan karang dan tekanan antropogenik berdampak terhadap penurunan populasi dan keanekaragaman jenis karang pada tahapan yuwana dan sub dewasa. Selain itu, baik kekayaan marga maupun kepadatan individu karang bervariasi signifikan antar lokasi, ekoregion serta wilayah barat dan timur yang mana tahapan yuwana secara konsisten lebih tinggi dibandingkan sub/dewasa. Perubahan kelimpahan individu dan kekayaan marga dari tahapan yuwana ke sub/dewasa juga teramati, yang mana kelas ukuran K1 (<1 cm) lebih rendah, kemudian lebih tinggi pada K2 (ukuran >1-3 cm) dan kembali lebih rendah pada kelas ukuran K3 (>3-5 cm dan K4 (>5-10 cm). Perubahan struktur dan komposisi populasi karang pada kelas ukuran ini menunjukan perbedaan kemampuan bertahan hidup dan tingkat kematian karang menjelang dewasa, menambah pemahaman terhadap dinamika populasi karang pada tahapan hidup awal dan implementasinya pada upaya konservasi dan restorasi terumbu karang.
Kelangsungan hidup karang setelah penempelan larva, terutama pada tahapan yuwana dan transisi ke dewasa (sub/dewasa), dipengaruhi oleh karakteristik dan interaksi mereka dengan bentik terumbu karang. Secara umum karakteristik bentik terumbu dicirikan oleh dominasi karang mati beralga sebagai komponen abiotik, sedangkan karang hidup mendominasi dari komponen biotik. Kelimpahan yuwana karang dan tahapan sub/dewasa berkorelasi positif dengan kondisi bentik terumbu karang, khususnya substrat karang mati yang stabil dan substrat batuan sedangkan dengan komunitas karang dewasa menunjukan hubungan yang non linier. Informasi ini penting untuk menilai resiliensi dan upaya pemulihan terumbu karang setelah mengalami tekanan serta upaya restorasi dan strategi konservasi terumbu karang yang berkelanjutan. Secara keseluruhan, Temuan ini menyoroti pentingnya kondisi geomorfologi pesisir dan pulau-pulau kecil, topografi terumbu, kondisi perairan dan interaksi ekologi bentik terumbu bagi pertumbuhan dan kelulusan hidup karang pada tahapan yuwana dan dinamika nya secara spasio-temporal | |
| dc.description.abstract | The coral reef ecosystem of Indonesian waters is part of the world's marine ecoregion, known as the Coral Triangle with the highest marine biodiversity. Coral reefs, especially in the Banda Sea and the north-western waters of Papua, are recorded as areas with the highest coral species diversity, total of 569 coral species, with the highest number of Acropora species reported, several endemic coral species, and species with limited distribution. In healthy coral reefs, coral communities play a crucial role as keystone species and the main structural components of the reef habitat for others marine biota. The maintenance and sustainability of coral populations and communities highly depend on the recruitment process, which includes the stages before and after the settlement of coral larvae. The success in the stages after larval settlement (the juvenile stage and the transition to adulthood) is influenced by the availability of stable substrates and interactions with biotic and abiotic factors of the coral reef. Therefore, understanding the dynamics of coral populations during the early life stages, particularly in the juvenile phase, is crucial in comprehending and maintaining the sustainability of coral reef ecosystems, especially after reef degradation.
Research on the spatio-temporal dynamics of juvenile corals aims to inventory species composition (at the genus level) and analyse variations in species richness, presence, and abundance in the coastal waters and small islands of Indonesia. This research also aims to explain the spatio-temporal distribution patterns of juvenile corals between reef locations, marine ecoregions, and between the western and eastern regions of Indonesia. Describing and understanding the relationship between reef benthos and associated biota, as well as predicting their population dynamics. The research results are expected to provide benefits in complementing and enriching the basic data for monitoring the health of national coral reefs, particularly in the early life stages (juvenile and sub/adult), as well as contributing to new knowledge in coral population demographics. The availability of comprehensive baseline data at the juvenile stage of corals supports the assessment of coral community succession, resilience, and recovery for coral conservation and restoration efforts.
The results of the species richness inventory found a total of 63 genera from 17 families at the juvenile stage and 50 genera from 15 families at the sub/adult stage, generally from the Porites, Acropora, and Montipora, which show a shift from the juvenile stage to the sub/adult stage and changes in species composition that reflect the process of ecological succession. About 74.39% of the genus richness of the Order Scleractinia was found at the juvenile stage, but the number decreased at the sub/adult stage as a form of different strategies at each life stage of each genus, such as reproduction type, growth rate differences, adaptability, and mortality rate. Coral genera from families such as Acroporidae, Poritidae, and Pocilloporidae have efficient reproductive strategies on a large scale, while Poritidae and Faviidae are more adaptive to local pressures but vulnerable at certain life stages. In contrast, families with low presence such as Trachyphyllidae, Milleporidae, and Helioporidae are more sensitive to disturbances and have limited habitat ranges. The decline in genus richness and individual abundance at the sub/adult stage is caused by spatial competition and the rapid growth of dominant species and other benthic biota, making coral reef ecosystem monitoring and habitat conservation crucial to support more vulnerable and minority coral groups. This study provides new insights into the composition of coral community types and their contribution to the knowledge of coral diversity in Indonesian waters.
The findings of this study reveal significant variations in the distribution of genus richness and the abundance of coral reef fish in Indonesian waters. Locations such as Buton and Kendari show higher richness, while higher abundance is found in TWP Pieh, Buton, Nias, Makasar, and Kendari. Locations like Mentawai and Kepulauan Seribu show low richness and abundance. The Banda Sea and Makassar Strait ecoregions have high genus richness and juvenile abundance, while the Lesser Sunda and Papua regions have the lowest, although differences in species diversity between the eastern and western regions were found, the variation is not significant. Environmental factors, such as species interactions and habitat characteristics, contribute to this distribution pattern, however, other factors like rising temperatures causing coral bleaching and anthropogenic pressures impact the decline in coral population and diversity at the juvenile and sub-adult stages. Additionally, both species richness and coral density vary significantly among locations, ecoregions, and the western and eastern regions, with the juvenile stage consistently being higher than the sub/adult stage. Changes in individual abundance and species richness from the juvenile to sub/adult stages are also observed, where the size class K1 (<1 cm) is lower, then higher in K2 (size >1-3 cm), and again lower in size classes K3 (>3-5 cm) and K4 (>5-10 cm). Changes in the structure and composition of coral populations in these size classes indicate differences in survival ability and coral mortality rates approaching adulthood, enhancing the understanding of coral population dynamics in early life stages and their implementation in coral reef conservation and restoration efforts.
The survival of corals after larval settlement, especially in the juvenile and transition to adult stages (sub/adult), is influenced by their characteristics and interactions with the benthic reef. In general, the benthic characteristics of coral reefs are characterized by the dominance of dead coral with algae as the abiotic component, while living coral dominates the biotic component. The abundance of juvenile corals and sub/adult stages positively correlates with the benthic conditions of the coral reef, particularly the stable dead coral substrate and rock substrate, whereas the relationship with the adult coral community shows a non-linear pattern. This information is important for assessing the resilience and recovery efforts of coral reefs after experiencing stress, as well as for restoration efforts and sustainable coral reef conservation strategies. Overall, these findings highlight the importance of coastal and small island geomorphological conditions, reef topography, water conditions, and benthic ecological interactions for the growth and survival of corals at the juvenile stage and their spatio-temporal dynamics. | |
| dc.description.sponsorship | Program Degree By Research BRIN (DBR-BRIN)
Program COREMAP-CTI, LIPI/BRIN Periode 2014-2021 | |
| dc.language.iso | id | |
| dc.publisher | IPB University | id |
| dc.title | Dinamika Spasio-Temporal Yuwana Karang Keras (Scleractinia dan Non Scleractinia) di Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Indonesia | id |
| dc.title.alternative | Spatio-Temporal Dynamics of Juvenile Hard Corals (Scleractinia and Non-Scleractinia) in the Coastal Waters and Small Islands of Indonesia | |
| dc.type | Disertasi | |
| dc.subject.keyword | ikan Terumbu | id |
| dc.subject.keyword | bentik terumbu | id |
| dc.subject.keyword | karang sub/dewasa | id |
| dc.subject.keyword | megabentos | id |
| dc.subject.keyword | yuwana karang | id |