Show simple item record

dc.contributor.authorSusilowati, Arida
dc.date.accessioned2010-05-08T08:29:14Z
dc.date.available2010-05-08T08:29:14Z
dc.date.issued2003
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/16434
dc.description.abstractMelinjo merupakan salah satu tanaman agroforestry yang banyak manfaatnya. Hampir seluruh bagian dari tanaman ini dapat dlmanfaatkan, terutama bijinya. Kendala dalam memperoleh tanaman mehnjo yang unggul dalam jumlab banyak adalah rendahnya persentase kecambah melinjo (1-2%) dan iambatnya waktu berkecambah (6-9 bulan). Hal ini kemudlan diatasi dengan perbanyakan vegetatifsecara konvensional dengan stek pangkaJ cabang, cangkok, sambungan, dan okulasi. Damun cara tersebut clapat merusak pahon induk. Untuk itu perlu dilakukan teknik perbanyakan vegetatif lain, salah satuoya dengan cara kultur in vitro. Penelitian ini bertujuan untuk rnempeiajari teknik sterilisasi permukaan ekspian melinjc mempelajari teknil.. induksi tunas dan akar pada stek mikro melinjo. Adapun hipotesis yang digunakan adalah beberapa bahan kimia dapat digunakan untuk sterilisasi eksplan. induksi tunas dipengaruhi oteh hormon sitokinin, induksi akat dipengaruhi oleh honnon auksin. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu pe~apan penelitian (, (sterilisasi alat dan air,»embuatan media kultur, dan sterilisasi lingkungan ) dan tahap pelaksanaan penelitian meliputi sterilisasi pennukaan eksplan, perbanyakan eksplan, induksi tunas, pemanjangan tunas dan induksi akar. Sterilisasi merupakan salah satu proses penting dalam kultur in vitro, untuk memperoleh eksplan aseptik yang akan digunakan pada tahap induksi tunas. Hasil penelitian ini menunjukkan persentase eksplan aseptik hidup tertinggi (82,7%) diperoleh pada perendaman dengan deteljen + HgCl 0,1% + baydin 0,05%, sedangkan terendah (20010) diperoleh pada perendaman dengan deterjen + HgCl 0,2% + c1orox 30% + cloro:':. 20%. Rendahnya persentase ekspian aseptik dapat disebabkan karena bahan sterilan tersebut maslh kurang efektif dalam menekan pertumbuhan jamur dan bakteri atau karena faktor teknik dan Iingkungan. Pada tahap induksi tunas hasil rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian SA dengan konsentrasi yang berbeda hanya berpengaruh terhadap jumlah tunas aksilar dan waktu inisiasi tunas, sedangkan parameter lainnya tidak berpengan.lh. Serdasarkan uji Duncan pengaruh SA terhadap jumlah tunas aksilar perlakuan harmon berpengaruh terhadap pembentukan tunas. Pembenan harmon 10 mg/I menghasilkan tunas terbanyak yaitu 2,1 buah sedangkan tanpa honnon hanya 1 buah. Berdasarkan uji Duncan pengaruh SA terhadap waktu inisiasi memberikan pengaruh nyata. Pemberian SA dengan konsentrasi yang berbeda temyata mampu mempercepat waktu inisiasi tunas dibandingkan tanpa harmon. Pemberian harmon 2,5 mg/I menghasilkan waletu inisiasi tercepat (15,3 hari) sedangkan tanpahormon memerlukan waktu inisiasi paling lama (27,3 hari). Pada proses pemanjangan tunas media yang digunakan adalah media MS dengan penambahan arang aldif 1 grn. Hasil rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian SA dengan konsentrasi yang berbeda dan arang aktif hanya berpengaruh terhadap jumlah tunas aksilar saja sedangkan parameter lainnya tidak. Berdasarkan uji Duncan pengaruh BA dan arang aktif terhadap jumlah tunas aksilar perlakuan tanpa hormon berbeda nyata terhadap semua perlakuan dengan penambahan harmon. Konsentrasi harmon 10 mg/I menghasilkan tunas tf;rbany<:.k (3,1 buah) sedangkan t311pa harmon menghasilhn tunas pahng sedikit (I buah). Penambahan arang aktif pada media temyata mampu meningkatkan jumlah tunas antara 1-2 buah tiap eksplan. kecuali pada perlakuan taupa hormon yang tidak menyebabkan bertambahnya tunas. Hal ini !;lenu:ljukkan bahwa penambahan arang aktif maP.lpli merangsang dOP.linasi. apikal. Pada tahap ioduksi akar dilakukan penambahan arang aktif pada media perakacan dimaksudkan agar media menjadi lehih gelap karena cahaya yang terlalu kuat dapat merusak harmon IAA dihasilkan pada ujung akar, akibatnya pertumbuhan tanaman akan terganggu. Pengamatan selama 2 bulan menunjukkan tidak satupun plantlet yang berakar, 7 berkalus, 24 mati, 19 mengalami sedikit pembengkakan pada pangkal dan layu. Plantlet yang mati (24 ) disehabkan karena kontaminasi jamur dan bakteri akibat dari kesalahan teknik dan lingkuogan. Kalus terbentuk pada media dengan penambahan harmon 10 mg/1. Proses induks! akar pada peclakuan pertama tidak membenkan hasil sarna sekali, untuk 1tu dicoba media taopa penggunaan arang aktif. Hal ini dilakukan karena dari beberapa penelitian yang dilakukan ternyata tidak selamanya penggunaan arang aktif mampu memacu terbeotuknya akar, pada beberapa kasus dijumpai pemberian arang aktif justru memberikan respon sebaliknya. Hasil induksi akar pada media ini 25 plantlet mengalaini kematian, 2 berkalus, 20 mengalami pembengkakan, layu dan tidak ada gejaia, serta 3 plantlet yang berakar. Dibandingkan pada percobaan sehelumnya hasil proses ini lebih baik. Seperti tahapan sebelumnya, persentase kematian plantlet akibat kontaminasi karena faktor teknik dan lingkungan masih sangat tinggi. Plantlet berkalus dijumpai pada media dengan penambahan 10 mgll IBA, dari beberapa kalus hanja satu kalus yang menghasilkan akar. Plantlet yang mengalami pembengkakan, layu dan tidak ada gejala dijumpai pada semua -perlakuan, hal ini membuktikan bah;.va kondisi fisiologis plantlet yang ditanam berbeda-beda.id
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.titleStek Mikro Melinjo (Gnetum Gnemon Linn)id


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record