Identifikasi Dan Pemet Aan Lahan Kritis Di Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu
Abstract
Daerah aliran sungai merupakan suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk seeara alamiah dimana air meresap atau mengalir melalui sungai dan aoak-aoak sungai yang bersangkutan. Manan (1992) mengemukakan bahwa sebuah DAS atao Sub DAS merupakan unit alam herupa kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau atau Jautan. DAS Ciliwung merupakan salah satu kawasan yang sangat mempunyai peranan yang besar bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari sebagai kawasan budidaya untuk berbagai kegiatan seperti areal pertanian, pemukiman, perkebunan dan kawasan hutan. Pemanfaatan yang berlebihan dan tingkat pengelolaan tata guna laban yang buruk dan tidak mengindahkan kaedab konservasi dapat menyebabkan terjadinya laban kritis. Lahan kritis merupakan suatu daerab penghasil sedimen yang tererosi berat, yang membutuhkan pengelolaan khusus untuk menetapkan dan memelihara vegetasi untuk menstabilkan kondisi tanab. Laban kritis adalah lahan yang sedang atau telah mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik karena pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan kaedah konservasi yang berlaku. Daerah kritis merupakan suatu daerah penghasil sedimen yang tererosi berat, yang membutuhkan pengelolaan khusus untuk menetapkan dan memelihara vegetasi untuk menstabilkan kondisi tanab. Perkembangan Sistem Informasi Geograpis yang ditunjang oleh teknologi yang mutakhir memungkinkan pemetaan sumberdaya alam dapat dilakukan dengan baik sehingga mempermudah proses kerja. Dengan kemudahan dan kelebihan yang diberikan dalam penginderaan dan Sistem Infonnasi Oeograpis akan membantu pengidentifikasian dan pemetaan laban kritis yang ada di DAS Ciliwung Hulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penutupan laban di DAS Ciliwung Hulu, mengetabui lokasi penyebaran laban kritis dan menentukan tindakan yang tepat dalam pengelolaan DAS Ciliwung Hulu dan lahan kritis. Berdasarkan interpretasi citra satelit dengan menggunakan kombinasi saluran 432 didapatkan hasil babwa penutupanlpenggunaan laban yang ada di DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh hUlan, ladangltegalan dan areal terbangun. Tipe penutupan lain yang teridentifikasi adalah sawab, semak belukar, laban kosong dan badan air. Penutupan laban dapat digolongkan menjadi 5 kelas yaitu : penutupan yang sangat jarang, penutupan jarang, penutupan yang sedang, penutupan rapat dan penutupan sangat rapat serta lain-lain (areal terbangun, sawab, air, awan dan bayangan awan). Penutupan laban yang sangat jarang umumnya terdapat pada daerah terbuka atau lahan kosong sekitar 2,29 % dari luas DAS dimana tumbuhan penutupnya didominasi oleh alang-alang dan rumput-rumputan babkan pada daerah tertentu tidak ada tumbuhan penutupnya. Laban dengan penutupan jarang terdapat pada areal perladangan atau tegalan yang sudah ditanami tanaman penutup namun tegakan masih sedikit dan belum berkembang dengan persentase sekitar 16,93 %. Sekitar 10,73 % mempunyai penutupan lahan yang sedang, dimana vegetasi penutup didominasi oleh lanaman tahunan dan perkebunan campuran serta perkebunan teh. Sementara semak belukar yang terdapat di kaki Ounung Gede Pangrango juga tennasuk vegetasi yang relatif rapat, sekitar 3,56 % penutupan lahan yang ada dikategorikan rapat. Vegetasi penutup laban yang sangat rapat terdapat pada kawasan hutan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Cagar Alam Telaga Warna dan hutan pinus milik Perhutani di Kecamatan Megamendung. Penutupan yang sangat rapat terdapat sekitar 27,52 % dari luas DAS Ciliwung Hulu. Dari Peta Rupa Bumi Kabupaten dan Kota Bogor, semua kontur yang masuk dalam kawasan DAS Ciliwung Hulu didigitasi melalui digitizer dan diolab menjadi peta kelas lereng dengan pendekatan Digital Elevation Model. Peta kelas lereng dikelompokkan dalam datar (8,5 %), landai (13,9 %), agak curam (11,7 %), curam (25,8 %) dan sangat curam (40,1 %). Tingkat erosi didapatkan dari peta erosi yang diperbaharui dan hasil pengamatan Japangan. Peta erosi dapat digolongkan kedalam daerah yang tidak tererosil erosi I, bahaya erosi II, bahaya erosi III, bahaya erosi IV dan babaya erosi V. Daerah yang tidak tererosi atau erosi I terdapat pada daerah yang datar dengan penutupan laban yang rapat. Tidak terjadinya erosi disebabkan oleh tanah yang terlindungi oleh vegetasi yang rapat terutama pada kawasan hutan. Bahaya erosi II terjadi pada daerah dengan vegetasi yang rapat sampai jarang dengan kelas lereng datar sampai bergelombang. Sahaya erosi III sedang dicirikan oleh adanya erosi lembar dimana sebagian horizon A pada tanab hilang dan mulai terjadi erosi alur dengan jarak antar alur sekitar 10 - 15 cm. Erosi sedang terjadi pada daerab dengan vegetasi rapat sampai jarang dengan topografi agak curam. Bahaya erosi IV terjadi pada daerah dengan topografi yang landai sampai curam dengan penutupan laban yang sedang sampai jarang. Kawasan yang memiliki terasering yang kurang terawat dan tidak dike lola dengan baik merupakan tempat berlangsungnya erosi berat ini, terutama pada daerah pertanian dan lahan terbuka dengan kelas lereng agak curam. Erosi sangat berat atau bahaya erosi V dicirikan oleh hilangnya semua horizon A dengan gejala terjadinya erosi lembar dan erosi parit yangjarak antar parit ± 25 - 30 m. Erosi ini terdapat pada daerah dengan topografi bergelombang sampai berbukit dengan penutupan vegetasi yang jarang sampai terbuka. Erosi berat terdapat pada laban pertanian yang tidak memiliki terasering atau pengelolaan laban yangjelek. Pengelolaan merupakan tindakan yang diberikan terhadap lahan dan tanab dari kerusakkan dengan melakukan kaedab·kaedab konservasi. Untuk kawasan hutan tindakan yang dilakukan berupa pengamanan hutan dan tata batas yang jeJas sedangkan untuk areal pertanian dapat dilakukan atau dilihat dari adanya pembuatan terasering dan tanaman penutup tanah yang cukup. Tingkat pengelolaan suatu lahan akan sangat berpengaruh terhadap kerusakan suatu lahan. Pengelolaan lahan atau manajemen laban dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu pengeloJaan laban yang baik, sedang dan buruk. Sekitar 28,3 % dari luas DAS Ciliwung hulu mempunyai tingkat pengelolaan laban yang baik, sementara 15,3 % pengelolaannya sedang. Lebih kurang 18,2 % dari luas DAS Ciliwung Hulu merupakan laban yang dikelola dengan buruk. Untuk menghasilkan peta laban kritis, semua peta yang dijadikan parameter di overlay. Setelah di overlay setiap satuan peta akan mempunyai nilai hasil penggabungan dari beberapa parameter yang ada. Proporsi nilai yang diberikan kepada tiap parameter berbeda karena sesuai dengan peranan masing-masing parameter dalam proses terbentuknya lahan kritis. Proporsi nilai yang terbesar diberikan kepada faktor penutup laban sebanyak 40 %, 30 % untuk kemiringan lereng, 20% untuk erosi dan 10 % untuk pengelolaan lahan. Laban kritis di DAS Ciliwung Hulu dapat dikelompokkan menj~i 5 kelas yakni : lahan tidak kritis, laban potensial kritis, lahan semi kritis, lahan kritis dan s80gat kritis. Kondisi laban kritis terdapat pada laban yang memiliki penutupan lahan yang jarang sampai sedang dengan kemiringan lereng yang curam, sedangkan tingkat bahaya erosinya berat dengan pengelolaan laban yang kurang baik. Lahan sangat kritis ini terbentuk akibat penutupan laban yang jarang dengan kemiringan lereng yang curam sedangkan pengelolaan lahannya buruk ditambah tingkat erosi yang agak berat. Luas laban kritis pada DAS Ciliwung Hulu yaitu sekitar 2438.18 ha, s80gat kritis 1668.10 ha, semi kritis 3553.85 ha dan potensial kritis 3538.37 ha serta sekitar 2631.96 ha dikategorikan tidak kritis. Pengelolaan DAS diartikan sebagai upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia dan segala aktifitasnya sehingga terjadi keserasian ekosistem serta dapat meningkatkan kemanfaatan dalam kehidupan manusia. Tujuan dari pengelolaan DAS adalah melakukan pengelolaan sumberdaya alam secara rasional supaya dapat dimanfaatkan secara maksimum lestari dan berkelanjutan sehingga dapat diperoleh kondisi tata air yang baik. Sedangkan pembangunan berkelanjutan adalah pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam bagi kepentingan umat manusia pada saat sekarang ini dengan masih menjamin kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk generasi yang akan datang. Berbagai cara untuk menangani laban kritis telah dilakukan antara lain melalui program reboisasi dan penghijauan. Reboisasi bertujuan untuk mempertahankan mutu hutan lindung dan diharapkan dapat meningkatkan daya pulih fungsi ekosistem hutan lindung. Penghijauan adalah salah satu upaya memulihkan atau memperbaiki kembali keadaan lahan kritis di luar kawasan hutan agar dapat berfungsi sebagai media produksi dan pengatur tata air yang baik serta mempertahankan dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan peruntukannya. Program ini banyak dilakukan oleh pemerintah, tapi terkadang tanpa melibatkan masyarakat setempat secara langsung. Pengelolaan DAS Ciliwung Hulu dan lahan kritis yang ada sebaiknya mengembangkan teknologi lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat yang telah lama digunakan dengan mempertimbangkan pendekatan sosial dan ekonomi sebagai kearifan lokal. Demikian juga pengetahuan lokal sebagai bagian dari kehidupan sosial dimanfaatkan untuk mengembangkan pengeJolaan lahan yang sesuai demi kepentingan masyarakat itu sendiri sebagai bagian dari pembangunan yang berkelanjutan. Bentuk pengelolaan lahan kritis secara tradisional yang telah berkembang dan melembaga dalam masyarakat antara lain kebun rakyat, kebun campuran, kebun bambu, hutan rakyat dan sebagainya. Teknologi konservasi tanah dan air yang dapat diterapkan dan dikembangkan dengan berbagai cam, yakni : (I). Cara mekanik. (2). Carn vegetatif, (3). Metoda agronomi, dan (4). Perbaikan manajemen. Tanaman yang dapat ditanam pada lahan kritis adalah tanaman potensiaI yang selain berfungsi secara ekologis tapi juga berfungsi ekonomis. Adapun syarat-syarat seleksi tanaman yang adaptif terhadap Iingkungan kritis adalah tanaman yang tahan terhadap pH tanah rendah, toleran terhadap cekaman air, taban terhadap defisiensi hara terutama N dan P dan lain-lain. Tanaman jagung, kedelai dan kacang hijau dapat berproduksi dengan baik pada lahan kritis yang sudah dikonservasi. Untuk meningkatkan kualitas lahan dapat ditanam tanaman dari famili Leguminosae seperti Kaliandra dan Sengon. Famili Leguminosae merupakan tanaman yang dapat memperkuat teras dengan perakaran yang dalam, tahan terbadap musim kering dengan pertumbuhan yang cepat dan dapat mengikat Nitrogen. Sedangkan tanaman perkebunan yang cocok dengan kondisi iklim dan ketinggian seperti kawasan puncak, antara lain Kayu Manis, Kopi dan Cokelat. Selain itu juga tanaman buah-buahan seperti Alpukat dan Nangka cocok untuk penahan erosi sebagai altematif lainnya.