Manajemen Rehabilitasi Untuk Pelepasliaran Elang Jawa (Nisaetus bartelsi Stresemann, 1924) di Indonesia.
Date
2025Author
Munawir, Ahmad
Mardiastuti, Ani
Masyud, Burhanuddin
Prawiradilaga, Dewi Malia
Metadata
Show full item recordAbstract
Rehabilitation criteria and indicators for the successful release of Javan hawk-eagle (Nisaetus bartelsi Stresemann, 1924). Biodiversitas 25: 3491-3499. The Javan hawk-eagle (Nisaetus bartelsi Stresemann, 1924) is an endangered bird of prey that is native to Java Island and is protected by law. In order to save the species, rehabilitation programs are crucial for increasing its population in the wild. The current research aimed to establish criteria and indicators for rehabilitating Javan hawk-eagles and improving their chances of a successful release. Data were collected from literature review, interviews, and field observation. Collected data were scored based on a Likert scale and weighted on selected criteria and indicators, then described qualitatively. The research resulted in the identification of 34 criteria and 152 indicators. There were several rehabilitation stages observed in this research: 1) acceptance stage with 10 criteria and 30 indicators; 2) isolation stage with as many as six criteria and 18 indicators; 3) treatment stage with as many as four criteria and 12 indicators; 4) pre-training stage with as many as five criteria and 15 indicators, 5) training stage with five criteria and 65 indicators, and 6) habituation stage with four criteria and 15 indicators. The testing of 12 Javan hawk-eagle individuals at the Javan Hawk-eagle Sanctuary Center (JHESC), along with the developed criteria and indicators, could be feasible for rehabilitation standards to release Javan hawk-eagles successfully. According to the decision tree, nine out of the 12 individuals went through four stages, one went through three stages, and two went through two stages. In summary, the criteria and indicators have increased potential numbers and accelerated the rehabilitation process for the success of Javan hawk-eagle release. Elang Jawa (Nisaetus bartelsi Stresemann, 1924), merupakan burung pemangsa endemik Pulau Jawa yang dilindungi oleh undang-undang, menghadapi risiko kepunahan yang signifikan akibat hilangnya habitat dan perburuan ilegal untuk diperdagangkan. Pusat Suaka Satwa Elang Jawa (PSSEJ) didirikan di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, untuk mendukung upaya konservasi In-Situ dan Ex-Situ, dengan fokus pada rehabilitasi untuk pelepasliaran. Penelitian ini bertujuan menganalisis praktik rehabilitasi di PSSEJ, khususnya terkait 1) kelayakan dan kecukupan sarana dan prasarana berupa manajemen kandang, manajemen pakan dan manajemen kesehatan, 2) menyusun kriteria dan indikator keberhasilan pada setiap tahapan rehabilitasi untuk pelepasliaran elang jawa, 3) melakukan uji coba kriteria dan indikator keberhasian rehabilitasi untuk pelepasliaran elang jawa, dan 4) menyusun pohon keputusan/decision tree rehabilitasi untuk pelepasliaran elang jawa. Data dikumpulkan melalui studi literatur, wawancara, dan observasi lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana rehabilitasi elang jawa di PSSEJ dinyatakan layak dan cukup. Dilihat dari segi manajemen kandang, proses rehabilitasi untuk pelepasliaran elang jawa di PSSEJ menggunakan sembilan jenis kandang yang berbeda, yaitu kandang penerimaan, perawatan, isolasi, pra-pelatihan, pelatihan, edukasi, translokasi/angkut, habituasi dan hard release. Manajemen kandang telah cukup dan layak dari aspek jumlah, ukuran, bahan material, penempatan, perawatan dan permbersihan secara rutin. Manajemen pakan di PSSEJ didukung oleh sistem penyimpanan yang terorganisir dengan baik untuk menjaga kualitas pakan melalui sirkulasi udara dan kebersihan yang baik. Jenis pakan yang diberikan sudah sesuai dengan kebiasaan alaminya (natural habit) elang jawa sebagai pemakan hewan (carnivore), yakni Tikus putih (Rattus norvegicusm), Mencit (Mus musculus), dan Marmot (Cavia porcellus), dengan jumlah pemberian juga telah sesuai dengan standar kebutuhan dari jenis pakan, kalori dan nutrisi, frekwensi pemberian pakan, ketersedian, variasi pakan alami, untuk perbaikan perilaku dan kemampuan hidup di alam setelah dilepasliarkan. Infrastruktur yang komprehensif memfasilitasi manajemen kesehatan, termasuk klinik hewan, ruang isolasi dan perawatan, ruang operasi, ruang pemeriksaan, dan laboratorium. Manajemen kesehatan telah layak dan sesuai protokol biosekuriti, dengan kerangka mencakup deteksi, diagnosis, dan mitigasi penyakit dengan mengutamakan pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan, yang meliputi pengamatan dan identifikasi, pencegahan, pengamanan, pemberantasan dan pengobatan penyakit hewan. Secara umum sarana dan prasranan serta praktik manajemen yang baik ini menjadikan PSSEJ sebagai contoh praktek terbaik (best practises) dalam konservasi Ex-Situ dengan fungsi khusus penyelamatan dan rehabilitasi elang, dengan mengedepankan kesejahteraan satwa.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa telah teridentifikasi ada enam tahapan rehabilitasi untuk pelepasliaran elang jawa di PSSEJ dan telah tersusun sebanyak 34 kriteria dan 152 indikator sebagai dasar keputusan penetapan status kesiapan elang jawa untuk dilepasliarkan ke habitat alaminya. Secara rinci jumlah masing-masing kriteria dan indikator pada setiap tahapan rehabilitasi untuk pelepasliaran adalah: 1) tahap penerimaan 10 kriteria dengan 30 indikator; 2) tahap isolasi enam kriteria dengan18 indikator; 3) tahap perawatan empat kriteria dengan 12 indikator; 4) tahap pra-pelatihan lima kriteria dengan 15 indikator; 5) tahap pelatihan lima kriteria dengan 65 indikator, dan 6) tahap habituasi empat kriteria dengan 12 indikator.
Hasil uji coba penerapan kriteria dan indikator keberhasilan rehabilitasi untuk pelepasliaran tersebut di atas telah dilakukan terhadap 12 ekor elang jawa dengan hasil sembilan ekor sukses melewati enam tahapan dan telah dilepasliarkan, satu ekor melewati lima tahapan namun belum siap dilepasliarkan dan dua ekor melewati dua tahapan namun tidak dilanjutkan proses rehabilitasinya karena cacat permanen pada sayap. Hal ini menunjukkan bahwa kriteria dan indikator yang disusun telah berhasil diuji coba dengan baik dan dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun pedoman rehabilitasi untuk pelepasliaran elang jawa di Indonesia.
Acuan pengambilan keputusan untuk penetapan standar keberhasilan rehabilitasi untuk pelepasliaran elang jawa menggunakan pendekatan pohon keputusan (Decision tree). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dengan mengacu pada kriteria dan indikator yang telah disusun, maka pohon keputusan yang disusun sebagai acuan pengambilan keputusan berakhir pada tiga pilihan keputusan, yaitu 1) elang jawa dilepasliarkan, 2) elang jawa ditempatkan pada fasilitas khusus/kandang edukasi, diserahkan ke lembaga konservasi umum atau dijadikan sebagai objek penelitian di lemabaga penelitian atau perguruan tinggi dan, 3) elang jawa di eutanasia dengan prosedur yang tepat. Pohon keputuan yang disusun ini telah memberikan kemudahan dalam membuat alur tahapan rehabilitasi dan menyederhanakan dalam pengambilan keputusan. Kriteria dan indikator dan pohon keputusan yang disusun telah meningkatkan potensi jumlah dan mempercepat proses dan keberhasilan rehabilitasi untuk pelepasliaran elang jawa.
Penelitian ini telah memberikan implikasi positif terhadap keberhasilan rehabilitasi untuk pelepasliaran elang jawa, antara lain: 1) meningkatkan keberhasilan rehabilitasi dan potensi jumlah elang jawa yang dilepasliarkan, 2) meningkatkan kompetensi pengelola pusat rehabilitasi untuk pelepasliaran elang jawa, dan 3) meningkatkan efisiensi biaya rehabilitasi untuk pelepasliaran elang jawa.
Collections
- DT - Forestry [358]
