Cystic Endometrial Hyperplasia Pada Kucing Maya
STUDI KASUS
| dc.contributor.author | Rr. Soesatyoratih | |
| dc.date.accessioned | 2025-06-13T01:52:10Z | |
| dc.date.available | 2025-06-13T01:52:10Z | |
| dc.date.issued | 2025 | |
| dc.identifier.uri | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/162468 | |
| dc.description.abstract | Kucing merupakan salah satu jenis hewan yang banyak ditemukan di lingkungan, baik sebagai hewan kesayangan (peliharaan) maupun sebagai hewan liar. Beberapa faktor yang menyebabkan populasi kucing cukup tinggi adalah siklus berahi, periode kebuntingan, dan frekuensi melahirkan yang cukup sering dalam setahun. Kucing memiliki siklus birahi seasonal polyestrus, yaitu birahi yang tidak bermusim, bisa terjadi kapan saja. Dalam satu periode kebuntingan induk kucing dapat menghasilkan 1-6 ekor anak dan dalam setahun kucing dapat beranak 1-3 kali. Apabila dikalkulasikan, seekor kucing dapat menghasilkan sekitar 40 ekor anak selama 5 tahun masa hidupnya (Kennedy et al. 2020). Salah satu penyakit reproduksi yang dapat terjadi pada kucing betina yaitu cystic endometrial hyperplasia (CEH). CEH merupakan suatu penyakit reproduksi yang dikarakterisasikan dengan hiperplasia endometrium akibat induksi progesteron yang disertai dengan keberadaan kista pada endometrium (Agudelo 2005). CEH lebih jarang ditemukan pada kucing jika dibandingkan dengan anjing. Hal ini disebabkan oleh rendahnya paparan progesterone terhadap kucing karena kucing adalah hewan induced-ovulator, sehingga perkembangan CEH memiliki risiko yang lebih rendah (Becha 2017). Pada kucing, risiko kejadian CEH dapat meningkat seiring bertambahnya usia kucing (Binder et al. 2020). CEH pada kucing umum ditemukan pada kucing betina yang belum pernah melahirkan yang berusia lebih dari 3 tahun. ... | id |
| dc.language.iso | id | id |
| dc.publisher | SKHB-IPB University | id |
| dc.title | Cystic Endometrial Hyperplasia Pada Kucing Maya | id |
| dc.title | STUDI KASUS | |
| dc.type | Article | id |
