The Impact Of Branchless Banking Program On The Performance Of Households Micro And Small Business In Rural Area A Case Study In Bogor District, West Java Indonesia
View/ Open
Date
2018Author
Mangani, Ktut Silvania
Syaukat, Yusman
Arifin, Bustanul
Tambunan, Mangara
Metadata
Show full item recordAbstract
Salah satu pendekatan untuk mencapai tujuan keuangan inklusif sebagai
bentuk saluran penyampaian keuangan untuk melayani masyarakat 'unbanked' dan
‘underbanked’ yang kebanyakan tinggal di daerah pedesaan adalah Branchless
Banking (BB). BB merupakan layanan keuangan terbatas yang disediakan oleh
penyedia jasa keuangan, seperti bank kepada pelanggan tanpa harus datang ke
kantor bank. Untuk itu, bank menggunakan pihak ketiga yang disebut agen
sebagai perpanjangan layanan bank di perdesaan dengan menggunakan teknologi
informasi. Program BB merupakan pilar kelima dalam Strategi Nasional
Keuangan Inklusif (SNKI), yang diploklamirkan pada tahun 2012. Bank
Indonesia (BI) menamakan programnya sebagai Layanan Keuangan Digital
(LKD), sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutnya sebagai Layanan
Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai).
Data laporan OJK Kwartal-III tahun 2016 menunjukkan bahwa program
BB telah terlaksana di masyarakat. Namun belum ditemukan data publikasi
tentang keberhasilan program terkait tujuan-tujuan dalam Strategi Keuangan
Inklusif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan: (1) Menjelaskan potret
penerapan program BB di daerah pedesaan, (2) Menganalisis penerapan program
BB sesuai fungsinya untuk meniadakan hambatan yang bersifat harga maupun
non harga, (3) Menganalisis keberadaan kelompok masyarakat (nasabah) yang
terlibat dalam program BB, dalam hal aktivitas produksi dan transaksi keuangan
terkait tujuan-tujuan dalam Strategi Keuangan Inklusif (4) Menganalisis potensi
pengembangan ekonomi dari kelompok sasaran kaitannya dengan pengembangan
program BB.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa masih sedikit pelaku
usaha mikro-kecil di sekitar agen yang terlibat dalam program ini. Frekuensi
transaksi yang dilakukan rumahtangga bisnis pada Agen BB masih relatif rendah,
serta cenderung menggunakan uang tunai (cash basis), dan umumnya transaksi
yang dilakukan untuk kepentingan transaksi pembayaran (payment transaction).
Hasil evaluasi penerapan program BB dengan pendekatan principal-agent
mengungkapkan beberapa permasalahan yang terjadi dalam proses seleksi agen,
termasuk perilaku adverse selection dari (calon) agen dan perilaku moral hazard
dari agen. Permasalahan yang terjadi dalam proses seleksi seperti lokasi agen BB
yang dekat dengan “Mini-mart”, agen berdekatan satu dengan yang lain (dalam
satu desa terdapat lebih dari satu agen dari bank yang sama), dan lokasi agen
dekat dengan kantor bank. Permasalahan lain yang juga terkait dalam proses
seleksi adalah adanya agen ‘besar’ yang pasif dan keengganan masyarakat ‘kecil’
untuk melakukan transaksi pada agen tersebut, selain tutup pada hari Minggu.
Terungkap juga agen yang membawa mesin EDC ke lokasi bisnis mereka yang
lain, sehingga menjadi tidak aktif melayanai masyarakat pada lokasi yang
terdaftar.
Terkait perilaku adverse selection, ditemukan agen yang juga memiliki
kegiatan usaha sebagai kolektor pembayaran listrik dan agen yang memiliki bisnis
sebagai operator transaksi keuangan kepada masyarakat sekitarnya dengan
menggunakan internet (internet banking). Dengan demikian, transaksi yang terjadi
masih berupa transaksi dalam bentuk "perpindahan” dan transaksi yang terjadi
tidak menggambarkan pertumbuhan dari jumlah sasaran seperti yang diharapkan
dalam Strategi Keuangan Inklusif. Masalah terkait adverse selection lainnya
adalah terdapat pasangan agen yang memiliki kegiatan usaha sebagai pemberi
pinjaman kredit informal. Jenis usaha tersebut bertentangan dengan tujuan
program untuk menciptakan sistem keuangan formal di pedesaan.
Di sisi lain, dalam menjalankan perannya sebagai perpanjangan layanan
bank di daerah perdesaan, agen berpotensi melakukan perilaku moral hazard,
yang tidak sejalan dengan tujuan bank sebagai prinsipal. Perilaku itu seperti,
markup dan larangan menggunakan kartu ATM nasabah, serta perilaku transaksi
semu. Masalah dalam proses pemilihan agen dan perilaku moral hazard yang
dilakukan agen dapat menjadi penghalang dalam bentuk harga dan non-harga bagi
tercapainya tujuan keuangan inklusif melalui program BB.
Penelitian ini juga melakukan analisis terhadap perilaku rumahtangga bisnis
yang melakukan transaksi keuangan melalui agen. Model yang dihasilkan dalam
penelitian memberikan gambaran umum tentang kondisi eksisting dan keunikan
perilaku ekonomi rumah tangga bisnis yang terlibat dalam sistem BB. Model
menjelaskan bahwa program BB, yang direpresentasikan dengan nilai transaksi
pada agen, berpengaruh terhadap perilaku ekonomi rumahtangga bisnis di
perdesaan melalui pengeluaran konsumsi non-pangan. Sebaliknya perilaku
ekonomi rumahtangga tidak berpengaruh terhadap nilai transaksi dalam program
BB. Perilaku variabel investasi menjelaskan bahwa karakteristik bisnis dari
rumahtangga yang terlibat dalam program BB adalah bisnis yang bersifat
tradisional dan relatif stagnan. Model juga menjelaskan bahwa program BB tekait
tabungan berpotensi dikembangkan melalui program tabungan anak sekolah.
Hasil simulasi peningkatan nilai transaksi memberi gambaran bahwa
pengembangan program BB di perdesaan belum berkaitan dengan kegiatan
pengembangan produktif seperti yang diharapkan dalam kebijakan keuangan
inklusif melalui program BB. Selanjutnya simulasi berupa kombinasi peningkatan
nilai transaksi dan investasi menunjukkan bahwa dengan karakteristik bisnis yang
bersifat tradisional dan stagnan, maka untuk mencapai hasil yang lebih baik sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam Strategi Keuangan Inklusif,
pengembangan program BB perlu didampingi dengan program lain yang dapat
meningkatkan kapasitas bisnis dari para pelaku usaha mikro kecil di perdesaan.
Collections
- DT - Business [369]
