View Item 
      •   IPB Repository
      • Dissertations and Theses
      • Dissertations
      • DT - Business
      • View Item
      •   IPB Repository
      • Dissertations and Theses
      • Dissertations
      • DT - Business
      • View Item
      JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

      Model Bisnis Industri Tambang Timah Di Indonesia (Studi Kasus Provinsi Bangka Belitung)

      Thumbnail
      View/Open
      full text (3.340Mb)
      Date
      2014
      Author
      Irawan, R.Rudy
      Sumarwan, Ujang
      Suharjo, Budi
      Djohar, Setiadi
      Metadata
      Show full item record
      Abstract
      Indonesia memiliki sumber daya yang berlimpah seperti minyak, gas dan mineral. Salah satu kekayaan alam yang berlimpah tersebut adalah mineral timah. Bangka Belitung salah satu provinsi yang memiliki kelimpahan mineral tersebut dan telah ditambang sejak 1668. Namun demikian, industri tambang timah memiliki berbagai masalah yang dihadapi oleh provinsi Bangka Belitung. Masalah yang dihadapi industri pertambangan timah adalah kompetisi penggunaan lahan mineral dan degradasi dari aktivitas penambangan, penambangan timah ilegal, kurangnya koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam regulasi serta perizinan penambangan timah, konflik sosial dan ekonomi, masalah kemiskinan, masalah struktural dan politik penguasaan tambang. Permasalahan tersebut perlu segera diselesaikan dengan menyeluruh. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat model bisnis timah industri pertambangan (studi kasus Provinsi Bangka Belitung) dengan pendekatan manajemen pemangku kepentingan. Model bisnis tersebut dapat digunakan sebagai solusi untuk mengelola konflik antara pemangku kepentingan, peningkatan ekonomi, peningkatan pendapatan daerah, dan daya saing industri timah yang berkelanjutan. Metodologi penelitian ini dengan melakukan wawancara mendalam terstruktur dan kuesioner. Narasumber ahli dipilih secara purposive sampling dengan teknik non-probability sampling. Kemudian, penelitian ini menggunakan analisis pemangku kepentingan, wawancara mendalam pakar dan analisis Analytical Network Process (ANP) untuk membuat model bisnis dari industri pertambangan timah. Analisis pemangku kepentingan dilakukan untuk memetakan tingkat kepentingan dan tingkat kekuatan masingmasing pemangku kepentingan. Hasil analisis pemangku kepentingan dimulai dengan tahap identifikasi dan pemetaan terhadap pemangku kepentingan di industri tambang timah di Bangka Belitung. Pemetaan pemangku kepentingan berdasarkan tingkat kepentingan (interest) dan tingkat kekuatan (power) pemangku kepentingan. Berdasarkan hasil analisis pemangku kepentingan dari narasumber pakar timah didapatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan produsen & investor masuk dalam kuadran IV dengan tingkat kepentingan (4) dan tingkat kekuatan (4) sedangkan dengan trader, masyarakat, tambang inkonvesional & pemasok, dan penegak hukum di dalam kuadran II dengan tingkat kepentingan (4) dan tingkat kekuatan (3). Hasil analisis pemangku kepentingan dicari rekonsiliasi dan model bisnis pertimahaan dengan menggunakan alat analisis ANP. Pendapat narasumber pakar timah sepakat rekonsiliasi dan model bisnis timah harus dibangun dalam kepentingan dasar (common ground) yang lebih tinggi dan sama dalam pertimahaan. Model kerangka ANP tersebut dikonfirmasi oleh pakar timah yang terdiri terdiri dari tujuh kluster yang saling terkait. Kerangka ANP tersebut menjelaskan hubungan keterkaitan terdiri dari kluster (a) lingkungan strategis, (b) pemangku kepentingan utama, (c) aktivitas inti, (d) permasalahan pertimahan, (e) strategi industri tambang timah, (f) nilai proposisi dan (h) model bisnis. Berdasarkan hasil urutan prioritas kluster didapatkan urutan sebagai berikut pemangku kepentingan (22.69%), aktivitas inti (21.51%), nilai proposisi (20.17%), permasalahan pertimahan (16.80%), strategi pertimahan (15.46%) dan lingkungan strategis (3.36%) dengan nilai CR (consistency ratio) ≤ 0.1 untuk semua kluster. Analisis ANP kluster lingkungan strategis yang memegang peranan penting adalah a) politik dan hukum (28.91%), b) ekonomi dan bisnis (28.91%), dan c) sosial, budaya dan kepemimpinan (19.25%) dengan Kendall’s coefficient of concordance (W) sebesar 80%. Hasil analisis ANP kluster pemangku kepentingan utama prioritasnya adalah a) pemerintah daerah (26.67%), b) pemerintah pusat (24.51%) dan c) lembaga penegak hukum (15.99%) dengan W sebesar 61%. Hasil analisis ANP kluster aktivitas inti diutamakan adalah regulasi dan perizinan (38.85%) serta pengawasan dan penindakan (35.23%) dengan (W) sebesar 52%. Hasil analisis ANP kluster permasalahan pertimahan yang perlu diselesaikan segera adalah a) pengawasan dan penindakan yang lemah (21.67%) serta kebijakan dan koordinasi pusat dan daerah yang lemah (21.08%) dengan W nilai 53%. ANP kluster strategi dengan urutan prioritas yaitu (a) audit dan pengawasan industri pertambangan timah (31.05%), (b) standardisasi industri pertambangan timah (22.19%), (c) tata niaga pertimahan (17.37%), (d) pembentukan kelembagan timah (14.73%), dan (e) hilirisasi industri pertambangan timah (14.67%) dengan tingkat kesepakatan pakar (W) 21%. Rendahnya tingkat kesepakatan menunjukkan perlu strategi campuran (mix) dalam industri tambang timah. Hasil analisis ANP kluster nilai proposisi dengan urutan prioritas yaitu (a) keberlanjutan (sustainability) pertimahan (40.39%), (b) kesejahteraan dan keadilan (32.54%), dan daya saing (27.06%) dengan nilai W 36%. Semua analisis kluster tersebut didapatkan nilai CR ≤ 0.1. Hasil ANP tersebut digunakan untuk membuat model bisnis industri tambang timah. Model bisnis dibentuk dengan tiga prasyarat yaitu 1) kluster lingkungan strategis terdiri bahwa kemauan politik (political will) dan hukum yang jelas dan tegas, ekonomi dan bisnis yang stabil serta sosial, budaya dan kepemimpinan yang kuat dan harmonis, 2) kluster pemangku kepentingan terdiri dari pemerintah daerah, pemerintah pusat dan lembaga penegak hukum perlu koordinasi yang integral dan 3) kluster aktivitas inti terdiri dari regulasi dan perizinan serta pengawasan dan penindakan perlu dibenahi terkait efektifitas dan kinerjanya. Prasyarat tersebut agar model bisnis dapat berjalan dengan baik. Model bisnis timah yang dibentuk merupakan alur dari proses penambangan hingga perdagangan. Dalam proses penambangan hanya ada swasta, BUMN, BUMD/Koperasi dan penambang inkonvensional. Penambang inkonvensional harus dibawah koordinasi BUMN/BUMD atau koperasi sedangkan swasta langsung menambang sendiri dengan adanya klusterisasi wilayah pertambangan bagi pelaku bisnis tersebut. Kemudian dalam proses pengolahan dapat dilakukan di smelter BUMN/BUMD atau smelter swasta yang dimiliki. Produknya dalam bentuk timah balok, timah dalam bentuk lainnya dan barang jadi yang sudah ditetapkan standardisasi. Produk barang jadi bisa di jual langsung ke pengguna sedangkan produk timah balok atau timah dalam bentuk lainnya harus melalui bursa timah INATIN-BKDI yang kemudian dijual ke pengguna. Model bisnis tersebut menghasilkan strategi campuran dari kluster strategi. Strategi campuran terdiri dari 1) strategi audit dan pengawasan industri tambang timah dengan integratif, lintas sektoral, dan koordinatif oleh lembaga yang berwenang ataupun ditunjuk, 2) strategi standardisasi pertimahan dengan klusterisasi wilayah pertambangan dan standar timah solder atau timah dalam bentuk lainnya, 3) strategi tata niaga pertimahan dengan melalui bursa timah Indonesia dan menaikan bea keluar, 4) strategi pembentukan kelembagan dengan membentuk INATIN-BKDI dan BUMD/koperasi dan 5) Strategi hilirisasi dengan perlu ditunjang dengan persiapan infrastruktur yang memadai dan royalty yang tinggi untuk mendorong hilirisasi pertimahan. Dengan dibentuknya model bisnis meningkatkan kinerja industri pertambangan timah di Bangka Belitung. Peningkatan kinerja industri tambang timah secara kualitatif sebagai berikut 1) Dengan diaturnya tambang inkonvesional dibawah BUMD/koperasi maka a) penambangan rakyat lebih terkoordinasi, tanggung jawab terhadap pajak, reklamasi dan ada lembaga yang bertanggung jawab, b) produksi pasir timah dapat dikendalikan sehingga harga yang terbentuk dapat lebih tinggi, c) mengurangi kerusakan lingkungan. 2) Dengan klusterisasi wilayah pertambangan swasta, BUMN dan BUMD/koperasi mempermudah pengawasan dan pelaku usaha berkompetisi secara sehat. 3) Dengan kenaikan biaya keluar yang tinggi memberikan pendapatan daerah dan mendorong hilirisasi. 4) Penjualan timah melalui bursa dan standardisasi timah untuk mencegah kecurangan yang dilakukan pelaku industri untuk tidak membayar royalty, pajak dan menghilangkan asal usul pasir timah. 5) Dengan hilirisasi menciptakan nilai tambah dan multiplier effect, 6) Dengan meningkatkan audit dan pengawasan terciptanya kepastian hukum dan industri dapat berjalan dengan baik. Hasil kajian ini memiliki implikasi manajerial sebagai berikut 1) pembuatan kebijakan strategis pertimahan perlu memperhatikan saran atau kepentingan pelaku usaha untuk menghindari konflik, 2) pemerintah perlu menciptakan politik yang stabil serta keinginan politis (political will) untuk mengatur pertimahan serta hukum yang jelas dan tegas, 3) pemerintah perlu mendorong regulasi yang jelas dan koordinatif serta pengawasan dan penindakan yang lebih ketat dan menjaga integritas pegawai, 4) Adanya aktor regulator dan lembaga penegak hukum yang bermain maka pemerintah perlu melakukan restrukturisasi birokrat pemerintahan dan pengendalian internal perlu ditingkatkan, 5) strategi standardisasi timah dalam bentuk lainnya berimplikasi pemerintah perlu membuat regulasi SNI, 6) strategi klusterisasi wilayah pertambangan berimplikasi pemerintah perlu merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang wilayah pertambangan, 7) strategi tata niaga timah terhadap timah dalam bentuk lainnya berimplikasi pemerintah perlu merevisi Perdagangan Nomor 32/M-DAG/PER/6/2013 tentang Ketentuan Ekspor, 8) strategi kenaikan bea keluar timah batangan berimplikasi dengan pemerintah perlu mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan terkait bea keluar timah yang lebih tinggi, 9) strategi hilirisasi berimplikasi pemerintah perlu segera menyiapakan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, listrik, air dan telokomunikasi yang baik di Bangka Belitung, 10) strategi audit dan pengawasan berimplikasi terhadap pemerintah perlu menyiapkan jumlah, kualitas dan meningkatkan integritas petugas atau aparat hukum dilapangan yang lebih baik, dan 11) strategi pembentukan kelembagaan BUMD/koperasi berimplikasi pemerintah perlu menyiapkan perangkat hukum dan modal yang memadai untuk lembaga tersebut. Saran yang diberikan dalam kajian ini sebagai berikut 1) perlu dianalisis pemangku kepentingan persektoral seperti pemerintah pusat menjadi kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, dan sebagainya, 2) perlu dianalisis pengaruh tingkat pengawasan dan penindakan terhadap pelaku bisnis yang ada, 3) perlu dianalisis konstestasi aktor dan jaringannya tersebut dalam mempengaruhi pertimahan di Bangka Belitung, dan 4) perlu mengkaji efektivitas regulasi, perizinan dan pengawasan di industri pertambangan timah yang telah ada serta perlu mengkaji ekonomi politik yang terjadi di industri pertambangan timah.
      URI
      http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/159318
      Collections
      • DT - Business [369]

      Copyright © 2020 Library of IPB University
      All rights reserved
      Contact Us | Send Feedback
      Indonesia DSpace Group 
      IPB University Scientific Repository
      UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository
      Universitas Jember Digital Repository
        

       

      Browse

      All of IPB RepositoryCollectionsBy Issue DateAuthorsTitlesSubjectsThis CollectionBy Issue DateAuthorsTitlesSubjects

      My Account

      Login

      Application

      google store

      Copyright © 2020 Library of IPB University
      All rights reserved
      Contact Us | Send Feedback
      Indonesia DSpace Group 
      IPB University Scientific Repository
      UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository
      Universitas Jember Digital Repository