| dc.description.abstract | Meningkatnya aktivitas masyarakat diberbagai bidang seiring dengan
pertumbuhan ekonomi, ternyata juga mendorong meningkatnya berbagai masalah
kesehatan di Indonesia. Dengan meningkatnya pendapatan masyrakat, maka
masalah kesehatan pada beberapa waktu terakhir menjadi salah satu isu sentral
terkait dengan tuntutan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Meski secara
indikator ekonomi terjadi peningkatan pendapatan, namun masyarakat yang
berpenghasilan rendah hingga menengah, yang merupakan proporsi terbesar
penduduk Indonesia ternyata masih belum terakses pada layanan kesehatan yang
memadai. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor seperti tingginya biaya
kesehatan, dimana salah satu komponen didalamnya adalah harga obat-obatan
yang masih relatif tinggi.
Saat ini di Indonesia ada sekitar 126 perusahaan farmasi, hampir 80%
didominasi perusahaan lokal atau perusahaan modal dalam negeri (PMDN)
sementara 20% merupakan perusahaan modal asing (PMA). Sesuai daftar obat
dalam buku MIMS jumlah produk obat resep (etikal) keseluruhan mencapai
hampir 10 ribu jenis obat. Kondisi ini berakibat timbulnya persaingan yang
sangat ketat antar produsen dalam menjual produknya. Mengingat jenis obat etikal
hanya bisa dijual melalui peresepan dari dokter, maka intervensi produsen obat
terhadap dokter menjadi suatu keharusan. Akibatnya jalinan kerjasama antara
dokter dengan perusahaan farmasi menimbulkan permasalahan yang cukup serius,
dan akibatnya adalah biaya pengobatan yang mahal harus ditanggung oleh pasien,
fakta berikut menjadi indikasi kuat akan adanya permasalahan tersebut.
Berdasarkan Laporan BMI (Business Monitor International ) tahun 2013
penjualan obat farmasi Indonesia adalah 63.81 triliun rupiah dan pada tahun 2014
diprediksikan akan mengalami peningkatan sebesar 8.9 % setara 69.46 triliun
rupiah. Sedangkan angka belanja biaya kesehatan Indonesia pada tahun 2013
adalah 248.15 triliun dan pada tahun 2014 diprediksikan naik sebesar 10.5 %
yaitu menjadi 248.15 triliun rupiah. Berdasarkan laporan dari Intercontinental
Marketing Service (IMS) pada Quartal 1 tahun 2014, total penjualan obat resep
setara 31.99 triliun rupiah tumbuh 10.25% dengan pangsa pasar obat generik
sebesar 14.09% dan sisanya sebesar 85.91% merupakan obat branded generik
dan paten.
Dokter dalam menjalankan profesinya memiliki berbagai aturan yang
mengikat, baik dari sisi etika profesi, peraturan pemerintah, juga adanya standar
prosedur operasi yang harus dipatuhi terkait dengan perannya sebagai tenaga
medis dalam memberikan layanan kepada pasiennya. Namun tidak dipungkiri
bahwa dokter sebagai individu juga memiliki pengetahuan atau keahlian dan
motivasi yang perlu apresiasi dan pengakuan atas keahliannya. Disisi lain pihak
produsen memandang dokter merupakan suatu media yang sangat potensial guna
dijadikan partner dalam menjual produknya melalui program promosi.
Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu: 1.) Melakukan identifikasi faktorfaktor
yang memengaruhi dokter dalam pembuatan resep obat etikal kepada pasien. 2.) Mengembangkan model pengambilan keputusan dokter dalam
meresepkan produk etikal terkait dengan kondisi pasien, industri farmasi,
regulasi dan dokter sebagai pembuat keputusan.
Penelitian menggunakan metode analisa deskriptif dan Structural Equation
Model (SEM). Jumlah responden untuk analisa deskriptif dan SEM adalah 160
dokter dari berbagai spesialisasi. Penelitian ini menghasilkan model pengambilan
keputusan dokter baru yang lebih terintegrasi.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pengambilan keputusan dokter dalam
meresepkan obat untuk pasien adalah sebuah keputusan yang sangat kompleks,
pola keterkaitan antara variabel sangat kuat dimana setiap variabel memberikan
pengaruh yang berbeda beda terhadap keputusan meresepkan obat. Pada
penelitian ini hubungan antara masing-masing variabel tidak bisa dilihat dari
masing masing faktor saja, karena banyak pertimbangan yang dilakukan oleh
seorang dokter mulai dari faktor internal, seperti pengetahuan dan motivasi
pribadi dari seorang dokter serta faktor eksternal seperti pengaruh promosi
perusahaan farmasi regulasi dan kondisi ekonomi pasien.
Hasil penelitian ini terungkap dalam hubungan antara dokter dan perusahaan
farmasi menimbulkan hubungan bisnis. Hasil diagnosa, faktor bisnis dan faktor
internal berpengaruh negatif terhadap keputusan meresepkan obat. Artinya dokter
cenderung meresepkan obat branded generik atau obat paten. | |