Fenomena Perburuan Rente Dan Analisis Penerapan Nilai Jual Obyek Pajak-Pajak Bumi Dan Bangunan Di Jabodetabek
View/ Open
Date
2014Author
Hartoyo
Didin S.Damanhuri
Asep Saefuddin
Gunadi
Metadata
Show full item recordAbstract
Untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa, tradisi hutang untuk
memenuhi anggaran negara seyogyanya dihentikan. Jauh lebih baik, jika
Indonesia fokus pada upaya pembangunan yang bertopang pada penerimaan
pajak. Peranan pajak dalam APBN tahun 2009 sampai dengan 2013 sebesar
72.5% - 76.7%, namun tax ratio, yang merupakan rasio penerimaan pajak
terhadap Gross Domestic Product (GDP) pada tahun 2012 hanya 12.0%, sangat
jauh apabila dibandingkan dengan rata-rata tax ratio dari negara-negara yang
tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development
(OECD) pada tahun yang sama sebesar 34.6%. Demikian pula property tax ratio
Indonesia, yaitu rasio penerimaan pajak properti terhadap GDP pada tahun 2011,
hanya sebesar 0.5%, sangat jauh apabila dibandingkan dengan rata-rata property
tax ratio dari negara-negara yang tergabung dalam OECD pada tahun yang sama
sebesar 1.79%. Selanjutnya, para pengamat dan the International Monetery Fund
(IMF) menduga bahwa kebocoran penerimaan pajak di Indonesia mencapai 40%
atau 4% dari GDP.
Penelitian ini mempunyai empat tujuan utama, yaitu : (1) mengungkap
terjadinya perilaku perburuan rente (rent seeking); (2) menguji eksisnya underassessment
dan regresivitas (keadilan vertikal) dalam penetapan Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP) di Wilayah Jabodetabek; (3) menganalisis dan mengukur kinerja
NJOP secara komprehensif di setiap kabupaten/kota di Wilayah Jabodetabek; (4)
merumuskan rekomendasi kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah, agar
perburuan rente dapat dieliminasi dan penerimaan pajak menjadi optimal.
Penelitian ini juga menyempurnakan metode penetapan NJOP, agar mampu
menciptakan NJOP yang lebih akurat dan adil, serta menyiapkan model estimasi
hilangnya potensi pajak di Wilayah Jabodetabek.
Hasil penelitian ini berguna bagi para pejabat /instansi, khususnya
pemerintah daerah, sebagai alat analisis dan meningkatkan kinerja pengelolaan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan (PBB P2) sebagai pajak daerah
yang mampu mengeliminasi perburuan rente, menciptakan kinerja penetapan
NJOP yang akurat dan adil, serta penerimaan pajak yang optimal. Hasil dari studi
ini dapat digunakan dan diterapkan di kabupaten/kota lainnya di Indonesia, untuk
mendukung dan melengkapi persiapan pemerintah daerah dalam mengelola pajakpajak
daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 28 tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Assessment Sales Ratio (ASR), yang merupakan rasio NJOP (assessment)
terhadap nilai pasar (market value), dianalisis dengan menggunakan uji tingkat
assessment (testing for the level of assessment) serta uji tingkat keadilan (testing
for assessment regressivity/progressivity). Penelitian ini menguji apakah benar
telah terjadi perilaku perburuan rente (rent-seeking), serta menguji apakah
penetapan NJOP di 13 kabupaten/kota dalam wilayah Jabodetabek terbukti
berkinerja baik.
Kinerja dapat dinyatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) tingkat
assessment mendekati 100% dari nilai pasar, tidak berkinerja under-assessment
atau over-assessment; (b) tingkat keadilan berkinerja wajar/independen, tidak
regresif atau progresif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji tingkat assessment,
13 kabupaten/kota di wilayah Jabodetabek terbukti berkinerja under-assessment.
NJOP rata-rata terbukti berada di bawah nilai pasar. Uji tingkat keadilan
menunjukkan bahwa penetapan NJOP di sembilan kabupaten/kota berkinerja
regresif, satu kota berkinerja progresif, dan hanya di tiga kabupaten/kota
berkinerja wajar. Penetapan NJOP dinyatakan regresif jika properti yang relatif
murah dikenakan pajak (assessment ratio) lebih tinggi dibanding properti yang
relatif mahal, sedangkan progresif jika properti yang relatif murah dikenakan
pajak yang lebih rendah dibanding properti yang relatif mahal. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang berkinerja kurang baik
atau buruk memerlukan penyempurnaan atau koreksi NJOP melalui penilaian
ulang (reappraisal), reviu NJOP (reassessment) atau cukup dengan penyesuaian
NJOP.
Dengan model yang diusulkan, hilangnya potensi PBB P2 tahun 2012
diperkirakan sebesar Rp1,384 Milyar atau 24.3% dari potensi pajak yang
seharusnya sebesar Rp5,698 Milyar. Dari jumlah tersebut, 14.6% dari potensi
pajak hilang karena konsekuensi penerapan penilaian massal, sedangkan 9.7%
dari potensi pajak hilang karena kinerja yang buruk, termasuk yang diakibatkan
karena terbukanya ruang perburuan rente. Selanjutnya hilangnya potensi dari Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh)
atas pengalihan hak atas tanah yang diakibatkan oleh aktivitas perburuan rente
melalui transaksi properti di pasar primer dan pasar sekunder di wilayah
Jabodetabek pada tahun 2012 berjumlah Rp874 Milyar atau 10.7% dari perkiraan
realisasi penerimaan BPHTB dan PPh atas pengalihan properti sekitar Rp8.2
Triliun.
Collections
- DT - Business [369]
