Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pegawai Pajak Dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak (Kasus Pada: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus)
View/ Open
Date
2012Author
Sumardjito, Herry
Daryanto, Arief
Hubeis, Musa
Eriyatno
Metadata
Show full item recordAbstract
Reformasi perpajakan merupakan program pemerintah untuk
meningkatkan kinerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Reformasi perpajakan
dapat berbentuk reformasi kebijakan pajak dan/atau reformasi administrasi
perpajakan. Penelitian tentang reformasi perpajakan banyak didominasi oleh tema
reformasi kebijakan. Sedikitnya penelitian tentang reformasi administrasi
perpajakan telah mendorong penelitian ini dilakukan. Penelitian ini mengkaji
bagaimana pengaruh reformasi perpajakan terhadap kinerja pegawai dan pada
akhirnya kinerja organisasi administrasi perpajakan. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa sebelum reformasi perpajakan, kinerja DJP
dinilai belum optimal oleh banyak pihak yang ditandai dengan belum puasnya
masyarakat akan pelayanan perpajakan dan kinerja penerimaan pajak. Kinerja
pegawai juga dinilai belum optimal yang ditandai dengan penyelahgunaan
wewenang seperti praktek korupsi dan kolusi.
Beberapa permasalahan yang dihadapi DJP pada masa sebelum
dilakukannya reformasi perpajakan meliputi: (1) Kesulitan untuk mengetahui
besarnya potensi pajak. Dengan mengetahui potensi pajak yang ada, dapat
direncanakan besarnya target penerimaan pajak yang mungkin dicapai, sehingga
penetapan target penerimaan pajak tidak hanya menambahkan suatu persentase
tertentu terhadap realisasi penerimaan pajak tahun sebelumnya. (2) Persepsi
masyarakat tentang pajak cenderung negatif. Masyarakat mempertanyakan ke
mana uang pajak dialirkan, karena pihak-pihak yang telah membayar pajak tidak
merasakan manfaat membayar pajak. Kurangnya transparansi dalam pemungutan
pajak, tidak jelasnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang multi tafsir,
image umum bahwa petugas pajak cenderung mempersulit urusan pembayaran
pajak, petugas pajak cenderung otoriter bukan melayani masyarakat, segala
sesuatu dapat dinegosiasikan, merupakan sebagian persepsi negatif yang melekat
pada aparatur perpajakan di masa sebelum dilakukannya reformasi perpajakan. (3)
Dilihat dari sisi pemenuhan kewajiban perpajakan, tingkat kepatuhan Wajib Pajak
masih rendah dan DJP belum mempunyai metodologi penggalian potensi pajak
yang baku, sehingga upaya intensifikasi perpajakan menjadi terkendala. (4)
Organisasi dan jumlah pegawai DJP yang sangat besar (pada awal tahun 2000-an
sekitar 30.000 pegawai) dengan manajemen SDM yang secara umum belum baik
menyangkut: career path, reward and punishment, sistem mutasi dan promosi,
maupun pendidikan dan pelatihan menyebabkan kualitas Sumber Daya Manusia
DJP masih rendah.
Salah satu hal mendasar dalam reformasi perpajakan adalah adanya
perubahan paradigma dalam berbagai aspek yang berkaitan dengan perpajakan.
Perubahan paradigma tersebut menyangkut hal-hal berikut: (1) Organisasi, diubah
dari semula “berdasarkan jenis pajak” menjadi berdasarkan “fungsi”. Sebelum
dilaksanakannya modernisasi, struktur organisasi DJP dikelompokan berdasarkan
tiga jenis pajak yang dikelola yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Melalui modernisasi, demi
memberikan pelayanan yang lebih baik, struktur organisasi DJP disempurnakan
menjadi struktur organisasi yang berbasis fungsi, yaitu berdasarkan fungsi
pelayanan, fungsi pengawasan dan fungsi perencanaan. Akibat perubahan struktur
berdasarkan fungsi ini seluruh kantor pajak di seluruh Indonesia dilebur menjadi
satu. Semula terdapat Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pemeriksaan dan
Penyidikan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan kemudian dilebur
menjadi satu, yaitu Kantor Pelayanan Pajak yang dibedakan menurut jenis strata
WPnya yaitu, KPP Pratama, KPP Madya dan KPP WP Besar. Sebelum dilakukan
reformasi, struktur organisasi DJP masih bersifat struktural, sehingga terjadi
penguasaan oleh jabatan tertentu sampai ke tingkat lapangan. (2) Sistem dan
proses kerja, diubah dari semula “manual” menjadi berdasarkan “sistem” dengan
“case management”. (3) Pelayanan dengan mengedepankan aspek pelayanan
kepada Wajib Pajak (costumer oriented). (4) Penanganan keluhan dan pengaduan,
dengan membentuk unit khusus yang menangani keluhan dan pengaduan
(complaint centre). (5) Profesionalisme menjadi tuntutan semua pegawai. (6)
Good governence, antara lain dengan membuat Kode Etik Pegawai.
Sejak tahun 2002, reformasi perpajakan diterapkan di DJP, namun belum
memberikan hasil yang optimal. Hal ini dapat dilihat dari realisasi penerimaan
pajak belum memenuhi target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Kondisi ini juga yang mendorong untuk dilakukannya
penelitian tentang reformasi perpajakan di DJP ini. Penelitian ini bertujuan untuk
(1) Mengkaji penerapan reformasi perpajakan di DJP, (2) Menganalisis dan
menjelaskan pengaruh reformasi perpajakan terhadap kinerja pegawai, dan (3)
Mengkaji implikasi reformasi perpajakan terhadap penerimaan pajak.
Reformasi perpajakan dalam penelitian ini diwakili oleh variabel
kebijakan pajak, SDM, struktur organisasi, sistem informasi dan administrasi
perpajakan, sistem pengawasan pegawai dan sistem remunerasi. Penelitian ini
menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil survei
dengan menggunakan kuesioner, sedangkan untuk responden pakar dengan
menggunakan focus group discussion (FGD) dan individual depth interview (IDI).
Ukuran jumlah sampel (responden) ditentukan dengan metode Slovin untuk
pegawai eselon IV dan staf, sedangkan pegawai eselon II dan III diambil secara
sampling jenuh. Jumlah responden yang disurvei adalah 252 orang menurut teknik
sampling purposif yang meliputi pegawai DJP pada tingkat pelaksana sampai
ketingkatan eselon dua, sedangkan responden pakar ditentukan berdasarkan
kepakarannya sebanyak tujuh orang. Pengolahan dan analisis data menggunakan
analisis deskriptif, analisis regresi logistik dan analisa kebijakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan reformasi perpajakan di
DJP secara umum belum optimal. Hal ini terbukti dari kenyataan bahwa
perubahan undang-undang perpajakan dan reformasi administrasi perpajakan
belum memberikan pengaruh signifikan terhadap pencapaian target penerimaan
pajak. Selain itu, reformasi perpajakan DJP belum memberikan pengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja pegawai secara keseluruhan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa struktur organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja. Sedangkan kebijakan pajak, sistem informasi dan administrasi
perpajakan, sistem pengawasan pegawai dan sistem remunerasi memiliki hubungan yang negatif, tetapi nyata (signifikan) dan juga berpengaruh terhadap
kinerja, sedangkan variabel SDM tidak berpengaruh secara signifikan.
Collections
- DT - Business [369]
