| dc.description.abstract | Financial distress adalah suatu situasi dimana perusahaan tidak dapat memenuhi
kewajiban pembayaran kepada pihak ketiga (Andrade dan Kaplan, 1998). Perusahaan
yang mengalami financial distress berada di antara status solvent dan insolvent. Financial
distress dinyatakan bahwa perusahaan dalam kondisi cash flow yang sangat minimum
yang menyebabkan terjadinya “deadweight losses”, tidak berarti sudah sampai pada tahap
insolvent.
Perkembangan ekonomi dunia akhir-akhir ini berpengaruh terhadap melemahnya
aktivitas bisnis secara umum seperti terjadinya Global Financial Crisis. Terjadinya delisting
beberapa perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia (IDX) karena kesulitan
keuangan. Fenomena lain dari financial distress adalah banyaknya perusahaan yang
cenderung mengalami kesulitan likuiditas, ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah
perusahaan yang tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada perbankan. Hal ini dapat
dilihat dari meningkatnya Non Performing Loan (NPL) perbankan di Indonesia yang dapat
menjadi proxy kesulitan likuiditas perusahaan. Seperti yang terjadi pada bulan Oktober
2005 ketika pemerintah Indonesia mengurangi subsidi BBM, banyak perusahaan yang
mengalami kesulitan karena biaya produksi meningkat. Peningkatan NPL perbankan di
Indonesia yang terjadi sejak Oktober 2005-Maret 2006 cukup tajam sebesar 11,5% (dari
Rp 61 triliun menjadi Rp 68 triliun) demikian juga akibat dampak dari Global Financial
Crisis September 2008.
Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi indikator keuangan yang diprediksi
akan mempengaruhi financial distress, melakukan mapping terhadap kondisi keuangan
perusahaan sesuai dengan tahapan dalam proses integral financial distress, mengkaji
faktor-faktor yang mempengaruhi financial distress, menganalisa kemampuan likuiditas
perusahaan publik untuk keluar dari financial distress dan memberikan rekomendasi
strategis agar perusahaan tidak mengalami financial distress sehingga dapat menjadi acuan
bagi investor atau pemerintah dalam menilai kinerja keuangan di IDX.
Penelitian dilakukan dengan mengambil data sekunder laporan keuangan
perusahaan publik non financial company selama periode lima tahun (2004-2008) dari
IDX. Proses seleksi variabel dan data berdasarkan rasio-rasio keuangan dan indikatorindikator
yang dianggap penting dalam model financial distress. Faktor-faktor yang
diperoleh dapat mempengaruhi financial distress dan emergence financial distress serta
menghasilkan model implementasi yang dapat diterapkan untuk mencegah, mengatasi dan
bangkit dari financial distress.
Analisis mapping terhadap 220 perusahaan yang terseleksi, yaitu memiliki laporan
keuangannya lengkap selama lima tahun (2004-2008). Hasil analisis mapping
menunjukkan kondisi keuangan 220 perusahaan yang benar-benar termasuk katagori baik
atau good (A) rata-rata hanya sebesar 47% (103 perusahaan), Early Impairment:
perusahaan yang total pendapatannya sudah menurun lebih dari 20% (B+) sebesar 1% (2
perusahaan), Deterioration: perusahaan yang laba bersihnya telah menurun lebih dari 20%
(B-) sebesar 27% (60 perusahaan) dan Cashflow Problem: perusahaan yang cash flow
operasionalnya negatif (C) adalah sebesar 25% (55 perusahaan). Pada tahun 2007-2008
jumlah perusahaan yang mengalami early impairment, cash problem dan deterioration meningkat, sebaliknya jumlah perusahaan good company menurun. Hal ini merupakan
akibat dampak krisis keuangan global yang terjadi.
Terdapat korelasi (hubungan) negatif signifikan antara debt service coverage (DSC)
dengan deterioration dan cashflow problem, namun lemah/tidak kuat. Jika terjadi cashflow
problem, maka secara konsisten akan menurunkan nilai DSC, walaupun dampaknya tidak
besar. Kategori kondisi keuangan perusahaan (cashflow problem hingga good companies)
berkorelasi positif dengan status Financial Distress. Untuk menghindari terjadinya
financial distress pada perusahaan, maka perlu pengelolaan cash flow secara cermat dan
sungguh-sunguh. Tidak cukup hanya berkonsentrasi pada revenue atau profit perusahaan,
karena laporan laba-rugi hanya berdasarkan accrual basis, sedangkan pengendalian
keuangan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya (liabilities) berdasarkan cash basis.
Hasil regresi panel data terhadap DSC sebagai variabel terikat dan Profit, CR
(current ratio), Eff (Efisiensi), Lev (leverage), RE (retain earning), EQ (ekuitas), MECO
(kondisi makro ekonomi) dan variabel dummy Katagori (D1, D2 dan D3) merupakan
variabel bebasnya (faktor), menunjukkan bahwa konstanta regresi yang diperoleh adalah
sebesar 0,667 dengan p-value sebesar 0,07. Apabila dalam kondisi tertentu semua variabel
bebasnya bernilai 0, maka besarnya DSC diperkirakan sebesar 0,667 (nilai DSC-nya
masih jauh dari batas tidak financial distress yaitu 1,2). Current ratio (CR) dan Efisiensi
berpengaruh sangat signifikan terhadap DSC, sedangkan variabel Leverage berpengaruh
negatif terhadap DSC. Semakin besar perusahaan mempunyai hutang, kemungkinan
perusahaan mengalami Financial Distress semakin besar. Ekuitas (EQ) juga berpengaruh
positif secara signifikan terhadap DSC. Variabel keuangan lain, yaitu Profit dan Retain
Earning (RE) tidak berpengaruh signifikan terhadap DSC. Hal ini disebabkan karena baik
Profit maupun Retain Earning ditampilkan berdasarkan accrual basis, jadi belum tentu
ada dananya secara cash. Indikator lain; karena pengaruh eksternal; seperti kondisi makro
ekonomi akibat krisisis keuangan global pada tahun 2008 (MECO) terlihat tidak
berpengaruh positif signifikan terhadap DSC. Mapping status kondisi keuangan
perusahaan dibedakan dalam beberapa dummy katagori (D1=1;deterioration, selainnya=0,
D2=1; early impairment, selainnya =0, dan D3=1; good company, selainnya = 0). D3
(good company) berpengaruh positif dan signifikan terhadap DSC sebesar 0,518.
Hasil estimasi regresi multinomial logistik mengindikasikan beberapa faktor yang
berpengaruh signifikan terhadap status perusahaan (dari NFD menjadi FD), yaitu Profit,
Eff, Leverage dan D3, sedangkan variabel CR, RE, EQ, GCG dan MECO tidak
signfikan. Hal ini disebabkan karena Profit, EFF, Leverage berkaitan langsung dengan
cash flow perusahaan sedangkan variabel lainnya tidak secara langsung.
Hasil penelitian ini berimplikasi secara manajerial bagi manajemen perusahaan di
IDX, dimulai sejak adanya symptom pada saat early impairment sampai tahap kesulitan
likuiditas pada saat cash flow operasional telah negatif (cash flow problemI). Untuk dapat
keluar dari kondisi financial distress, manajemen perusahaan harus memperhatikan dan
mengendalikan keempat variabel keuangan tersebut agar status keuangan yang dalam
kondisi financial distress tidak terus memburuk ke arah bankruptcy, melainkan dapat
kembali bangkit sebagai perusahaan yang sehat (emergence financial distress).
Rekomendasi manajerial berkaitan dengan solusi financial distress agar lebih
memperhatikan kemampuan cashflow perusahaan dan menetapkan batasan besarnya
leverage dengan mengacu kepada besarnya DSC yang setiap saat harus lebih besar dari
1,2. Pihak pengendali keuangan perusahaan publik agar senantiasa memonitor status
kondisi keuangan perusahaan apakah masih berada dalam kondisi baik (good company)
atau telah memasuki tahapan process integral financial distress (early impairment –
deterioration - cash flow problem – bankruptcy). | |