Model Daya Saing Produk Gondorukem Di Pasar Internasional Dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Industri Gondorukem Di Indonesia
View/ Open
Date
2010Author
Fachrodji, Achmad
Sumarwan, Ujang
Suhendang, Endang
Harianto
Metadata
Show full item recordAbstract
Berdasarkan data dari The Global Competitiveness Report, World
Economic Forum tahun 2008-2009, posisi daya saing Indonesia di urutan ke 55
dari 125 negara di dunia, atau terendah dari 55 negara di Asia Pasifik. Padahal
potensi yang dimiliki Indonesia berupa sumberdaya alam yang melimpah
seyogyanya membuat peringkat daya saing Indonesia bisa lebih baik. Sehubungan
dengan ini maka diperlukan adanya upaya-upaya untuk meningkatkan daya saing
melalui kegiatan ekspor produk-produk unggulan Indonesia ke pasar
Internasional, baik ekspor migas maupun non migas. Salah satu produk non
migas berupa hasil hutan non kayu yang bernilai tinggi dan menjadi andalan
ekspor adalah produk gondorukem (Gum Rosin) yang diperoleh dari pemasakan
getah pohon Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese).
Permasalahan yang dihadapi dalam perdagangan internasional produk
gondorukem adalah sering terjadi fluktuasi harga dan fluktuasi permintaan produk
gondorukem yang dipicu oleh perilaku pebisnis RRC sebagai negara produsen
terbesar di dunia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun strategi
pengembangan industri dan bisnis gondorukem Indonesia berdasarkan model daya
saingnya di pasar internasional. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk
mengetahui perbandingan daya saing produk gondorukem dari sudut pandang
industri, perusahaan dan negara antara Indonesia, RRC dan Brazil.
Penelitian dilaksanakan di beberapa lokasi, baik di dalam negeri maupun
luar negeri yang meliputi empat group perusahaan di RRC maupun dua group
perusahaan di Brazil. Penelitian dilakukan selama 7 (tujuh) bulan sejak April 2009
sampai dengan Oktober 2009. Design penelitian ini merupakan gabungan antara
penelitian deskriptif dan explanatory.
Alat analisis utama yang digunakan untuk membangun model daya saing
adalah Analytic Network Process (ANP), sedangkan analisis peramalan
(forecasting) dipergunakan untuk peramalan produksi, peramalan ekspor dan
peramalan konsumsi dunia. Untuk memperkuat ANP terlebih dahulu dilakukan
analisis daya saing dari sudut pandang negara khususnya aspek sumberdaya,
analisis daya saing dari sudut pandang perusahaan dan analisis daya saing dari
sudut pandang industri. Sementara untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan
yang saling mempengaruhi antar variabel dilakukan Uji Kausalitas Granger
(Granger Causality Test).
Dari segi produktivitas hutan pinus menurut Cunningham (2006), dari
hasil penelitiannya di Brazil dan RRC diperoleh hasil bahwa hutan pinus di Brazil
memiliki density (jumlah pohon per hektar) rata-rata 800 pohon, produksi getah
per pohon per tahun 6 kg dan produksi getah per hektar per tahun 4,8 ton. Hutan
pinus di RRC memiliki density rata-rata 700 pohon, produksi getah per pohon per
tahun 2 kg dan produksi getah per hektar per tahun 1,4 ton. Sementara dari hasil
iv
pengamatan, untuk hutan pinus Indonesia memiliki density rata-rata 350 pohon,
produksi getah per pohon per tahun 2,4 kg dan produksi per hektar per tahun 0,85
ton.
Hasil analisis RCA# sebagai indeks kinerja kompetitif suatu industri,
ternyata tren RCA# produk gondorukem RRC dan Brazil pada sepuluh tahun ke
depan kecenderungannya menurun, sedangkan tren RCA# gondorukem Indonesia
pada sepuluh tahun ke depan kecenderungannya naik. Dari sisi Profit Margin
ternyata Indonesia jauh lebih tinggi dari RRC dan Brazil, yaitu pada tahun 2008
Indonesia 16,79%, sementara RRC adalah 1,25 % dan Brazil 9,51%. Pada tahun
2009 profit margin gondorukem Indonesia menjadi 12,80%, RRC 0,72% dan
Brazil 6,72%. Profit Margin Indonesia yang tinggi hanya didasarkan dari nilai
perolehan bahan baku getah pinus yang paling murah dibandingkan negara
lainnya.
Dari analisis peramalan terhadap produksi, ternyata tren produksi
gondorukem RRC dan Brazil kecenderungannya naik, sedangkan tren produksi
gondorukem Indonesia kecenderungannya turun. Sebaliknya tren ekspor
gondorukem RRC dan Brazil kecenderungannya menurun, sedangkan tren ekspor
gondorukem Indonesia kecenderungannya naik. Konsumsi gondorukem dunia
kecenderungannya juga naik. Ada atau tidaknya hubungan yang saling
mempengaruhi antar variabel yang terdiri dari 36 hubungan antar variabel harga,
volume ekspor dan nilai tukar masing-masing negara, ternyata yang paling nyata
pengaruhnya adalah hubungan antara harga gondorukem RRC dengan harga
gondorukem Indonesia, dimana harga gondorukem RRC sangat mempengaruhi
harga gondorukem Indonesia.
Hasil analisis prioritas keseluruhan elemen dalam kerangka ANP
menunjukkan, bahwa apabila pendapat kelompok pakar luar negeri dan kelompok
pakar dalam negeri digabungkan, maka prioritas yang harus dilakukan berturutturut
adalah peningkatan pemanfaatan potensi hutan pinus yang dimiliki
Indonesia, perbaikan sarana/prasarana, intensifikasi kegiatan penyadapan dan
pembangunan industri turunan (derivatif) gondorukem. Pada analisis prioritas
pada cluster strategi menurut pakar luar negeri agar bisa memenangkan
persaingan bisnis produk gondorukem di pasar internasional adalah dengan
melakukan pengembangan produk turunan (derivatif), sedangkan pakar dalam
negeri mengusulkan sebelum dilakukan pengembangan industri turunan
gondorukem disarankan melakukan sosialisasi pencitraan bisnis gondorukem dan
perbaikan infrastruktur.
Collections
- DT - Business [368]
