Perbandingan Regresi Logistik dan CHAID pada Faktor Resiko Anemia, Defisiensi Besi, dan Anemia Defisiensi Besi Wanita Usia Subur
Date
2024Author
Hamzah, Shaly Wanda
Aidi, Muhammad Nur
Sumertajaya, I Made
Ernawati, Fitrah
Metadata
Show full item recordAbstract
Wanita usia subur (WUS) di Indonesia rentan terhadap anemia, defisiensi besi (DB), dan anemia defisiensi besi (ADB). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan prevalensi kondisi tersebut pada WUS serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhinya menggunakan analisis regresi logistik dan Chi-squared Automatic Interaction Detector (CHAID). Data yang digunakan berasal dari Riset Kesehatan Dasar 2013 yang disediakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Indonesia, meliputi kadar hemoglobin, data demografi, dan sosial ekonomi, serta data ferritin (Fe) dan CRP dari sampel serum yang dikumpulkan pada tahun 2013, kemudian disimpan dan dianalisis pada tahun 2016.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada WUS di Indonesia adalah 11%, DB 14%, dan ADB 9%. Peubah yang berpengaruh pada kondisi Anemia dengan menggunakan regresi logistik biner diantaranya adalah Indeks Massa Tubuh (IMT), konsumsi daging, penyakit malaria, dan ISPA. Pada saat menggunakan regresi logistic multinomial peubah yang berpengaruh pada anemia adalah IMT, status kawin, malaria, dan ISPA. Pada saat menggunakan metode CHAID peubah yang berpengaruh terhadap anemia meliputi penyakit malaria, jumlah konsumsi sayur mingguan, IMT, penyakit ISPA, jumlah konsumsi protein hewani (daging/ayam/ikan) harian, status kepemilikan rumah, status kehamilan, dan jumlah anggota keluarga.
Pada Kondisi DB, peubah yang berpengaruh dengan menggunakan regresi logistik biner diantaranya adalah IMT, pendidikan, besar keluarga, status kawin, dan penyakit diare. Pada saat menggunakan regresi logistic multinomial, peubah yang berpengaruh pada DB adalah IMT, pendidikan, besar keluarga, dan status kawin. Pada saat menggunakan metode CHAID peubah yang berpengaruh terhadap DB terdiri dari status kawin, status kehamilan, IMT, besar keluarga, penyakit diare, penyakit malaria, usia, jumlah konsumsi sayuran, pendidikan, kepemilikan rumah, penyakit ISPA, dan penyakit pneumonia.
Berdasarkan kondisi ADB, peubah yang signifikan pada saat menggunakan regresi logistic biner diantaranya adalah IMT, status rumah, besar keluarga, status kawin, daging, dan malaria. Pada saat menggunakan regresi logistic multinomial, peubah yang berpengaruh pada ADB adalah IMT, status rumah, besar keluarga, status kawin, daging, dan malaria. Pada saat menggunakan metode CHAID, peubah yang berpengaruh adalah IMT, status kawin, jumlah anggota keluarga, jumlah konsumsi daging, jumlah konsumsi buah mingguan, jumlah konsumsi sayuran, status kehamilan, penyakit ISPA, kepemilikan rumah, penyakit malaria, usia, penyakit diare, dan wilayah tempat tinggal.
Berdasarkan evaluasi model menunjukkan bahwa regresi logistik dan CHAID menghasilkan akurasi yang baik pada kondisi anemia 85%, DB 81%, dan ADB 88%. Namun, nilai sensitivitas kedua metode sangat tinggi pada 100% sementara spesifisitas sangat rendah yaitu 0% untuk kondisi DB dan ADB, yang menunjukkan bahwa model dapat mengidentifikasi kondisi normal tetapi kurang efektif dalam mendeteksi kondisi anemia, DB, atau ADB. Tingginya data pada kategori normal menyebabkan model lebih cenderung mengidentifikasi kondisi normal dengan baik, namun kurang mampu mengidentifikasi kondisi anemia, DB, dan ADB. Ketika dianalisis dengan empat kategori, akurasi menurun menjadi sekitar 65% untuk kedua metode, dengan sensitivitas hampir 100% untuk kategori normal dan nol untuk kategori anemia, DB, dan ADB. Hasil dari model yang didapatkan maka disimpulkan model dengan metode regresi loistik maupun CHAID memiliki akurasi tinggi yang mampu mendeteksi kondisi normal namun belum sensitif untuk mendeteksi kondisi anemia, defisiensi besi maupun anemia defisiensi besi.