Show simple item record

dc.contributor.authorHapsari, Atit Kusuma
dc.date.accessioned2010-05-07T11:48:14Z
dc.date.available2010-05-07T11:48:14Z
dc.date.issued2004
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/15678
dc.description.abstractPemanfaatan ular oleh manusia semakin beragam macamnya, diantaranya sebagai obat, bahan baku produk fashion, dan juga sebagai binatang peliharaan. Makin beragam dan banyaknya pemanfaatan ular oleh manusia dapat mengakibatkan semakin tingginya tingkat permintaan akan ular. Jika melihat kondisi lingkungan saat ini, dimana tekanan terhadap habitat satwa semakin tinggi, maka sudah saatnya manusia tidak lagi mengandalkan alam untuk memenuhi kebutuhan akan satwa. Penangkaran adalah jalan keluar untuk dapat memenuhi kebutuhan satwa tanpa harus memburunya di alam. Mengelola usaha penangkaran bukanlah hal yang mudah, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Penelitian ini menitikberatkan pada aspek teknis penangkaran. Penelitian dilakukan di CV Terraria Indonesia dan Taman Reptilia TMII. Kedua penangkaran tersebut mempunyai tujuan yang berbeda dalam pengelolaan penangkarannya. CV Terraria bergerak untuk tujuan ekonomi, sedangkan Taman Reptilia TMIl bergerak untuk tujuan wisata. CV Terraria dan Taman Reptilia TMII memiliki bentuk dan sistem penangkaran yang sama, yaitu penangkaran exsitu dengan sistem pengelolaan intensif. Dalam pengadaan bibit, CV Terraria mendapatkannya dari alam dan hasil breeding, sedangkan Taman Reptilia TMII mendapatkannya dari penangkar lain, sumbangan, dan import. Pemilihan bibit di CV Terraria dilakukan berdasarkan warna ular, kesehatan ular, dan asal daerah. Kriteria tersebut dimaksudkan supaya didapatkan calon induk yang berkualitas. Di Taman Reptilia, pemilihan bibit berdasarkan keunikan jenis sehingga dapat menarik perhatian pengunjung. Ular yang baru datang akan diadaptasikan dan diaklimatisasikan terlebih dulu sebelum disatukan dengan ular yang lain. Hal ini dilakukan untuk mengurangi stres akibat pindah ke lingkungan yang baru dan untuk mencegah masuknya penyakit dari luar. Teknik adaptasi dan aklimatisasi di CV Terraria dibedakan untuk jenis yang tidak ditangkarkan dan untuk calon induk. Lama pengkarantinaan untuk jenis yang tidak ditangkarkan adalah 1-2 minggu dan calon induk selama 2 tahun. Di Taman Reptilia, teknik adaptasi dan aklimatisasinya sama untuk semua jenis, lamanya 1-2 minggu. Sistem perkandangan di CV Terraria dibagi berdasarkan umur ular, ukuran ular, fungsi kandang. Taman Reptilia membaginya berdasarkan fungsi saja. Bentuk dan ukuran kandang yang digunakan dikedua tempat tersebut berbeda. CV Terraria memilih bentuk dan ukuran kandang yang kecil dan sederhana. Bahan pembuatan kandang terbuat dari plastik dengan substrat berupa kertas koran. Pemilihan tersebut didasarkan atas kepraktisan, kemudahan dalam memperoleh kandang, dan juga keefisienan tempat. Kandang di Taman Reptilia berukuran besar dan terbuat dari kaca. Kandang didesain seindah mungkin supaya terlihat alami dan menarik. Dalam ha1 pakan, jenis pakan yang diberikan di CV Terraria dan Taman Reptilia berbeda. CV Terraria memberikan tikus putih seminggu sekali, sedangkan Taman Reptilia memberikan anak ayam sebagai pakan utama dan marmut sebagai pakan selingan. Pemberian pakan utama dan pakan selingan dilakukan seminggu sekali pada hari yang berbeda. Pakan selingan diberikan untuk menutupi kurangnya zat kalsium pada anak ayam. Mattison (1988) menyatakan bahwa kandungan zat kalsium pada anak ayam tergolong rendah sehingga kurang baik untuk pertumbuhan satwa. Pakan diberikan dalam keadaan hidup. Penyakit pada ular dapat disebabkan oleh stres, sanitasi kandang yAg kurang baik, dan tertular penyakit yang berasal dari daerah lain (Maiiison 1988; Hoaegger, 1975). Penyebab penyakit yang terakhir merupakan ha1 yang dapat menyebabkan penyakit parah ataupun kematian pada ular. Penyakit yang menyerang ular di CV Terraria adalah mouth-rot> radang gusi, flu, kutu, cacing, dan konstipasi. Penyakit yang menyerang ular di Taman Reptilia adalah mouth-rot, radang gusi, kutu, cacing, maag, flu, dan anoreksia. Yenyakit yang sering menyerang ular di kedua tempat tersebut umumnya adalah penyakit yang ringan, oleh karena itu penanganannya dilakukan sendiri oleh pengelola. Obatdbatan yang digunakan merupakan obat-obatan yang digunakan oleh manusia, hanya dengan dosis yang berbeda. Kegiatan reproduksi di CV Terraria merupakan suatu ha1 yang sangat penting. Kegiatan ini biasanya dimulai pada bulan April. Persiapan-persiapan yang dilakukan meliputi persiapan kandang dan persiapan induk. Induk yang siap kawin diketahui dari kulitnya yang teilihat berminyak dan jika daerah di sekitar kloaka ditekan maka akan keluar ciran berwarna putih pada induk jantan dan benwarna coklat pada induk betina. Keberhasilan perkawinan dapat diketahui 1 bulan setelahnya. Waktu dari fertilisasi hingga ular bertelur adalah 71 hari. Jumlah telur rata-rata 10-18 butir. Telur yaug dihasilkan, dibiarkan dierami oleh induknya atau dipindahkan ke inkubator. Suhu inkubator berkisar antara 30°C-32°C dengan RH sekitar 90 %-92 %. Telur akan menetas dalam 53 hari. Berbeda dengan CV Tenaria, kegiatan reproduksi di Taman Reptilia bukanlah hal yang dipnoritaskan. Tidak ada perlakuan khusus terhadap ular-ular yang akan berkembang biak. Ular-ular yang berkembang biak di Taman Reptilia adalah ular-nlar yang dikandangkan lebih dari satu ekor ular dalam satu kandang, seperti ular Taliwangsa, ular Karung, ular Dipong, dan ular Sanca Batik. Telur-telur yang dihasilkan biasanya dibiarkan di kandang atau dipindahkan ke kandang karantina dan diletakkan di suatu kotak dengan substrat berupa vermikulit. Persentase telur yang dapat menetas tidaklah banyak, kurang dari 50 %. Pengamatan terhadap perilaku reproduksi dilakukan di CV Terratia pada ular Sanca Hijau (Chonropyfhon viridis) yang berasal dari Papua dan Kepulauan AN. Perilaku reproduksi yang tejadi meliputi perilaku mendekati pasangan, courtship, dan kopulasi. Waktu rata-rata yang diperlukan oleh ular Sanca Hijau yang berasal dari Papua untuk melakukan pendekatan, courtship, dan kopulasi secara berturut-turut adalab 9,67 menit, 123 menit, dan 621,67 menit. Total waktu mulai dari pendekatan hiigga selesai kawin adalah 932 menit atau 15 jam 32 menit. Sedangkan untuk ular Sanca Hijau yang b e d dari Kepulauan AN, waktu rata-rata yang diperlukan untuk pendekatan, courtship, dan kopulasi adalah 13 menit; 101,67 menit, dan 680,67 menit. Total walcdunya 944 menit atau 15 jam 44 menit. Dari hasil perhitungan didapatkan thi,,, untuk pendekatan, courtship, dan kopulasi masing-masing sebesar 0,79; 0,38; dan 0,30. Jika dibandigkan tub, yang nilainya sebesar 4,604 maka dapat diambil kesimpulan bahwa durasi dari tahapan perilaku reproduksi ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) yang berasal dari Papua dan Kepulauan Am tidak berbeda nyata atau dapat dikatakan relatif sama. Penilaian terbadap aspek teknis penangkaran dilakukan dengan mengacu pada Rancangan Pedoman Standar Kualifikasi Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar dari Departemen Kehutanan. Skor maksimum dan minimum untuk CV Terraria adalah 2,1865 dan 0,4773, sedangkan untuk Taman Reptilia adalah 2,429 dan 0,4858. Total skor yang diperoleh oleh CV Terraria adalah 1,9085, sedangkan Taman Reptilia sebesar 1,6018. Total skor keduanya masih diatas nilai rata-rata dari total skor masing-masing. Hal ini menandakan bahwa penerapan aspek teknis di kedua penangkaran tersebut tergolong cukup baik. Jika dibandingkan antara keduanya, maka CV Terraria memiliki nilai yang tinggi. Artinya pelaksanaan aspek teknis di CV Terraria lebih maksimal daripada di Taman Reptilia TMII.id
dc.language.isoother
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.titleKajian Teknik Penangkaran Ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) di CV Terraria Indonesia dan Taman Reptilia Taman Mini Indonesia Indahid
dc.typeThesisid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record