Studi Lanskap Bersejarah Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor
Abstract
Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakter dan kondisi lanskap sejarah / budaya di kawasan Pecinan Suryakencana, Bogor, menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap sejarah tersebut serta merumuskan sintesis sebagai upaya pelestarian lanskap kawasan Pecinan Suryakencana, Bogor. Studi ini dilakukan pada kawasan Pecinan di Jalan Suryakencana yang meliputi Kelurahan Babakan Pasar dan Kelurahan Gudang, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat pada bulan Maret sampai September 2008. Studi ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : 1) inventarisasi data yang meliputi data sejarah, data fisik, data non fisik/aspek kelembagaan dan data sosial, ekonomi dan budaya. Inventarisasi data dilakukan dengan cara observasi lapang, wawancara dengan nara sumber, angket / kuesioner pendapat masyarakat dan pengunjung dan studi pustaka serta dokumentasi, 2) analisis deskriptif dan spasial untuk mengidentifikasi karakter lanskap Pecinan dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap sejarah, serta analisis SWOT untuk menentukan strategi pelestarian dan 3) sintesis, yaitu menyusun usulan pelestarian lanskap bersejarah tersebut. Kawasan Pecinan pada dasarnya terbentuk karena dua faktor, yaitu faktor politik berupa peraturan pemerintah lokal yang mengharuskan masyarakat Tionghoa dikonsentrasikan di wilayah tertentu agar lebih mudah diatur (Wijkenstelsel, 1835-1915) beserta surat izin keluar atau masuk wilayah (Passenstelsel,1863) dan faktor sosial berupa keinginan masyarakat Tionghoa untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan aman dan saling membantu sebagai perantau di negeri orang (Hindia Belanda). Dari hasil studi diketahui bahwa kawasan Pecinan Suryakencana merupakan lanskap pecinan perdagangan dan pemukiman. Ciri khas kawasan Pecinan Suryakencana adalah bangunan rukonya yang berdempet rapat dengan chim-cay di dalamnya dan tidak adanya halaman pada bangunan. Orientasi kawasan ini didasari atas kaidah Feng shui. Keberadaan kawasan Pecinan yang dekat sungai (Ciliwung di timur dan Cipakancilan di barat) juga didasari atas feng shui yaitu letak yang baik adalah tempat yang dekat dengan sumber mata air, bukit-bukit, gunung-gunung dan lembah-lembah disekeliling bangunan. Orientasi untuk bangunan kelenteng biasanya berada pada arah utara atau selatan. Kelenteng Hok Tek Bio terletak di sebelah utara kawasan Pecinan yang dianggap sebagai ’dudukan’, karena naga bersemayam di utara, sementara selatan dianggap sebagai samudera, sumber air dan sumber kehidupan. Dengan kata lain, Jalan Suryakencana dianggap sebagai jalur naga, dan Kelenteng Hok Tek Bio dianggap sebagai kepalanya. Kawasan Suryakencana memiliki karakteristik khas Pecinan yang terbentuk dari elemen fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Yang termasuk ke dalam elemen fisik adalah : elemen lanskap alami yang diapit oleh Sungai Ciliwung dan Sungai Cipakancilan, dengan tata letak mengikuti geomancy (feng shui) jalur naga dari Kelenteng Hok Tek Bio sebagai kepala naga di utara 3 kemudian pertokoan dan permukiman yang memanjang ke selatan sepanjang Jalan Suryakencana sebagai badan naga, rumah dan rumah toko yang memiliki arsitektur khas Tionghoa dan Indis, kelenteng dan jalan. Sedangkan yang termasuk ke dalam elemen non-fisik adalah : adat dan budaya seperti adat seharihari dan aktivitas budaya (Tahun Baru Imlek, Cap go meh, Peh Cun, dan lainnya). Pada kawasan ini juga terdapat elemen lanskap bersejarah yang sebagian besar (47 elemen/bangunan) telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya baik skala nasional maupun skala Kota Bogor. Beberapa elemen bersejarah yang diamati secara detail adalah : Hok Tek Bio, Rumah Kapitan Tan, Rumah Keluarga Thung, Rumah Abu Keluarga Thung, Jalan Suryakencana Yayasan Kematian Pulasara, Kelenteng Pan Koh, Vihara Dharmakaya, Rumah Bekas Keluarga Thung dan Jalan Roda. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan kawasan Pecinan Suryakencana adalah : nilai penting dan integritas kawasan, kebijakan dan dukungan pemerintah Kota Bogor serta dukungan masyarakat baik masyarakat kawasan Pecinan itu sendiri maupun masyarakat luar, termasuk komunitas dan pemerhati keberlanjutan Pecinan. Kawasan Pecinan Suryakencana memiliki nilai penting sebagai salah satu cikal bakal Kota Bogor yang mempunyai karakteristik Pecinan. Kawasan ini merupakan bagian integral dari Kota Bogor yang harus dikembangkan sesuai dengan karakteristiknya. Kawasan ini masih mempunyai integritas karakteristik yang cukup tinggi, baik dari elemen fisik maupun nonfisiknya. Kawasan masih dihuni sekitar 30 % etnis Tionghoa yang masih menjalankan aktivitas keseharian, tradisi dan adat budaya Cina. Wawancara dengan kuesioner dilakukan terhadap 30 responden masyarakat pada kawasan. Berdasarkan wawancara, didapatkan hasil bahwa 90 % masyarakat masih melaksanakan adat dan budayanya seperti merayakan Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh dan lainnya, sedangkan 10 % responden sudah tidak melakukan adat dan budayanya lagi. Sebagian besar responden mengetahui sejarah kawasan ini, baik karena pernah mengalaminya atau karena cerita dari orang tua. Menurut mereka, kawasan ini banyak berubah menjadi tidak nyaman tapi semua responden berpendapat bahwa kawasan Pecinan ini harus dilestarikan. Sedangkan menurut persepsi masyarakat luar/pengunjung kawasan, didapatkan hasil frekuensi responden dalam melewati kawasan lebih dari 16 kali dan sebagian besar datang dengan tujuan berbelanja karena banyaknya fasilitas perbelanjaan yang tersedia di kawasan Pecinan.Sebagian besar responden mengetahui sedikit sejarah kawasan dari orang tua. Menurut mereka, kawasan ini banyak berubah menjadi tidak nyaman tapi juga berpendapat bahwa kawasan Pecinan ini harus dilestarikan. Dari aspek kebijakan, kawasan ini merupakan Sub Bagian Wilayah Kota D (Sub BWK D) untuk perdagangan, jasa dan permukiman serta telah ditetapkan dalam zoning regulation Kota Bogor. Hal ini merupakan peluang untuk mengembangkan kawasan sekaligus mengaturnya agar karakteristik kawasan tetap terjaga. Keberadaan BCB juga seharusnya memperkuat komitmen Pemerintah Kota Bogor untuk melindungi BCB tersebut dan lingkungannya. Untuk menyusun usulan pelestarian, telah dilakukan analisis berdasarkan faktor kekuatan (Strenght), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunity) dan ancaman (Threaths). Faktor kekuatan yang mendukung keberlanjutan lanskap 4 kawasan Pecinan adalah integritas lanskap yang masih cukup kuat baik secara fisik pada beberapa area maupun non–fisik berupa aktivitas kehidupan sehari-hari dan aktivitas budaya masyarakat Tionghoa serta rasa bangga masyarakat sebagai keturunan Tionghoa dan kemauan para tokoh Tionghoa untuk melestarikan kebudayaannya. Faktor yang menjadi kelemahan adalah adanya area-area yang padat, semrawut dan tidak sesuai dengan karakter Pecinan, minat generasi muda yang tidak mengikuti budaya Tionghoa serta terbatasnya dana untuk melestarikan bangunan-bangunan berarsitektur Tionghoa. Faktor peluang yang mendukung keberlanjutan lanskap kawasan ini adalah telah ditetapkannya kawasan sebagai Sub BWK D (zona perdagangan dan jasa) dan dalam Zoning Regulation Kota Bogor serta dukungan masyarakat / organisasi yang mendukung pelestarian kawasan Pecinan. Sedangkan faktor yang menjadi ancaman adalah belum terintegrasinya kebijakan penetapan kawasan sebagai Sub BWK D dengan rencana pelestarian/perlindungan kawasan Pecinan, serta pesatnya infiltrasi budaya luar dan pendatang sehingga mengikis karakter Pecinan. Upaya pelestarian yang diusulkan terkait dengan masalah kebijakan dan dukungan pemerintah, tata ruang kawasan dan upaya pelestarian yang melibatkan peran serta semua pihak untuk peningkatan dan pemeliharaan karakter kawasan. Dalam studi ini diusulkan zonasi perlindungan yang meliputi zona inti dan zona penyangga. Zona inti merupakan zona perlindungan intensif yang mencakup obyek bersejarah dan lanskapnya yang masih mempunyai karakter khas Tionghoa yang kuat (kebudayaan, aktivitas kehidupan sehari-hari, dsb). Sedangkan zona penyangga adalah zona yang meliputi daerah di luar zona inti seperti pemukiman disekitar kawasan Pecinan, jalan dan sungai, yang berfungsi untuk menahan segala ancaman perubahan dari luar kawasan. Untuk melaksanakan upaya pelestarian yang diusulkan perlu adanya koordinasi dari semua pihak yang terkait, seperti masyarakat, pemerintah, para ahli, serta upaya ini juga harus terintegrasi dengan keseluruhan aspek pembangunan Kota Bogor, khususnya Kecamatan Bogor Tengah.
Collections
- UT - Landscape Architecture [1258]