Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru Sebagai Lanskap Publik di Kota Bogor
Date
2024Author
Al-Ayyubi, M.Shalahuddin
Arifin, Hadi Susilo
Kaswanto
Metadata
Show full item recordAbstract
Selama pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19), penerapan protokol kesehatan seperti lockdown, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membatasi ruang gerak masyarakat. Termasuk adanya larangan berkumpul di dalam ruangan. Hal ini menimbulkan kejenuhan dan kebosanan karena manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Pandemi mendorong masyarakat untuk lebih terhubung dengan alam dan ruang terbuka. Hal ini dapat mengurangi risiko stres, depresi, kelelahan emosional, dan insomnia yang meningkat terutama selama masa karantina di rumah saja. Dalam situasi post-pandemic, keberlanjutan dan ketersediaan ruang publik menjadi semakin penting. Ruang publik yang berupa ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka biru (RTB) memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai sarana meningkatkan imunitas dan kesehatan mental masyarakat. Namun, potensi tersebut belum maksimal dimanfaatkan karena konektivitas antara RTH dan RTB
belum terintegrasi pengelolaannya. Integrasi pengelolaan ini penting agar kedua jenis ruang terbuka publik tersebut dapat memberikan manfaat optimal dalam menyediakan lingkungan perkotaan yang nyaman dan berkelanjutan. Undang Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang tata ruang mengharuskan kota memiliki RTH sebesar 30% dari total luas wilayah: 20% untuk sektor publik dan 10% untuk sektor privat. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan penelitian pengelolaan lanskap publik RTH dan RTB di Kota Bogor. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah 1. memetakan sebaran dan penggunaan RTH dan RTB
publik di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane bagian tengah yang ada di Kota Bogor, 2. menganalisis konektivitas RTH dan RTB publik, dan 3. menyusun rekomendasi strategi pengelolaan RTH dan RTB di Kota Bogor.
Metode yang digunakan untuk memetakan sebaran dan penggunaan RTH dan RTB dilakukan dengan cara survei lapang. RTH dan RTB publik pada DAS Cisadane bagian tengah di Kota Bogor dipilih dari lima kelurahan berdasarkan purposive sampling. Lokasi yang dikaji terbagi dalam tiga segmen, yaitu segmen atas (Kelurahan Mulyaharja dan Genteng), segmen tengah (Kelurahan
Ranggamekar dan Empang), dan segmen bawah (Kelurahan Bubulak). Tapak penelitian terdiri dari RTH publik kebun Kelompok Wanita Tani (KWT) dan RTH publik non-KWT. Untuk menganalisis konektivitas RTH dan RTB dilakukan dengan metode penilaian elemen lanskap atau landscape element rating berbasiskan nilai ekologis lanskap serta wawancara responden. Langkah selanjutnya untuk menyusun rekomendasi strategi pengelolaan RTH dan RTB dilakukan dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Analisis menunjukkan bahwa luas RTH publik segmen atas adalah > 20 ha, pada segmen tengah adalah = 1 ha, dan > 1 ha untuk luas RTH publik segmen bawah. Jarak masing-masing RTH publik terhadap aliran utama sungai Cisadane menunjukkan hasil bahwa semakin ke arah segmen bawah maka semakin dekat dengan aliran sungai, segmen atas memiliki rentang jarak antara 0,8 – 2,6 Km,
segmen tengah antara 0,1 – 0,3 Km, dan segmen bawah dengan rentang antara 0,01 – 0,02 Km. Hasil analisis bio-fisik menunjukkan indeks keanekaragaman hayati berada pada kategori sedang untuk RTH publik kebun KWT (2,56) dan kategori rendah untuk RTH publik non-KWT (0,08). Nilai indeks keanekaragaman hayati tertinggi pada arboretum BNR dengan nilai 3,56 pada segmen tengah. Terdiri dari total 90 jenis tanaman yang ditemukan. Nilai indeks keanekaragaman hayati terendah terdapat di kampung wisata tematik AEWO pada segmen atas dengan nilai 0,21 dengan jumlah total 48 jenis tanaman yang ditemukan. Berdasarkan hasil
analisis AHP, fungsi utama ruang publik yang ada di Kota Bogor adalah untuk estetika lanskap, dengan segmen atas berfokus pada fungsi dan pemanfaatan produksi, sedangkan segmen tengah dan segmen bawah berfokus pada fungsi penyerap dan penyimpanan karbon. Strategi pengelolaan lanskap ruang publik di segmen atas diarahkan untuk wisata pertanian dengan penambahan koridor hijau atau pertanian kebun campuran. Di segmen tengah dan bawah, strategi diarahkan
untuk pengaturan iklim mikro perkotaan dengan mempertahankan atau menambahkan vegetasi yang efektif dalam menyerap polutan dan menurunkan suhu mikro perkotaan.
Collections
- MT - Agriculture [3754]