Evaluasi Kualitas Estetika Lanskap Kawasan Ekowisata Cengkih Afo, Ternate, Maluku Utara

Abstract

Kota Ternate pada zaman dahulu pernah menjadi pusat perdagangan rempah- rempah khususnya cengkih dan pala. Kedua komoditas ini sangat diminati oleh orang Eropa karena harganya yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena rempah-rempah banyak digunakan oleh bangsa Eropa sebagai bumbu makanan, upacara keagamaan, dan pengobatan. Oleh karena itu terjadi penjajahan di pulau Ternate atas perebutan rempah-rempah tersebut. Adapun rempah-rempah yang dihasilkan di wilayah Maluku khususnya Pulau Ternate adalah cengkih (Syzygium aromaticum) dan pala (Myristica fragrans). Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.3680/Kpts/SR.120/11/2010 tentang Pelepasan Populasi Cengkih Afo sebagai Varietas Unggul, telah memutuskan nama Afo sebagai varietas tanaman cengkih asli dari Ternate. Cengkih inilah yang menjadi bukti peninggalan sejarah sistem monopoli rempah-rempah VOC di pulau Ternate. Kini Cengkih Afo dinyatakan sebagai tanaman yang berumur ratusan tahun dan ditetapkan sebagai tanaman langka. Kawasan Cengkih Afo memiliki potensi wisata yang dapat mengedukasi wisatawan terhadap sejarah rempah-rempah nusantara. Saat ini kawasan Cengkih Afo di lereng Gunung Gamalama dijadikan sebagai tempat wisata yang menawarkan keindahan alam, budaya lokal, dan Pohon Cengkih Afo sebagai daya tarik wisatanya. Namun, sayangnya kawasan ini kurang menonjolkan nilai sejarah dari Pohon Cengkih Afo itu sendiri. Aktivitas yang terdapat pada tempat ini lebih kepada kegiatan kuliner dan foto-foto saja, tidak ada tindakan khusus pada Pohon Cengkih Afo, bahkan fasilitas yang ada di dalamnya cenderung kurang layak terutama dari segi sarana dan prasarana serta infrastruktur seperti jalan setapak yang masih perlu diperhatikan keamanannya. Maka dari itu untuk mengoptimalkan pemanfaatan objek wisata alam Cengkih Afo sebagai sebuah situs alam bersejarah yang juga kaya akan budayanya, dibutuhkan penelitian lebih dalam terkait pemanfaatan objek wisata tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas estetika lanskap kawasan ekowisata Cengkih Afo dengan mempertimbangkan budaya setempat melalui analisis potensi wisata dan kualitas estetika objek pada karakter lanskap wisata Cengkih Afo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif, dimana data kualitatif diperoleh melalui studi kepustakaan, wawancara, dan observasi lapangan, sedangkan data kuantitatif diperoleh melalui kuesioner dengan menggunakan metode scenic beauty estimation (SBE). Luaran dari penelitian ini adalah mengetahui titik-titik potensial mana saja yang dapat dikembangkan atau diperbaiki berdasarkan penilaian yang diperoleh dari hasil analisis SBE berupa kualitas estetika tertinggi dan terendah, dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengoptimalkan kawasan ekowisata sehingga bermanfaat untuk masyarakat sekitar kawasan ekowisata khususnya dan pemerintah Kota Ternate pada umumnya dalam segi peningkatan sektor pariwisata dan juga dapat menjadi kontribusi ilmu pengetahuan tentang bagaimana cara mengevaluasi kualitas estetika sebuah lanskap kawasan wisata berbasis budaya.

The city of Ternate was once the centre of the spice trade, especially cloves and nutmeg. These two commodities are in great demand by Europeans because of their very high prices. This is because spices were widely used by Europeans as food spices, religious ceremonies, and medicine. Therefore, there was colonization on the island of Ternate over the seizure of these spices. The spices produced in the Maluku region, especially Ternate Island, are cloves (Syzygium aromaticum) and nutmeg (Myristica fragrans). Based on the Decree of the Minister of Agriculture No.3680/Kpts/SR.120/11/2010 concerning the Release of Cengkih Afo Populations as Superior Varieties, it has been decided to name Afo as the original clove plant variety from Ternate. These cloves are evidence of the historical legacy of the VOC spice monopoly system on the island of Ternate. Nowadays, Cengkih Afo is declared as a plant that is hundreds of years old and designated as a rare plant. The Cengkih Afo area has tourism potential that can educate tourists about the history of the archipelago's spices. Currently, the Cengkih Afo area on the slopes of Mount Gamalama is used as a tourist spot that offers natural beauty, local culture, and the Cengkih Afo Tree as a tourist attraction. However, this area does not highlight the historical value of the Cengkih Afo Tree itself. The activities contained in this tourist spot are more focused on culinary activities and photos spots. There is no special action on the historic Cengkih Afo Tree. Even its facilities also tend to be less appropriate, especially in terms of the infrastructure such as walking path, which still need safety improvements. Therefore, to optimize the utilization of Cengkih Afo natural tourism object as a natural historical site that is also rich in culture, an in-depth research is needed regarding the utilization of this tourism attraction. The methods used in this study are qualitative and quantitative, where qualitative data is obtained through literature studies, interviews, and field observations, while quantitative data is obtained through questionnaires using the scenic beauty estimation (SBE) method. The output of this study is to identify potential points that can be developed or improved based on the assessment results from the SBE analysis, which indicates the highest and lowest aesthetic quality. This can serve as a reference in optimizing the ecotourism area so that it benefits the local community around the ecotourism area in particular and the Ternate city government in general in terms of tourism sector enhancement and can also contribute to the knowledge of how to evaluate the aesthetic quality of a culturally- based tourism landscape.