Fenomena Haze Serta Kaitannya dengan Fluktuasi Konsentrasi PM2.5 di Wilayah Urban (Studi Kasus: DKI Jakarta)
Date
2024Author
Aulia, Azriel Fariza
Turyanti, Ana
Nahas, Alberth Christian
Metadata
Show full item recordAbstract
Fenomena haze di DKI Jakarta menjadi masalah besar karena berdampak terhadap gangguan jarak pandang dan peningkatan risiko penyakit pernapasan. Pengaruh emisi antropogenik menghasilkan partikel udara kering yang dapat bercampur dengan gas-gas di atmosfer dan membentuk haze atau udara kabur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kejadian haze dan tingkat konsentrasi PM2.5, serta ketinggian lapisan inversi sebagai faktor pendukung. Data yang digunakan merupakan data luaran model ECMWF konsentrasi PM2.5, kode SYNOP haze, arah angin, curah hujan, dan tinggi lapisan inversi pada bulan September 2021 sampai Agustus 2023 yang dianalisis melalui visualisasi grafik, korelasi, dan regresi linier serta menggunakan Minitab 20 dan RStudio 4.2.0. Analisis ini menggunakan data pada wilayah Stasiun Meteorologi Soekarno-Hatta dengan asumsi dapat mewakili kondisi wilayah dan studi kasus di DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan frekuensi kejadian haze semakin intensif ketika ketinggian lapisan inversi terjadi di bawah 200 m bersamaan dengan tingkat konsentrasi PM2.5 di atas 60 µg/m3. Analisis hubungan keeratan kejadian haze menggunakan regresi linier berganda memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 65%, namun hasil p-value tinggi lapisan inversi tidak signifikan dengan kejadian haze (p-value>0,05), sedangkan konsentrasi PM2.5 signifikan kaitannya dengan kejadian haze (p-value<0,05). The haze phenomenon in Jakarta has become a major problem due to its impact on visibility disturbances and the increased risk of respiratory diseases. The influence of anthropogenic emissions produces dry air particles that can mix with gases in the atmosphere and form haze. This study aims to analyze the relationship between haze events and PM2.5 concentration levels, as well as the height of the inversion layer as a supporting factor. The data used includes PM2.5 concentration output from the ECMWF model, SYNOP haze code, wind direction, rainfall, and inversion layer height from September 2021 to August 2023, which are analyzed through graphical visualization, correlation, and linear regression using Minitab 20 and RStudio 4.2.0. This analysis uses data from the Soekarno-Hatta Meteorological Station with the assumption that it can represent the conditions in Jakarta. The results show that the frequency of haze events becomes more intensive when the inversion layer height is below 200 m along with PM2.5 concentration levels above 60 µg/m3. The relationship analysis using multiple linear regression has a coefficient of determination (R2) of 65%, but the p-value for the inversion layer height is not significant with haze events (p-value>0.05), whereas the PM2.5 concentration is significantly related to haze events (p-value<0.05).