Show simple item record

dc.contributor.advisorRusolono, Teddy
dc.contributor.advisorMuhdin
dc.contributor.authorHendra, Saeful
dc.date.accessioned2024-03-26T06:54:37Z
dc.date.available2024-03-26T06:54:37Z
dc.date.issued2002
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/143626
dc.description.abstractIsu perubahan iklim telah menjadi bahan perbincangan umum sejak dilaksanakannya konferensi tingkat tinggi di Rio de Jeneiro Brasil pada tahun 1992. Perbincangan tersebut semakin meluas sejak diadopsinya Protokol Kyoto Jepang pada tahun 1997 yang menghasilkan beberapa produk (Kyoto Protocol) yang diantaranya mengenai perdagangan karbon (carbon trading) dan Clean Development Mechanism (CDM) yang ditandatangani oleh sejumlah negara maju dan negara transisi pada waktu konferensi para pihak III untuk UNFCC (United Nation Framework on Climate Change) menghasilkan keputusan untuk menurunkan tingkat emisi karbon ketingkat 5% di bawah tingkat emisi tahun 1990 (Boer, 2000). Perubahan tataguna lahan merupakan penyebab penting dalam perubahan global, yang ditunjukkan dengan perubahan penutupan lahan yang berpengaruh pada penyerapan dan refleksi radiasi matahari dan kapabilitas ekosistem terestrial terhadap tanah dan serasah. Perubahan global telah mempengaruhi ekosistem terestrial, yaitu dengan terjadinya perubahan suhu dan ketersediaan air dan meningkatnya akumulasi karbon karena meningkatnya konsentrasi CO₂. Beranjak dari kontribusi hutan sebagai pelindung ekologi, diperlukan suatu studi untuk menduga besarnya karbon yang diserap dan dihasilkan oleh hutan schingga mampu menjamin dan melindungi bumi dari pengaruh efek rumah kaca (green house effect). Biomassa hutan merupakan pendekatan yang relevan untuk isu yang berhubungan dengan masalah penyerapan dan pelepasan karbon karena 50% dari komponen vegetasi hutan terdiri dari karbon (Brown, 1997). Biomassa hutan didefinisikan sebagai bobot dari bahan organik per unit area yang ada dalam beberapa komponen ekosistem pada waktu tertentu, yang secara umum dinyatakan dengan istilah bobot kering (dry weight) atau kadang-kadang diberi istilah bobot kering bebas abu (ash free dry weight). Untuk menduga berat kering oven (biomassa) Chapman (1976) mengelompokan metode penanenan dan metode tidak langsung. Salah satu metode tidak langsung yang sering digunakan adalah penggunaan model pendugaan biomassa. Model pendugaan ini dibentuk atas dasar adanya hubungan yang erat antara peubah bebas dengan peubah tidak bebasnya. Di dalam hal ini yang menjadi peubah tidak bebas adalah biomassa sedangkan dimensi pohon seperti diameter dan tinggi total menjadi peubah bebas...id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcForest managementid
dc.subject.ddcBiomassid
dc.titleModel pendugaan biomassa pohon pinus (Pinus merkussi Jungh et de Vriese) di kesatuan pemangkuan hutan Cianjur PT Perhutani Unit III Jawa Baratid
dc.typeUndergraduate Thesisid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record