Strategi Perbaikan Belanja Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Bogor

Abstract

Belanja pengadaan barang/jasa pemerintah memiliki peran penting dalam perekonomian. Namun demikian sektor pengadaan barang/jasa masih memiliki catatan negatif yang harus menjadi perhatian. Berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sektor pengadaan barang/jasa merupakan jenis perkara korupsi terbanyak kedua yang ditangani oleh KPK. Sedangkan menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), porsi kasus korupsi pengadaan yang ditangani aparat penegak hukum mendekati 50%. Jika melihat besarnya APBN/APBD dan kecenderungan perkembangannya yang terus meningkat maka permasalahan dalam pengadaan barang/jasa perlu menjadi perhatian serius. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, secara umum rata-rata penyerapan anggaran belanja pengadaan Pemerintah Kota Bogor periode 2012-2021 lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pemerintah daerah di Jawa Barat dan juga lebih rendah diantara kota-kota di Jawa Barat. Sedangkan berdasarkan data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), capaian Indeks Tata Kelola Pengadaan (ITKP) Kota Bogor tahun 2022 memiliki predikat cukup. Predikat tersebut tertinggal dibandingkan kota-kota penyangga DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengidentifikasi permasalahan pengadaan barang/jasa apa saja yang sering terjadi di Pemerintah Kota Bogor, 2) menganalisis faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya permasalahan tersebut, serta 3) merumuskan strategi untuk memperbaiki pengadaan barang/jasa. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada responden pelaku pengadaan Kota Bogor dengan metode purposive sampling. Data sekunder diperoleh dari data yang dipublikasikan LKPP dan Pemerintah Kota Bogor serta studi pustaka dan kajian terhadap dokumen-dokumen terkait. Metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian adalah analisis deskriptif, analisis skala likert, Exploratory Factor Analysis (EFA), dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode AHP melibatkan 8 (delapan) orang narasumber ahli/pakar pengadaan dengan latar belakang penyusun kebijakan, birokrat, asosiasi, auditor, widyaiswara, asesor dan pelaku pengadaan. Hasil penelitian menunjukan permasalahan yang masih terjadi adalah berkaitan dengan kualitas input, proses dan output perencanaan, perubahan jadwal pemilihan, serta keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Permasalahan tersebut disebabkan oleh kurangnya jumlah dan kompetensi personil pengadaan terutama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa (JF PPBJ). Selain itu kelemahan dalam pengelolaan data juga menjadi faktor utama permasalahan yang terjadi. Oleh karena itu maka prioritas strategi yang paling utama dilakukan adalah peningkatan kompetensi personil dan pemenuhan jumlah personil JF PPBJ. Berikutnya strategi yang dianggap prioritas untuk dilaksanakan adalah pengembangan database spesifikasi, harga, penyedia untuk analisis pasar, optimalisasi pemanfaatan e-procurement, penerapan strategi/inovasi pengadaan, serta penyusunan panduan/standar.

Public procurement has an important role in the economy. However, the procurement sector still has a negative record that needs attention. Based on Corruption Eradication Commission (KPK) record, the public procurement sector is the second largest type of corruption case handled by the KPK. Meanwhile, according to Indonesian Corruption Watch (ICW), the portion of procurement corruption cases in court is approaching 50%. If we look at the size of the government budget and its increasing trend, problems in public procurement need to be a serious concern. Based on data from the Ministry of Finance, the average procurement budget absorption for the Bogor City Government for the 2012-2021 period is lower than the average for regional governments in West Java and among cities in West Java. Meanwhile, based on National Government Procurement Agency (NPPA/LKPP) data, the procurement governance index for Bogor City in 2022 has the predicate "sufficient". This predicate is lagging behind, compared to the other satellite city of DKI Jakarta. This research aims to 1) identify what public procurement problems often occur in the Bogor City Government, 2) analyze the factors that cause these problems, and 3) formulate strategies to improve public procurement. The data used in this research includes primary and secondary data. Primary data was obtained from distributing questionnaires to respondents using the purposive sampling method. The target respondents were civil servants involved in procurement at the Bogor City Government. Secondary data was obtained from data published by LKPP and the Bogor City Government as well as literature studies and studies of related documents. The analytical methods used to answer the research objectives are descriptive analysis, Likert scale analysis, Exploratory Factor Analysis (EFA), and Analytical Hierarchy Process (AHP). The AHP method involves 8 (eight) expert sources/procurement experts with backgrounds in policymakers, bureaucrats, associations, auditors, educators, assessors, and procurement officers. The research results show that the problems that still occur are related to the quality of input, planning processes, and output, inconsistencies in the selection schedule, and delays in completing work. This problem is caused by the lack of number and competence of procurement officers, especially specialists in planning, selection, and contracting. Apart from that, weaknesses in data management are also a major factor in procurement problems. Therefore, the most important strategy to implement is increasing personnel competency and the number of specialist procurement officers. Other priority strategies are developing a database for market analysis (specifications, prices, vendors/suppliers), optimizing the use of e-procurement, implementing procurement strategies/innovations, and preparing guidelines/standards.