dc.description.abstract | Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Tana Toraja Propinsi Sulawesi Selatan pada enam obyek wisata (OW), yaitu: OW Londa, OW Tilanga, OW Suaya, OW Batu Tumonga dan OW Ke'te'kesu'. Waktu penelitian selama dua bulan, yaitu Bulan Juli sampai Agustus 2001.
Tujuan Penelitian meliputi dua hal: Pertama, untuk menilai kelayakan usaha pengelolaan kawasan wisata Tana Toraja yang meliputi pengusahaan obyek wisata dan pengusahaan akomodasi kepariwisataan yang ada di dalam dan sekitar obyek wisata. Kedua, mencari sistem pengelolaan alternatif yang dapat meningkatkan keuntungan terutama dari aspek finansialnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum penyelenggaraan obyek wisata di Kabupaten Tana Toraja dilakukan secara kekerabatan (eksklusive communal). Artinya, bahwa orang-orang yang boleh ikut andil dalam pengusahaan, baik itu pengusahaan obyek wisata maupun pengusahaan usaha kepariwisataan harus dari keluarga sendiri (hubungan darah atau hubungan perkawinan). Pengelolaan sistem kekerabatan ini menyebabkan pengelolaan obyek wisata menjadi kurang profesional yang ditunjukkan dengan hasil/keuntungan yang diperoleh kurang maksimal dan perkembangan usaha sangat lambat.
Berdasarkan perhitungan finansial yang kemudian dibandingkan dengan kriteria kelayakan suatu bentuk pengusahaan, pengusahaan OW Londa, OW Suaya dan OW Tilanga layak diusahakan. Namun, terhadap OW Ke'te'kesu' tidak dapat diambil suatu kesimpulan mengenai kelayakan pengelolaannya atas dasar pertimbangan hasil analisis finansial mengingat ketidaksediaan data yang mencukupi, seperti biaya operasional tahunan sehingga untuk menghitung laba rugi tidak dapat dilakukan. Meskipun demikian dilihat dari performa penyelenggaraan OW Ke'te'kesu' yaitu dari jumlah kunjungan yang relatif stabil dan eksistensi pengelolaaan, maka semestinya OW Ke'te'kesu' masih layak diusahakan.
Secara umum OW Londa memberikan keuntungan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan obyek wisata lainnya. Aliran kas menunjukkan telah terjadi efisiensi biaya pengeluaran sebesar 50% (tahun 1999 dan 2000) dibandingkan dua tahun sebelumnya. Keberhasilan manajemen OW Londa melakukan penghematan mampu menutupi kemungkinan terjadinya kerugian dalam pengelolaan yang diindikasikan dengan penurunan jumlah wisatawan, terutama pada periode tahun 1997-2000.
Berbeda dengan OW Londa, untuk obyek wisata yang lain (OW Suaya dan OW Tilanga) penurunan keuntungan secara nyata terjadi (tidak ada peningkatan yang signifikan). Kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh disebabkan sedikitnya jumlah kunjungan wisatawan. Pada OW Suaya, permasalahan yang terjadi bukan pada manajemen pengelolaan keuangan akan tetapi pada jumlah pengunjung yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan obyek wisata lainnya. Pada OW Tilanga, ... | id |