Pengawetan Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz) dengan Menggunakan Metode Boucherie
Abstract
Bambu tergolong hasil hutan bukan kayu (non-wood) yang potensial untuk dikembangkan menjadi sumber pemasok bahan baku industn dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Karena sifat-sifatnya yang baik, yaitu bentuk batangnya lurus. rata, nngan, keras dan mudab dikerjakan, bambu memberikan kemungkinan pemakaian yang luas untuk bermacarn-macam tujuan. Seribu satu macam pemanfaatan mulai dan tanaman hias dan lansekap, bahan baku kertas, berbagai macam peralatan pertanian maupun rumab tangga dapat dibuat dan bambu, rebungnya dari jenis-jenis tertentu dapat dijadikan sayuran yang sedap. bahkan ada yang di ekspor. Dengan perkembangan iptek dewasa ini. dunia kembali melirik pada bambu, sumber daya alam yang dapat dibudidayakan dengan mudah dan sederhana, maupun dengan memanfaatkan bioteknologi untuk perbanyakan masal (Surjokusumo, 1997). Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan penggunaan bambu adalah bahwa bambu mempunyai keawetan alami yang rendah sehingga umur pakainya relatif singkat. Keawetan alami bambu tergantung pada beberapa faktor antara lain umur bambu saat di tebang, kandungan pati, cara penyimpanan dan pemakaian, pengaruh iklim dan cuaca, serta organisme perusak. Pada dasarnya bambu adalab bahan yang rentan terhadap serangan rayap maupun bubuk bambu dan mudah lapuk karena jamur. Oleh karena itu, untuk mengatasi dan meningkatkan umur pakainya diperlukan pengawetan bambu. (Nandika e/ aI., 1994). Berbagai macam metode pengawetan telah diperkenalkan dan dilakukan untuk mengawetkan kayu dan bahan-bahan berselulosa lainnya. Sistem Bouchene adalab salah satu metode pengawetan yang telab terbukti efektifuntuk mengawetkan baban yang segar tebang (Liese, 1980). Dalam metode ini bahan pengawet akan mengalir secara aksial mengikuti transpirasi daun dan cara ini sangat sesuai untuk bambu karena penetrasi cairan dalam balang bambu hanya bergerak dalam arab aksial melalui pembuluh. Bambu tidak memiliki bagian radial seperti jari-jari dalam batang kayu yang memungkinkan baban pengawet berpenetrasi dengan arab radial. Selain itu bambu merniliki bagian luar berupa kulit yang sukar ditembus oleh cairan. Pengawetan bambu dengan metode Boucherie didasarkan pada kaidah babwa larutan-larutan bahan pengawet yang masuk ke dalam vessel akan terbawa oleh cairan bambu sampai ke ujung. Alirannya vertikal dan terutama ke arab atas dari tempat pemasukannya. Namun demikian adanya zatzat kirnia yang terbawa mngga ke daun akan menyebabkan pohon tersebut mati (Hunt dan Garrat, 1967). . i i Penelitian ini bertujuan untuk : I). Mengetahui lama proses Boucherie dapat berlangsung dan masa hidup bambu tali (Gigantochloa apus Kurz) segar tebang terhadap pengaruh baha11 pengawet yang diberikan, melalui pengamatan terhadap kerontokan daun bambu. 2). Mengetahui efektifitas pengawetan bambu tali (Gigol11ochloa opus Kurz) melalui pengukuran penetrasi longitudinal. Bahan penelitian yang digunakan adalah bambu tali (Gigan/ochloa opus Kurz) yang berasal dari kebun rakyat daerah Caringin Kabupaten Bogor. Bahan pengawet yang digunakan adalah Impralit B I yang mengandung senyawa boron, dengan konsentrasi 5% dan 10%. Masing- masing perlakuan dilakukan dengan tiga kali ulangan. Contoh uji yang digunakan adalah buluh bambu yang masih segar tebang kemudian pada bagian pangkalnya dimasukkan ke dalam wadah larutan pengawet. Posisi contoh uji pada saat pengawetan diusahakan berdiri tegak. Hal ini dimaksudkan agar proses penyerapan cairan dan transpirasi dapat berlangsung sebagaimana mestinya. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan model umum Yij ~ l-l + ai + Lij. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dibuat analisa keragaman (anova) dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji Duncan. Penelitian yang dilakukan terhadap bambu tali (Gigol11och/oo opus Kurz) yang diberi perlakuan pengawetan dengan konsentrasi yang berbeda-beda menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap masa hidup bambu. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata masa hidup bambu setelah tebang yang diawetkan dengan perlakuan perendaman dalam air (sebagai kontrol), bahan pengawet konsentrasi 5% dan bahan pengawet konsentrasi 10% masing- masing adalah 12 hari, 10 hari dan 8 hari. Jadi dapat dikatakan bahwa proses pengawetan bambu dengan menggunakan bahan pengawet dalam konsentrasi tinggi cenderung mempercepat proses kematian bambu. Hasil pengukuran rata-rata penetrasi longitudinal pada buluh bambu tali (Gigantochloa opus Kurz) dengan bahan pengawet konsentrasi 5% dan 10% masing- masing adalah 124,78 cm dan 238,08 cm. Rendahnya penetrasi longitudinal pada bambu tali (Gigontochloa opus Kurz) menunjukkan bahwa keterawetan bambu tali (kemampuan bambu untuk dimasuki bahan pengawet) sangat rendah. Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa penggunaan konsentrasi bahan pengawet 5% dan 10% memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penetrasi longitudinal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahan pengawet dengan konsentrasi tinggi cenderung berdifusi lebih cepat dibandingkan dengan bahan pengawet yang berkonsentrasi rendah, sehingga meskipun masa hidup bambu dengan konsentrasi 10% lebih pej)dek tetapi konserttrasi bahan pengawet yang tinggi akan menembus kayu lebih dalam dibandingkan dengan konsentrasi bahan pengawet yang rendah.
Collections
- UT - Forestry Products [2327]