Pengaruh iklim terhadap sifat reproduksi sapi perah friesian holstein : studi kasus di PT. Naksastra Kejora, Rowoseneng, Temanggung
View/ Open
Date
2003Author
Busma, Sitti Muliati
Effendy, Sobri
Talib, Chalid
Purwanto, Bagus Priyo
Metadata
Show full item recordAbstract
Ternak sapi di Indonesia menduduki posisi penting dalam peternakan, sebagai penghasil daging, susu, kulit, tenaga dan pupuk. Peningkatan jumlah populasi dari potensi saat ini belum memuaskan. Prestasi reproduksi merupakan faktor terpenting dalam peningkatan populasi ternak dan secara langsung akan mempengaruhi efisiensi produksi ternak. Keadaan lingkungan sangat menunjang munculnya performa reproduksi secara optimal. Salah satu faktor lingkungan yang dimaksud adalah faktor iklim terutama suhu dan kelembaban udara serta curah hujan.
Penentuan periode bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) menggunakan kriteria Schmidth Ferguson, yaitu BB merupakan bulan dengan curah hujan > 100 mm dan BK adalah bulan dengan curah hujan < 60 mm. Nilai THI diperoleh dari persamaan THI TBK + 0.36 TBB + 41.2, dimana TBK adalah suhu bola kering dan TBB adalah suhu bola basah. Analisis Regresi Berganda dengan menggunakan Regresi Best Subset digunakan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan keragaman unsur-unsur iklim mempengaruhi keragaman sifat-sifat reproduksi, dan sebagai indikator digunakan nilai koefisien determinasi (R²), dilanjutkan dengan menggunakan Uji -student untuk melihat pengaruh antar bulan-bulan melahirkan terhadap sifat-sifat reproduksi.
Curah hujan rata-rata antara 1950-3640 mm per tahun. Periode BB, Oktober sampai Mei dan BK Juli dan Agustus. Suhu udara rata-rata bulanan di daerah peternakan berkisar 18.6 - 19.8 °C sedangkan kelembaban udara rata-rata bulanan berkisar 82 - 88%. Nilai dari kisaran-kisaran tersebut menjelaskan bahwa keadaan iklim di daerah peternakan PT. Naksastra Kejora sangat sesuai untuk pengembangan sapi perah. Nilai THI berkisar antara 65.9 67.5. Berdasarkan tingkat kenyamanan lingkungan, nilai ini berada dalam zona normal (THI<70) sehingga dapat dikatakan bahwa sapi-sapi pada peternakan tersebut jarang mengalami stres akibat cekaman panas.
Prestasi reproduksi akan meningkat pada BB dan akan menurun pada BK. Hal ini disebabkan oleh karena curah hujan mempunyai korelasi erat dengan vegetasi (pakan) di suatu daerah terutama di daerah tropika. Pada musim hujan produksi makanan hijauan relatif cukup banyak jika dibandingkan dengan musim kemarau yang cenderung sedikit sehingga ternak biasanya menderita kelaparan. Angka kawin per kebuntingan terbesar terjadi pada bulan Mei yaitu 5.7 kali (tingkat kesuburan paling rendah) berakibat masa kosong dan selang beranak menjadi panjang yaitu 196 hari dan 466 hari. Angka kawin per kebuntingan terkecil terjadi pada bulan Oktober yaitu 2.2 kali (tingkat kesuburan paling tinggi) berdampak pada masa kosong dan selang beranak menjadi lebih singkat yaitu 120 hari dan 390 hari. Pengaruh unsur-unsur iklim secara tunggal terhadap sifat-sifat reproduksi sapi perah tidak nyata tetapi secara bersama atau kombinasi antar unsur iklim (T, RH, CH) dan THI berpengaruh secara nyata. Bulan-bulan kawin untuk daerah Jawa Tengah sebaiknya di luar bulan-bulan Juli, Agustus, Oktober dan November.