dc.description.abstract | Kejadian mastitis subklinis di Jawa Barat mencapai 85%. Mastitis subklinis merupakan peradangan jaringan interna ambing tanpa ditemukan adanya gejala klinis melainkan hanya ditandai dengan peningkatan jumlah sel radang, perubahan komposisi susu serta penurunan produksi susu. Mastitis subklinis merupakan salah satu penyakit yang paling merugikan bagi peternak.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan jumlah sel radang, diantaranya umur, periode laktasi, penyakit (mastitis), stress serta manajemen dan lingkungan. Faktor manajemen peternakan terutama sanitasi peternakan sangat berpengaruh terhadap kejadian mastitis subklinis. Kondisi sanitasi yang buruk akan mengakibatkan ternak rentan terhadap penyakit, penurunan produksi ternak serta
berkembangbiaknya vektor penyakit dan mikroorganisme. Kejadian mastitis subklinis dapat dideteksi dengan penghitungan jumlah sel radang yang dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode Breed.
Penghitungan jumlah sel radang pada studi kasus ini menggunakan sampel susu kwartir ambing sapi yang positif IPB-1, dengan jumlah sampel untuk Kunak 31 sampel, Pangalengan 139 sampel dan Cicurug 94 sampel. Penilaian status sanitasi peternakan dilakukan dengan cara pengamatan di peternakan dan wawancara dengan pekerja maupun peternak.
Hasil studi kasus ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah sel radang dipengaruhi oleh pelaksanaan sanitasi peternakan dan higiene pemerahan. Keadaan ini ditunjukkan dengan hasil yang berbeda nyata (p <0,05) antara sel radang terhadap lokasi dengan status sanitasi yang berbeda. Hasil rataan jumlah sel radang di Kunak adalah 9,53 x 10 sel/ml, Pangalengan 2,49 x 10° sel/ml, Cicurug 2,58 x 106 sel/ml dengan nilai pelaksanaan sanitasi peternakan di Kunak sekitar 41%, Pangalengan 47% dan Cicurug 64%. | id |