Toksisitas sari buah mengkudu (Morinda citrifolia Linn)pada organ hati embrio telur tertunas
View/ Open
Date
2003Author
Zulfikhar
Handharyani, Ekowati
Murtini, Sri
Metadata
Show full item recordAbstract
Diantara berbagai tanaman yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai tanaman obat yaitu mengkudu. Seluruh bagian tanaman mengkudu seperti akar, kulit batang, daun dan buah berkhasiat untuk obat. (Bangun dan Sarwono, 2002). Mengkudu diketahui sebagai obat antivirus yang mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh manusia (Wang, 2002). Kemampuan antivirus mengkudu terhadap virus hewan khususnya ayam belum pernah diketahui. Saat ini sedang dilakukan kajian terhadap sari buah mengkudu sebagai bahan antivirus pada unggas. Telur Embrio Tertunas (TET) merupakan salah satu media pertumbuhan virus pada ayam. Dengan demikian untuk menguji kemampuan antivirus sari buah mengkudu dapat digunakan TET sebagai media uji. Bila digunakan TET sebagai bahan uji, maka perlu dilihat pengaruh sifat bahan antivirus tersebut terhadap TET. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui rute inokulasi yang tepat bagi pemberian sari buah mengkudu dengan bahan percobaan TET dan pengaruh pemberian sari buah mengkudu terhadap perubahan mikroskopis yang terjadi pada organ hati embrio untuk melihat toksisitas suri buah mengkudu.
Rute inokulasi yang terbaik diketahui dengan melakukan inokulasi menggunakan 3 rute yaitu rute ruang alantois, kantung kuning telur dan membran chorioalantois. Sebagai kontrol digunakan TET tanpa inokulasi dan TET yang diinokulasi dengan RPMI 1640 sebagai placebo, RPMI 1640 merupakan pelarut dari sari buah mengkudu tersebut. Sebagai perlakuan digunakan sari buah mengkudu dengan dosis 0,2 mg/0,2 ml, 1 mg/0,2 ml dan 2 mg/0,2 ml, diberikan sebanyak 0,2 ml untuk tiap butir. Masing-masing perlakuan dicobakan pada 4 TET yang berumur 7 hari untuk rute kantung kuning telur, 10 hari untuk rute ruang alantois dan 12 hari untuk rute membran chorioallantois. Telur diinkubasikan sampai saat menetas (21 hari), semua embrio telur tertunas yang masih hidup dimatikan kemudian dilakukan nekropsi embrio untuk mendapatkan organ hati setelah itu dibuat sediaan histopatologi hati.
Pengamatan dilakukan terhadap tingkat kematian embrio dan gambaran histopatologi organ hati. Dari ketiga rute yang ditempuh memperlihatkan bahwa rute kantung kuning telur adalah rute yang terbaik karena memiliki nilai mortalitas yang terkecil dibanding rute ruang alantois dan membran chorioalantois. Perlakuan dengan dosis bertingkat memperlihatkan derajat toksisitas yang berbeda. Secara histopatologi ditemukan adanya kerusakan pada hati yang dapat berupa sel hati yang tidak berinti, inti sel nekrosis, pecah, inti yang kecil dan batas sel yang tidak jelas. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa toksisitas yang ditandai dengan kerusakan sel seperti tersebut di atas baru terjadi pada dosis 2 mg/0,2 ml.