Penentuan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Kebutuhan Oksigen di Kotamadya Jakarta Pusat
View/ Open
Date
2005Author
Suriamihardja, Panji Satria
Karminarsih, Emi
Metadata
Show full item recordAbstract
Kotamadya Jakarta Pusat adalah bagian dari wilayah Propinsi DKI Jakarta yang juga
menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Wilayah ini merupakan pusat dari berbagai aktivitas
manusia serta menjadi tempat konsentrasi penduduk yang terns mengalami perkembangan dari
waktu ke waktu. Kotamadya Jakarta Pusat adalah pusat pemerintahan negara, perdagangan,
industri, pendidikan dan populasi. Perkembangan pesat Kota Jakarta saat ini, yang ditandai dengan
meningkatnya aktivitas manusia seperti pengolahan lahan, pemukiman, perindustrian dan
sebagainya, menyebabkan kualitas lingkungan hidup di Kota Jakarta cendrung menurun. Gerak
pembangunan di Kotamadya Jakarta Pusat banyak dicenninkan dengan adanya perkembangan
fisik kota yang lebih banyak ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada. Gerak pembangunan
kota pada masa lalu mempunyai kecenderungan untuk merninimalkan ruang terbuka hijau dan
rr:enghilangkan wajah lama. u:han-lahan bertumbuhan banyak dialihfungsikan menjadi pertokoan,
pemukiman, tempat rekreasi, industri dan lain-lain.
Penerapan konsep hutan kota di dalam perencanaan, tata kota akan mengatasi masalah
penurunan kualitas lingkungan tersebut. Dengan adanya komponen hutan kota berupa jalur hijau,
taman kota, tanaman pekarangan dan keberndaan ruang terbuka hijau lainnya diharapkan dapat
meningkatkan produksi oksigen di udara, menyaring partikel debu dan partikel-partikel pencemar
lainnya sehingga akan meningkatkan kualitas lingkungan diperkotaan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan batas ideal luasan hutan kota berdasarkan
kesetaraan terhadap kebutuhan oksigen lingkungan hidup di Kotamadya Jakarta Pusat clan untuk
mengetahui prospek perluasan hutan kota seiring dengan laju pembangunan Kotamadya Jakarta
Pusat yang berdampak terhadap kebutuhan oksigen pada tahun 2005.
Penelitian dilakukan di wilayah Kotamadya Jakarta Pusat. Penelitian dilakukan selama 3
bulan yaitu dari awal bulan September sampai dengan awal bulan Desember 2004. Bahan dan
Alat yang digunakan adalah Peta Wilayah Kotamadya Jakarta Pusat, Peta Tanah Kotamadya
Jakarta Pusat, kamera photo dan alat tulis menulis. Sedangkan data yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi data primer yang mencakup jumlah, luas dan lokasi taman-taman kota;
jumlah, luas dan lokasi jalur hijau; penyebaran jenis pohon pelindung; Jumlah dan laju
pertumbuhan penduduk, kendaraan bermotor dan binatang ternak serta data sekunder yang
mencakup kondisi fisik wilayah penelitian (letak dan luas, iklim, topografi dan hidrologi); kondisi
sosial, ekonomi dan budaya (jumlah dan kepadatan pcnduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, agama
dan budaya) serta kondisi dan pengelolaan hutan kota.
Menurut lnstruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988, bahwa 40 % dari wilayah
perkotaan harus merupakan kawasan hijau dan sisanya merupakan kawasan terbangun. lni berarti
di Kotamadya Jakarta Pusat dengan total luas wilayah 4.820 ha harus tersedia kawasan hijau
seluas 1.928 ha. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan
Kota, luas hutan kota adalah paling sedikit IO % dari seluruh luasan wilayah perkotaan, ini berarti
di Kotamadya Jakarta Pusat harus tersedia paling sedikit hutan kota seluas 482 ha.
Sampai akhir tahun 2003 Kotamadya Jakarta Pusat bani memiliki ruang terbuka hijau
sebesar seluas 395,09 ha atau 8, I 9 % dari luas wilayah yang ada. Dengan demikian penggunaan
ruang kota yang ideal menurut lntruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tidak dapat dipenuhi. Sebagai akibat dari laju
pertumbuhan pembangunan khususnya transportasi (dengan asumsi masa aktif kendaraaan adalah
I jam perhari) di wilayah Kotamadya Jakarta Pusat berdasarkan kebutuhan oksigen diperkirakan
pada tahun 2004 dan 2005 idealnya dibutuhkan hutan kota dengan luasan kurang lebih 14.951,62
ha (310 %) dan 19.762,27 ha (410 %).
Peningkatan kualitas lingkungan terkait dengan tersedianya hutan kota yang seimbang
dengan kebutuhan ekologis untuk menjaga kualitas udara/lingkungan belurn tercapai. Menurut
Suku Dinas Pertamanan Kotamadya Jakarta Pusat, dalam pembentukan dan pengelolaan hutan
kota di Jakarta Pusat ditemukan berbagai perrnasalahan diantaranya adalah hutan kota di wilayah
Kotamadya Jakarta Pusat secara ideal masih kurang dan cendrung semakin sempit sebagai akibat
dari proses pembangunan kota, kurang kepedulian dari masyarakat terhadap tujuan serta fungsi
keberadaan hutan kota akibat kurangnya tingkat kesadaran lingkungm mereka dan harga lahan
yang memungkinkan dapat di beli oleh pemerintah daerah Kotamadya Jakarta Pusat untuk di
jadikan hutan kota sangat mahal.
Upaya penyediaan ruang terbuka hijau untuk mengatasi pencemaran udara tidak mutlak
hams melakukan perluasan wilayah kota atau penambahan Iuas ruang terbuka hijau karena
menurut harian kompas (2004) polusi udara di Kota Jakarta merupakan kotribusi terbesar dari
pembuangan gas kendaraan bennotor. Untuk itu solusi dalam mengatasi pol usi udara Kotamadya
Jakarta Pusat harus ditujukan pada pembenahan sektor transportasi, tanpa mengabaikan sektorsektor
lain.
Salah satu solusi terbaru yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan atap-atap
gedung pusat perbelanjaan, perkantoran, hotel dan rumah sakit untuk dijadikan tarnan atap. Taman
atap memberi manfaat ekologi, khususnya bagi penghijauan kota. Taman atap akan meningkatkan
mutu udara dengan berkurangnya karbondioksida dan berum1bahnya pasokan oksigen. Sekaligus
menyaring debu, menahan angin, mengurangi polusi udara, dan menjadi habitat bagi burung
dan binatang lainnya.
Collections
- UT - Forestry Products [2325]