Show simple item record

dc.contributor.advisorDjamhuri, Edje
dc.contributor.advisorRahayu, Gayuh
dc.contributor.authorBayti, Nurul Sakinah
dc.date.accessioned2023-10-24T03:10:29Z
dc.date.available2023-10-24T03:10:29Z
dc.date.issued2005
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/127836
dc.description.abstractlstilah "gaharu" berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu "garu" yang berarti berat, merupakan sinonim dari kata aga/lochon, akaloth atau akalim dalam bahasa Yahudi (Burkill, 1935; Hou, 1960). Dalam perdagangan internasional gaharu dikenal juga dengan istilah eaglewood, aleowood atau aganvood. Namun secara umum, gaharu dapat diartikan sebagai kayu yang mengandung resin (damar) wangi dengan aroma yang agak kuat, ditandai oleh warnanya yang hitam atau kehitam-hitaman berseling coklat (Annon, 1995). Gubal gaharu adalah salah satu hasil hutan ikutan yang merupakan komoditi ekspor. Gubal pada batang pohon gaham (Aquilaria spp.) terlihat sebagai gumpalan padat, berwama coklat hitam dan harum ketika dibakar. Pohon gaharu yang berpotensi menghasilkan gubal yang berkualitas tinggi antara lain: A. crassna, A. malaccensis dan A. microcarpa (Hou, 1960). Gubal digunakan sebagai dupa, bahan industri parfum (Heyne, 1987) dan bahan obatobatan (Annon, 1995). Disamping itu gubal gaharu juga digunakan sebagai bahan kosmetik (Baden et al. 2000), penolak gigitan serangga (Heuvelling van Beek dan Phillips 1994 dalam Barden et el. 2000). Kelangkaan pohon gaharu di hutan alam disebabkan oleh adanya eksploitasi gaharu secara besar-besaran sebagai upaya untuk memenuhi pennintaan pasar. Akibatnya, pohon gaharu dinyatakan sebagai komoditi yang perdagangan internasionalnya diatur dalam daftar Appendix 11 Convention of International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) sejak tahun 1995 (Suhartono 1999; Barden et al. 2000). Salah satu upaya mengatasi kelangkaan pohon gaharu adalah dengan penyediaan bibit yang dapat dilakukan melalui perbanyakan vegetatif. Perbanyakan vegetatif dengan teknik cangkok pada jenis gaharu diarahkan untuk mengambil genotipa unggul pohon gaharu (Aquilaria spp.) yang mampu menghasilkan gubal yang berkualitas. Selain itu pengambilan genotipa unggul dengan teknik cangkok juga diarahkan dalam pembangunan bank klonal (clonal bank) untuk mengkonservasi genetik unggul dari alam. Keberhasilan pencangkokan sangat ditentukan oleh kecepatan pertumbuhan akar. Salah satu upaya untuk mempercepat pertumbuhan akar adalah dengan pemberian zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh IBA dan Rootone-F terhadap keberhasilan cangkok gaharu (A. crassna). Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Gaharu Jabon, Parung, Bogor selama 18 minggu, mulai 18 Januari sampai 23 Mei 2004. Penelitian ini menggunakan rancangan acak Iengkap (RAL) 4 x 5 x 3 dengan ZPT IBA terdiri dari 4 perlakuan yaitu AO= 0 ppm, Al= 250 ppm, A2 = 500 ppm, dan A3 = 750 ppm dan 5 ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari 3 cangkokan dan ZPT Rootone-F terdiri dari 4 perlakuan yaitu BO = 0 mg/cangkokan, Bl = 100 mg/cangkokan, 200 mg/cangkokan, B3 = 300 mg/cangkokan dan 5 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 3 cangkokan. Tahapan kegiatan penelitian ini dimulai dari penyiapan zat pengatur tumbuh dan tahapan mencangkok. Adapun tahapan mencangkok meliputi: pemilihan pohon induk yang akan dicangkok, penyayatan kulit cabang, pembersihan kambium, pemberian ZPT, persiapan media cangkokan, pemeliharaan cangkokan, dan pengamatan cangkokan. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon induk gaharu (A.crassna) berumur 5 tahun, media cangkok berupa campuran tanah dan pupuk kandang l: 1, pembalut media cangkok berupa plastik bening, ZPT IBA dan Rootone-F, pupuk NPK 15: 15:15, tali rafia, serta media semai berupa topsoil dan pupuk kandang 3: 1. Sedangkan alatalat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, gunting pangkas, gergaji, kamera, dan polybag semai. Parameter-parameter yang diukur dalam penelitian gaharu (A. crassna) dengan teknik cangkok meliputi persentase hidup cangkokan di pohon, persentase berakar, persentase berkalus, jumlah akar primer (JAP) dan panjang akar primer (PAP). Pengamatan dan pemeliharaan terhadap cangkokan dilakukan setiap minggu. Pada akhir penelitian tanpa atau dengan pemberian ZPT IBA menghasilkan cangkokan hidup tinggi (100 %). Cangkokan dengan pemberian ZPT Rootone-F menghasilkan cangkokan hidup berkisar 93.4 %-100 %. Pemberian ZPT IBA a.tau Rootone-F tidak bepengaruh nyata terhadap persentase hidup cangkokan gaharu. Persentase hidup cangkokan yang tinggi dengan pemberian ZPT IBA a.tau Rootone-F pada setiap ulangan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung (suhu dan kelembaban optimal). Sela.in itu pemeliharaan cangkokan (penyiraman terhadap cangkokan setiap sekali seminggu) mampu mempertahankan kelembaban media cangkokan. Persentase berkalus cangkokan dengan pemberian ZPT [BA bervariasi antara 73.4 %-100 %. Sedangkan persentase berkalus cangkokan dengan pemberian ZPT Rootone-F bervariasi antara 76.8 %-100 %. Pemberian ZPT IBA atau Rootone-F tidak berpengaruh nyata terhadap persentase berkalus cangkokan. Tanpa a.tau dengan pemberian ZPT rBA atau Rootone-F menghasilkan persentase berkalus yang tinggi. Dalam penelitian ini ca.bang yang dicangkok adalah ca.bang berwarna coklat. Pemilihan ca.bang cangkokan yang baik berpengaruh terhadap proses pembentukan kalus. Pada cabang yang berwarna coklat muda akan lebih cepat terbentuk kalus. Cangkokan dengan pemberian ZPT IBA, persentase berakar cangkokan 0 %-26. 7 %. Sedangkan pada cangkokan dengan pemberian ZPT Rootone-F, persentase berakar cangkokan 0 %-33.3 %. Cangkokan yang dibuat dengan atau tan.pa ZPT IBA atau Rootone-F menunjukkan kemampuan berakar yang rendah. Dalam penelitian ini cabang yang dicangkok sebagian besar berasal dari ca.bang plagiotrop. Faktor yang menyebabkan pemberian ZPT IBA atau Rootone-F pada beberapa ulangan menghasilkan persentase berakar yang rendah karena kesulitan memilih cabang ortotrop pada pohon gaharu yang akan dicangkok. Bahan cangkokan menentukan kualitas perakaran. Cangkokan yang berasal dari batang ortotrop akan berakar lebih cepat dan lebih banyak daripada cangkokan yang berasal dari batang plagiotrop, karena pada batang ortotrop ban.yak memiliki sel-sel meristem yang mengandung auksin endogen lebih ban.yak gun.a menstimulir pembentukan akar (Hartmann dan Kester, 1968). Batang ortotrop dengan jumlah daun yang memadai memiliki kandungan karbohidrat yang lebih besar daripada plagiotrop. Karbohidrat dibutuhkan sebagai sumber energi dan kerangka karbon untuk pembelahan sel guna mendukung pembentukan akar. Jika dikaitkan dengan persentase cangkokan berkalus, pada cangkokan dengan pemberian beberapa konsentrasi IBA (250 ppm, 500 ppm dan 750 ppm) dan dosis Rootone-F (J 00 mg, 200 mg dan 300 mg) diperoleh persentase berakar yang rendah. Persentase berakar cangkokan yang rendah, diduga karena pembentukan akar yang lamban akibat rendahnya konsentrasi ZPT yang diberikan. Sehingga untuk mempercepat pembentukan akar cangkokan gaharu ini dilakukan dengan cara menaikkan konsentrasi ZPT. Pada cangkokan dengan pemberian ZPT IBA, rata-rata J AP 0-3 .25 dan rata-rata PAP 0-3.78 cm. Sementara rata-rata JAP yang terbentuk dengan pemberian ZPT Rootone-F 0- 5.25 cm dan rata-rata PAP 0-3.95 cm.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.titlePengaruh Zat Pengatur Tumbuh IBA dan Rootone-F terhadap Keberhasilan Cangkok Gaharu (Aquilaria crassna Pierre ex H. Lecomte)id
dc.typeUndergraduate Thesisid
dc.subject.keywordGaharuid
dc.subject.keywordCangkokid
dc.subject.keywordIBAid
dc.subject.keywordRootone-Fid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record