dc.description.abstract | Keinginan mempertahankan swasembada beras yang dicapai pada tahun 1984
dihadapkan pada situasi ekonomi beras Indonesia yang mengalami siklus surplus dan defisit
secara berulang, bahkan impor beras cenderung meningkat. Produksi beras menurun akibat
gangguan alam (musim kemarau panjang dan serangan organisme pengganggu tanaman),
tingkat produktivitas padi yang telah mengalami levelling-off, dan krisis moneter dan ekonomi
sejak tahun 1997 yang mendorong kenaikan harga-harga masukan usahatani padi secara
drastis. Faktor lain adalah meningkatnya laju konversi lahan sawah subur di pulau Jawa,
liberalisasi perdagangan yang akan membatasi praktek proteksi terhadap pasar beras domestik,
dan tidak ditambahnya berbagai investasi bagi infrastruktur dan penelitian di sektor
pertanian pangan. Karena konsumsi beras terus meningkat, maka muncul keraguan dapat
dipertahankannya swasembada beras pad a masa mendatang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan meramalkan masa depan swasembada
beras, dan mengkaji dampak alternatif kebijakan unilateral, muitiiateral, dan alternatif
non kebijakan terhadap penawaran dan permintaan beras, dan kesejahteraan pelaku ekonomi
beras domestik. Analisisnya menggunakan model ekonometrika penawaran dan permintaan
beras di pasar domestik dan dunia. Poduksi domestik didisagregasi menjadi lima wilayah
yaitu Jawa dan Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan sisa wilayah Indonesia, sedangkan
permintaannya secara agregat nasional. Hasil pendugaan disimulasi dengan altematif
kebijakan dan non kebijakan untuk mengevaluasi dan meramalkan swasembada beras.
Hasil pendugaan model menunjukkan bahwa secara regional areal sawah di Jawa dan
Bali telah mencapai kondisi closing cultivation frontier, yaitu mencapai batas maksimal lahan
subur yang layak untuk areal sawah akibat meningkatnya kompetisi penggunaan lahan.
Karena itu respon areal padi terhadap harga gabah di Jawa dan Bali lebih inelastis dibandingkan
di wilayah lainnya. Pada masa mendatang pembukaan areal sawah baru di wilayah
tersebut akan menggunakan lahan-lahan marjinal dan merambah lahan berlereng di DAS
hulu. Faktor lain yang berpengaruh pada areal padi di seluruh wilayah adalah curah hujan,
areal irigasi, kinerja penyuluhan dan target program produksi, dan konversi lahan sawah di
Jawa dan Bali. Wilayah produksi Sumatera, Sulawesi dan sisa wilayah Indonesia potensial
sebagai sumber pertumbuhan produksi padi di luar Jawa dan Bali karena respon produktivitas
padinya terhadap harga gabah dan faktor lain lebih tinggi. Penggunaan pupuk pada lahan
padi sawah di Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi sudah cenderung inefisien. ... | id |