Show simple item record

dc.contributor.authorSudarjat, Ajat
dc.date.accessioned2010-05-05T10:47:58Z
dc.date.available2010-05-05T10:47:58Z
dc.date.issued2001
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/12487
dc.description.abstractAyam buras merupakan salah satu jenis unggas yang mempunyai peran cukup besar dalam penyediaan protein hewani khususnya daging dan telur. Sebagian besar rumah tangga di pedesaan memelihara ayam buras dalam jumlah yang kecil dan secara tradisional (ekstensif) sebagai tabungan yang sewaktu-waktu bisa dijual. Pemeliharaan ayam buras seperti di atas sangat rnudah terinfeksi berbagai penyakit termasuk infeksi parasit. Kecacingan merupakan salah satu penyakit parasitik yang sering menyerang ayam buras. Kasus kecacingan yang ditemukan di lapangan bersifat kronis dan jarang menimbulkan kematian, tetapi dapat menyebabkan penurunan produksi telur, penurunan bobot badan, gangguan pertumbuhan, kelemahan dan depresi sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Mengingat besarnya kerugian akibat kecacingan dan pentingnya ayam buras bagi kesejahteraan masyarakat di pedesaan, maka perlu dilakukan pengendalian. Untuk pengendalian tersebut diperlukan informasi tentang tingkat kecacingan. Informasi tentang prevalensi kecacingan di Sukabumi sampai saat ini sangat sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi kecacingan pada ayam buras di wilayah Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi. Metode yang dilakukan adalah dengan memeriksa sampel tinja ayam untuk menghitung jumlah telur tiap gram tinja (ttgt) menggunakan metode McIviaster dengan faktor konversi 1:50. Sebanyak 150 sampel tinja ayam buras dibagi kedalam tiga kelompok umur (a50 sampel), yaitu : 0-3 bulan (anak ayam), >3-7 bulan (masa pertumbuhan) dan >7 bulan (ayam dewasa). Hasil pemeriksaan dari 150 sampel tinja ayam buras, didapatkan 72 % ayam terinfeksi cacing, dengan 42.66 % Nematodosis, 14,66 % Cestodosis dan 14,67 % campuran Nematodosis dan Cestodosis. Nematoda yang ditemukan terdiri dari Ascarid, Capillaria, Strongyloides dan Syngamus, dengan prevalensi tertinggi adalah cacing Capillaria (50,67 %), diikuti oleh Ascarid (14 %), Strongyloides (11,33 %) dan Syngamus (2,67 %). Jumlah ttgt tertinggi adalah Capillaria, diikuti Cestoda, lalu Ascarid, Strongyloides dan Syngamus. Derajat infeksi masing-masing cacing pada setiap kelompok umur ayam tidak berbeda, kecuali untuk cacing Ascarid yang memiliki derajat infeksi paling tinggi pada anak ayam.id
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.titlePrevalensi Kecacingan Pada Ayam Bums Di Wilayah Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumiid
dc.typeThesisid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record