dc.description.abstract | Cuaca ekstrim dapat berakibat pada bencana meteorologis seperti tanah
longsor. Bencana tersebut, jika terjadi di wilayah yang kaya akan biodiversitas,
akan mempercepat proses kepunahan hewan dan tumbuhan, dan jika terjadi di
wilayah yang padat penduduk, akan mengakibatkan kerugian besar bagi orang orang yang tinggal di tempat tersebut, dan berpotensi membawa kerugian berupa
kehidupan dan material, serta menghambat pertumbuhan ekonomi. Hujan telah
dianggap sebagai faktor umum pemicu kejadian longsor. Intensitas sebagai pemicu
kejadian longsor dapat ditentukan dengan menggunakan serangkaian metode
statistik. Penentuan ambang batas curah hujan dilakukan dengan metode
Cumulative Rainfall Threshold (CT) dan analisis sorting, dan hasil analisis
diperkuat dengan metode validasi regresi dummy, analisis gerombol, dan analisis
perubahan titik. Metode ini digunakan untuk menentukan ambang batas kejadian
longsor yang terjadi di Pulau Sumatera pada periode 2010-2017 yang diambil dari
database Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dilakukan evaluasi
data curah hujan harian di Pulau Sumatera pada tahun 2010-2017 yang bersumber
dari data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Hasil analisis
menunjukkan bahwa ambang batas curah hujan yang harus dipantau untuk
mendeteksi potensi terjadinya tanah longsor di wilayah studi adalah 15 mm per hari,
30 mm per hari, dan 65 mm per hari. Nilai-nilai ini dapat dianggap sebagai
peringatan pada tingkat yang berbeda dengan nilai terbesar yaitu 65 mm,
menunjukkan kepercayaan yang lebih tinggi untuk terjadinya longsor. Dengan kata
lain, nilai-nilai tersebut mewakili berbagai tingkat kewaspadaan terhadap kejadian
tanah longsor yang memberikan masukan untuk merancang strategi pencegahan
bencana untuk mengurangi dampak buruk dari bencana tanah longsor. | id |