dc.contributor.advisor | Suharjito, Didik | |
dc.contributor.advisor | Supriyanto, Bambang | |
dc.contributor.author | Puspita, Intan Juniar | |
dc.date.accessioned | 2023-08-21T15:40:31Z | |
dc.date.available | 2023-08-21T15:40:31Z | |
dc.date.issued | 2023-08-21 | |
dc.identifier.uri | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/124157 | |
dc.description.abstract | Perhutanan Sosial (Social Forestry) merupakan sistem pengelolaan hutan
yang dilakukan oleh individu, komunitas, atau kelompok, pada lahan negara, lahan
komunal, lahan adat atau lahan milik (individual/ rumahtangga) untuk memenuhi
kebutuhan individu/ rumahtangga dan masyarakat, serta diusahakan secara
komersial ataupun sekedar untuk subsistensi. Program Kehutanan Masyarakat atau
Perhutanan Sosial dimulai pada akhir 1970-an, ketika kekhawatiran atas
peningkatan laju deforestasi yang menyebabkan pertanyaan tentang kontrol negara
dan kapasitasnya dalam pengelolaan dan perlindungan sumber daya hutan secara
lestari. Tujuan pemerintah melalui program Perhutanan Sosial adalah untuk: 1).
dapat mengurangi angka kemiskinan masyarakat sekitar hutan; 2). dapat
memberikan akses legal pengelolaan kawasan hutan; dan 3). memperbaiki kondisi
hutan.
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan belum memberikan perhatian pada
faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan pemberdayaan pada Kelompok
Perhutanan Sosial (KPS). Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan hubungan
antara modal KPS dan modal fasilitator serta proses-proses pemberdayaan yang
dilakukan oleh fasilitator terhadap keberdayaan KPS, sehingga dapat disusun model
strategi pemberdayaan KPS.
Penelitian dilakukan di 7 (tujuh) Kelompok Perhutanan Sosial di Kabupaten
Buleleng Provinsi Bali dan 8 (delapan) KPS di Kabupaten Pulang Pisau, 1 (satu)
KPS di Kabupaten Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah yang dipilih secara
purposive. Setiap KPS dipilih 30 orang anggota KPS sebagai responden. Analisis
data menggunakan analisis jalur (Path Analysis).
Hasil kajian menunjukkan bahwa Keberdayaan Kelompok Perhutanan Sosial
(KPS) berhubungan kuat dengan Modal Fisik KPS, Modal Manusia KPS, Modal
Fisik Fasilitator, Modal Manusia Fasilitator dan proses pemberdayaan. Peningkatan
pada modal Manusia KPS, Modal Fisik Fasilitator, Modal Manusia Fasilitator dan
proses pemberdayaan akan meningkatkan keberdayaan KPS. Disisi lain, intervensi
terhadap modal fisik KPS yang dilakukan dengan proses yang tidak tepat akan
menyebabkan penurunan pada keberdayaan KPS. Strategi efektif untuk
meningkatkan keberdayaan KPS adalah dengan melakukan peningkatan Modal
Manusia KPS melalui proses-proses pemberdayaan yang tepat. | id |
dc.description.abstract | Social Forestry is a forest management system carried out by individuals,
communities, or groups, on state land, communal land, customary land, or private
land (individuals/households) to meet the needs of individuals/households and
communities and is cultivated commercially or simply for subsistence. The
Community Forestry or Social Forestry program began in the late 1970s when
concerns over increasing deforestation rates raised questions about state control
and its capacity to sustainably manage and protect forest resources. Poor
communities around forests, overlapping forest areas, and deforestation are
problems that will be resolved through Social Forestry as the government's goals
through the Social Forestry program are: 1). can reduce the poverty rate of
communities around the forest; 2). can provide legal access to forest area
management; and 3). improve forest conditions.
Previous studies have not paid attention to the factors that influence the
success of empowerment in Social Forestry Groups (KPS). The research objective
are to explain the relationship between KPS capital and facilitator capital and the
empowerment processes carried out by the facilitator on KPS empowerment; and
to develop a model of empowerment strategy for Social Forestry Groups
The research was conducted on seven Social Forestry Groups in Buleleng
Regency, Bali Province and eight KPS in Pulang Pisau Regency, one KPS in
Palangkaraya Regency, Central Kalimantan Province which were selected
purposively. For each KPS, 30 KPS members were selected as respondents. Data
analysis using path analysis
The results of the study show that the empowered Social Forestry Groups is
strongly related to KPS Physical Capital, KPS Human Capital, Facilitator Physical
Capital, Facilitator Human Capital, and the empowerment process. Increases in
KPS Human Capital, Facilitator Physical Capital, Facilitator Human Capital, and
the empowerment process will increase KPS empowerment. On the other hand,
improper interventions in the physical capital of KPS decrease the effectiveness of
KPS empowerment. Increasing human resource capacity in Social Forestry Groups
(KPS) through strengthening empowerment processes can significantly increase
KPS empowerment. | id |
dc.description.sponsorship | Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan | id |
dc.language.iso | id | id |
dc.publisher | IPB University | id |
dc.title | Strategi Pemberdayaan Kelompok Perhutanan Sosial di Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Buleleng | id |
dc.type | Thesis | id |
dc.subject.keyword | Social Forestry Group | id |
dc.subject.keyword | Social Forestry Grop Capital | id |
dc.subject.keyword | Facilitator Capital | id |
dc.subject.keyword | Community Empowerment Strategy | id |